Anak perempuan di jaman dahulu kala adalah manusia yang tidak dianggap berarti. Tidak ada harapan, mereka akan menjadi istri dan menjadi milik suaminya. Atau, jika pada suatu ketika sampai tertawan, mereka menjadi budak pelayan.
Apa yang dapat diharapkan dari seorang budak perempuan israel yang tak bernama, yang ditawan dari suatu penyerangan, yang menjadi pelayan di sebuah rumah panglima besar Raja Aram?
Anak perempuan ini bahkan tidak disebut namanya. Tidak dapat kita bayangkan, seperti apa sosoknya. Tetapi ada tiga hal yang kita tahu.
Yang pertama, anak perempuan ini tahu mengenai adanya Nabi Allah di Israel. Secara menakjubkan, anak ini mempercayai bahwa ada Allah yang menyertai Israel, sekalipun kondisinya sendiri tidak cukup baik. Kepercayaan yang menakjubkan, karena raja israel sekalipun tidak mengetahui adanya sang Nabi Allah. Anak perempuan ini tahu pasti.
Yang kedua, kita tahu bahwa anak perempuan ini luar biasa beraninya, berani menceritakan kepada tuannya. Ini bukan hal yang sederhana, pertimbangkanlah. Naaman, sang panglima besar, sakit kusta. Jika hal ini diketahui rakyat Aram, masyarakat pasti gempar! Jika diketahui musuh-musuh Aram, mereka akan melihat penyakit ini memberi kesempatan untuk menyerang. Karena itu, penyakit Naaman berkaitan dengan keamanan negerinya. Jika seorang budak perempuan sampai mengetahuinya, budak ini mungkin akan dibunuh untuk menjaga rahasia. Toh hanya seorang anak perempuan! Jadi, memberi saran tentang penyakit Naaman sama dengan membawa celaka pada diri sendiri. Sungguh, betapa beraninya anak peremuan ini!
Yang ketiga, anak perempuan ini bersedia berbuat baik untuk orang Aram. Ia mengatakan dengan sungguh-sungguh sehingga Naaman bersedia memikirkannya, bahkan membahasnya dengan raja Aram. Bagi anak perempuan ini, kehidupannya hancur. Masa depannya hancur. Namun ia membela kehidupan Naaman, memberinya kesempatan baru.
Berapa banyak dari kita bersedia membawa harapan bagi kehidupan orang lain, bahkan orang yang merusak kehidupan kita sendiri? Mungkin kita memilih untuk menghindar. Kita merasa jadi pengkhianat bangsa karena membantu musuh. Bagi orang Israel, anak perempuan itu bisa dilihat sebagai pengkhianat yang menjijikkan. Mengapa repot memberitahu panglima musuh, sedang kusta itu jelas merupakan hukuman kutuk dari Allah?
Tetapi itulah yang dilakukan anak perempuan tak bernama ini. Dia yang tidak berpengharapan, justru memberi harapan bagi orang yang sudah merenggut harapan.
Pada akhirnya, harapan yang sejati datangnya dari Tuhan. Ketika seseorang mengenal Tuhan yang hidup, tidak ada yang dapat merampas kehidupan -- sekalipun orang lain mendatangkan situasi yang sukar, melelahkan, dan sangat tidak enak, tidak nyaman.
Kita tidak tahu bagaimana akhir dari anak itu, tetapi kita tahu bahwa Naaman menjadi orang percaya. Panglima ini tidak pernah menjumpai Elisa, Sang Nabi itu, tetapi ia selalu dapat menemukan anak perempuan Israel di rumahnya, yang mengingatkannya pada Allah Israel yang sungguh hidup dan berkuasa.
Dapatkah kita belajar untuk melakukan itu? Menjadi pemberi harapan, walaupun saat ini kita sendiri masih dalam kesulitan? Jika anak perempuan ini bisa, maka anak-anak Tuhan yang hidupnya disertai Roh Kudus pasti juga bisa, bukan karena kekuatan sendiri melainkan pekerjaan Allah melalui kita.
Terpujilah TUHAN!
Published with Blogger-droid v1.6.8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar