Cari Blog Ini

23 Maret 2016

Paskah, Jalan Langsung

Ketika tanggal 21 Maret kemarin orang-orang berdemo, ada sesuatu yang berbeda.
Demo kemarin bukan tentang kebijakan. Bukan tentang keputusan Pemerintah atas sesuatu.
Demo kemarin adalah tentang persaingan. Pemerintah didemo karena tidak membuat keputusan, karena tidak mencegah ada kemajuan dan perubahan. Kenapa Pemerintah tidak membuat segala sesuatu seperti sediakala?

Orang-orang ini terbiasa berhubungan dengan "jalur bisnis" -- mereka jadi sopir, bekerja pada perusahaan, yang menyediakan jalan dan cara kerja serta pengharapan. Berharap bahwa situasinya akan seperti itu bagi semua orang: kalau mau berusaha maka harus memakai jalur perusahaan, harus memakai baju seragam, harus mentaati peraturan perusahaan, dan memenuhi setoran. Selebihnya, boleh bawa pulang. Bersaing dalam cara seperti itu, bergerak dengan koridor itu.

Jalur langsung? Tidak masuk akal. Hubungan melalui gadget? Tidak bisa diterima. Harus memakai jalur ini.

Peristiwa ini terjadi dalam masa Paskah, yang puncaknya pada hari Minggu, 27 Maret nanti.

Peristiwa kemarin itu bisa menggambarkan bagaimana manusia mau berhubungan dengan Tuhan. Cara yang lama, cara yang dahulu, adalah melalui "jalur rohani" -- mereka jadi umat, beribadah melalui upacara agama tertentu, yang menyediakan jalan dan cara kerja serta pengharapan. Berharap bahwa situasinya akan seperti itu bagi semua orang: kalau mau berkomunikasi dengan Tuhan maka harus memakai jalur imam. Pemimpin agama. Pandito. Pendeta.

Lalu tibalah cara baru, yang tidak masuk akal. Kini orang berhubungan langsung. Direct Access. Ya, orang tetap berdoa -- tapi kini ada Roh Kudus yang berada bersama setiap individu. Ini seperti aplikasi khusus yang tertanam dalam hati manusia (bukan gadget), yang mengajarkan kebenaran, yang berdoa bagi manusia dengan keluhan yang tidak tersampaikan.

Semua ini terjadi karena Tuhan Yesus Kristus dahulu sudah disalibkan, mati, dan bangkit pada hari ketiga, lalu naik ke Sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Maha Kuasa. Jreng! Connected! Tuhan Yesus menjadi Imam yang menghubungkan manusia dengan Bapa. Roh Kudus menjadi ujung satunya yang menyertai setiap orang percaya. Langsung.

Dan ini adalah situasi yang juga tidak dapat diterima. Bagaimana mungkin, seorang biasa boleh berhubungan dengan Sang Khalik, Pencipta alam semesta? Maka beberapa juga melakukan demo, menolak, mencibir -- para imam yang kehilangan sumber pemasukan, juga mencegat orang Kristen di tengah jalan dan menganiaya mereka. Para pemimpin agama, bahkan juga pemimpin gereja, menginginkan orang-orang hanya bisa berhubungan dengan Tuhan melalui mereka saja -- ada banyak keuntungan di sana.

Hubungan langsung ini, adalah suatu kerugian. Tapi, kenapa harus melalui imam jika Tuhan sudah membuat jalan bagi semua orang?

Paskah adalah momen pembebasan. Bebas dari kuasa maut. Bebas dari ikatan seremoni ritual. Semua hubungan dengan Tuhan adalah anugerah, pemberian. Tidak ada lagi bagian dari seremoni manusia yang 'berjasa' membuat hubungan dengan Tuhan. Jika itu pernah terjadi dahulu di Bait Allah, tirai pembatas Bait Allah telah terobek. Bait Allah juga tidak ada lagi.

Ketika kita melakukan kebaktian, ketika melaksanakan seremoni -- itu adalah respon terhadap anugerah. Kita beribadah karena bersyukur, bukan karena ingin mencapai sesuatu. Kita berbakti sebagai wujud bakti orang yang telah menerima, bukan sedang mencari. Merayakan Paskah adalah merayakan penerimaan, bukan pencarian.

Maka, dalam Paskah yang ada hanyalah Berita. Tuhan Yesus telah bangkit! Yesus adalah Kristus, Tuhan! -- Berita ini disebarkan dan diteruskan dan dirayakan. Dibuat jadi drama. Dibuat jadi kegiatan anak-anak. Dicampurkan dengan kebudayaan lama -- telur dan kelinci, yang merupakan simbol kehidupan dan kesuburan. Beberapa melihatnya sebagai bagian dari ritual terpenting untuk mengingat bagaimana Tuhan sudah mati dan berkorban bagi manusia. Jadi, umat Tuhan harus tunduk dan taat pada segala perintah dan dogma dari pemimpin gereja…. dan kembali lagi pada keterikatan.

Tuhan sudah bangkit, dan itu membuat setiap orang dapat menjalani jalan yang langsung kepada Allah Bapa. Wahai, bukankah kita memangil-Nya, "Bapa", seperti yang diajarkan Yesus? Hormatilah anugerah itu. Rayakanlah Paskah. Bersyukurlah, terimalah, nikmatilah.


Selamat menjalani kehidupan yang diberikan-Nya. Hidup itu kekal, tidak ada kesudahannya.

21 Maret 2016

Talenta


Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."
(Mat 25:14-30)

Tiga hal yang bisa dipelajari.

Hal yang pertama, bagian perikop ini ada di Matius 25, yang membahas tentang hari kedatangan Tuhan yang kedua. Ini kisah yang dituturkan Yesus setelah kisah tentang 10 gadis yang menunggu pengantin pria, 5 pandai dan 5 bodoh. Ini kisah yang dilanjutkan tentang Tuhan akan memisahkan ilalang dan gandum di hari kedatangan-Nya.

Maka perlu kita taruh seluruh bagian ini dalam pengajaran tentang akhir jaman.
Bagaimana pada akhirnya? Bagaimana kita mempertanggungjawabkan karya kita di hadapan Tuhan?

Semua ini akan dialami manusia pada akhir jaman. Kalau meninggal sekarang, akan menunggu sampai tiba saatnya. Tetapi kesempatan manusia adalah ketika masa dalam hidupnya. Yang penting adalah pemahaman bahwa kehidupan ini bukan berakhir dalam tubuh ini saja. Manusia mempunyai waktu yang lebih panjang dibandingkan masa hidup tubuhnya.

Hal yang kedua, pengertian bahwa TUHAN mempunyai orang-orang yang berada dalam rumah-Nya. Kepada orang-orang ini, TUHAN memberikan:
  1. Kemampuan untuk mengelola uang
  2. Talenta, yaitu uang
  3. Wewenang untuk mengerjakannya

Jadi, kita mempunyai kesanggupan dan sumber daya dan wewenang untuk mengerjakan.
Ada yang diberikan banyak. Ada yang diberikan sedikit.

Yang menerima banyak, akan menghadapi situasi yang lebih kompleks, lebih rumit. Urusan yang lebih besar; mengerjakan satu proyek dengan modal 5 talenta, langsung menghasilkan 10 talenta -- kalau berhasil. Risiko besar

Yang menerima sedikit, akan menghadapi situasi yang lebih sederhana, dengan risiko kecil, hasil yang kecil juga. Untuk mendapatkan hasil duakali lipat, harus berulang-ulang mengerjakan hal yang sama, yang sederhana. Risikonya kecil, tapi butuh ketekunan untuk mengulang-ulang pekerjaan.

Ada orang yang mampu mengerjakan hal besar yang rumit, ada juga orang yang sederhana. Tuhan tidak perlu memberikan semua orang dengan kekuatan yang sama. Tapi bagi yang menerima kemampuan besar, ada risiko yang lebih besar. Tanggung jawabnya sama; tidak berarti orang yang mendapat sedikit akan lebih sedikit bertanggungjawab.

Hal yang ketiga adalah tuntutan untuk MEMBERI. Kita melihat hal ini dari apa yang terjadi ketika Tuhan datang. Orang yang mendapat 5 talenta dan 2 talenta, memberikan kemampuannya. Orang yang menerima satu talenta, tidak bersedia memberi -- ia merasa Tuhan tidak adil, tidak menanam (tidak bekerja) tapi mengharapkan hasil.

Perhatikanlah: hamba dituntut untuk memberi, bekerja. Orang harus positif, artinya memberi. Tujuan orang Kristen adalah memberi, bukan menerima.

Dunia ini bekerja sebaliknya: mau menerima, bukan memberi.

Mari kita lihat sekarang, bagaimana masalah terjadi. Tujuan orang adalah menerima sebanyak-banyaknya dengan modal, tenaga, dan waktu yang sesedikit-sedikitnya. Ketika situasi menjadi sukar maka yang menjadi sasaran adalah memperoleh UANG TUNAI sebanyak-banyaknya. Cash is the King.

Kenapa Cash is The King? Karena dalam bentuk Cash, penurunan tidak terjadi. Paling sedikit nilai yang tertera pada uang tidak akan berkurang. Bank Sentral di berbagai negara maju membuat kondisi di mana Suku Bunga adalah NEGATIF. Kalau orang taruh uang di Bank, ia kena 'hukuman' pengurangan uangnya. Maka paling baik memegang uang tunai, menyimpan uang tunai secara harafiah.

Masalahnya? Karena saat ini kemampuan orang untuk menghasilkan tidak lagi sebesar dahulu. Kenapa tidak sebesar dahulu? Karena, situasi saat ini tidak lagi seperti 10 tahun yang lalu, tahun 2006.

Apa yang terjadi 10 tahun yang lalu?
Saat itu, orang membesarkan harapan. Karena mempunyai harapan, maka investasi dilakukan. Harapan dikonversi menjadi peningkatan uang, dalam bentuk peningkatan nilai efek dan property. Beli rumah 500 juta. Langsung tawarkan kepada orang lain 750 juta -- ada yang beli karena punya harapan harganya jadi 1 M.

Kenapa bisa begitu? Karena orang meyakini bahwa uangnya akan bertambah dengan cepat, bisnisnya akan bertumbuh dengan cepat, diharapkan demikian. Banyak pernyataan, cerita, suara, yang didengungkan tentang peningkatan ekonomi -- di seluruh dunia.

Kenapa bisa meningkat begitu?
Karena, saat itu The Fed membuat suku bunganya rendah sekali sedangkan imbal hasil masih tinggi. Waktu itu, The Fed membuat gelembung…. Yang meletus di tahun 2007, jadi krisis subprime mortgage 2008. Yang belum dipahami orang waktu itu adalah, bagaimana gelembung juga terjadi dalam kehidupan orang-orang yang menikmati gelembung yang dibuat The Fed.

Jadi waktu gelembung itu pecah, CDO yang berdasarkan subprime mortgage jadi 'racun'…. Itu tidak ada di seluruh bank, tetapi masalahnya tidak ada yang tahu mana bank yang kena racun dan bank mana yang aman. Situasinya membuat semua bank dianggap bisa bermasalah dan mudah runtuh. Diam-diam, gaya hidup juga merupakan gelembung dan pecah. Ini menjadi letusan susulan di tahun 2011.

Prinsipnya begini: orang bekerja sama, atau bahkan lebih sedikit, tetapi mendapat bayaran lebih tinggi, dan meyakini bahwa ia bisa dibayar lebih tinggi lagi, mereka membuat hutang yang hanya bisa dibayar jika di masa depan gajinya naik lebih besar lagi.

Berhutang, ia membeli rumah yang sebenarnya tidak sanggup ia beli, tetapi bank memberikannya juga karena yakin bahwa kenaikan harga rumahnya lebih besar daripada bunga kreditnya. Sederhananya: mengambil lebih banyak, memberi lebih sedikit. Tidak mampu (atau tidak mau capek) memproduksi, tapi ingin dapat semua peningkatan gaya hidup, sesuai dengan apa yang ditampilkan film dan tv….

Ketika terjadi gelembung pecah, semua kehilangan kepercayaan. Maka, harapan juga hilang; bagaimana bisa berharap pada apa yang tidak dipercayai? Orang lantas mengejar uang sebagai Raja jika kondisinya tunai, karena dalam kondisi ini nilainya tetap, tidak menurun.

Untuk itu, orang menyimpan dan mereka juga berusaha mengambil -- tidak bekerja, tapi meminta makan. Siapa yang peduli pada mandat Tuhan untuk terus bekerja dengan tekun, memutarkan uangnya? Mereka memilih menyimpan uangnya di bawah kasur!

Jadi, dalam hal ini orang-orang menjadi seperti yang menerima hanya 1 talenta itu, sesuai dengan kondisi di mana ekonomi susah dan tidak ada yang menerima 5 talenta. Merasa tidak menerima kemampuan lebih, merasa Tuhan tidak "cukup bekerja dalam diri saya" -- maka memilih untuk berdiam diri, tidak mau ambil risiko, tidak mau cape.

Kepada yang demikian, yang meributkan soal "keadilan" dan menuntut Tuhan bekerja -- mereka tidak memberi apa-apa, karena tidak merasa menerima apa-apa.

Orang Kristen juga, bisa merasa Tuhan tidak bekerja apa-apa, tidak memberi saya apa-apa. Mungkin Tuhan sudah memberi kemampuan, tapi Dia tidak memberi cukup modal. Tidak memberi cukup uang untuk bekerja lebih.

Maka orang memilih untuk tidak memberi lebih. Tidak produktif, tidak melayani, tidak mengusahakan. Sudah saja begini, tunggu saja nanti Tuhan bekerja. Sementara itu hidup masih terus berjalan, jadi boleh dong berhutang untuk smartphone baru itu kan…. Sesuatu yang tidak produktif, tidak meningkatkan produktivitas.


Inilah masalah dunia sekarang. Apakah kita menjadi bagian dari masalah, atau jadi bagian dari solusi?

15 Maret 2016

Mau resesi?

Sekarang ini sedang melihat Bloomberg TV dan chart harga komoditas tetap tiarap sambil merosot turun, walau ada pantulan naik sedikit di sana sini. Rating perusahaan tambang logam Fortescue yang dipangkas Moody. Pasar Future yang turun, merah semua... DOW FUT, S&P FUT ....

Ada satu tulisan kolumnis Inggris yang saya sukai. Dikatakan, di Inggris sekarang ini ada dua kelompok. Satu kelompok besar adalah orang-orang yang tidur dan bermimpi. Satu kelompok kecil adalah orang-orang yang bangun dan memandang ke depan.

Orang yang tertidur, mereka bergembira dengan banyak indikator yang menunjukkan situasi positif, pencapaian pertumbuhan besar, dan bermimpi untuk kembalinya Britania Raya yang Hebat. Orang yang terbangun melihat kemungkinan masa depan, dengan menganalisa saat ini. Berusaha melihat apa yang akan muncul.

Misalnya ya: orang senang sekali dengan peningkatan upah. Namun ada data yang menunjukkan bahwa rata-rata jam kerja orang semakin pendek. Artinya, peningkatan upah terjadi untuk waktu kerja yang lebih singkat. Artinya, biaya per jam menjadi lebih tinggi..... padahal, harga-harga mengalami deflasi alias penurunan harga.

Artinya: perusahaan-perusahaan harus menanggung peningkatan biaya dan penurunan pendapatan.

Pertanyaan: berapa lama dan berapa banyak modal yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan menahan situasi seperti ini?

Kenyataan: sudah banyak pengusaha yang menyerah dan menutup usahanya. Biaya terlalu tinggi, pendapatan terlalu rendah. Pemerintah yang membuat paksaan ini kepada para pengusaha.... tapi jika pengusaha itu berhenti, apakah Pemerintah bisa melarang?

So, ketika para pengusaha mundur, maka investasi juga mundur. Permintaan bahan logam mengalami penurunan; tidak banyak yang beli mesin baru, atau membangun pabrik baru. Toh ada kapasitas produksi besar yang tidak terpakai --- order terlalu sedikit, sudah berjalan berbulan-bulan seperti ini.

Masa depan? Kemungkinan resesi akan datang, dan kali ini lebih keras dan kejam.

Apa yang jadi reaksi Pemerintah dan Bank Sentral? NEGATIVE RATE HIT BANKS, judul di Bloomberg TV barusan (ini sambil nulis sambil mendengarkan TV) .... orang sekarang dihukum jika menaruh dananya di bank. Mestinya kan uang dialirkan ke usaha?

Mereka memilih menaruh uangnya di bawah kasur secara harafiah.....

13 Maret 2016

Kebenaran Yang Dipilih

Agama adalah hak asasi manusia yang pertama. Manusia bebas untuk beragama -- walau, tentunya, tidak bisa bebas dari konsekuensinya. Sebagai hak, beragama adalah pilihan manusia.

Di sisi lain, TUHAN berhak untuk menilai, menghakimi, dan menghukum manusia. Keberadaan TUHAN membuat ada hal-hal yang benar, dan ada hal-hal yang salah. Biasanya, kita akan menyatakan sesuatu 'salah' karena tidak sesuai dengan kenyataan.

Ambil contoh ya? Kebanyakan kaum muslim mengatakan bahwa ajaran Ahmadiyah itu salah. Ajaran itu membuat orang tidak sesuai dengan ajaran Islam, yang diyakini berasal dari Allah. Jadi, ajaran Islam Ahmadiyah itu salah; bahkan itu tidak boleh disebut 'Islam".

Nah, apakah orang yang percaya Ahmadiyah, masih berhak beragama Ahmadiyah?

Ya, berdasarkan hak asasi manusia, mereka berhak. Tetapi ada konsekuensinya, yaitu tidak lagi diterima bersekutu dengan umat Islam lainnya. Itu dari sudut pandang umat Islam pada umumnya.

Lihat dari sudut pandang pengikut Ahmadiyah: mereka percaya apa yang mereka pegang ini benar, sedang orang Islam lainnya tidak tepat, alias salah. Setiap usaha untuk "meluruskan" adalah suatu paksaan untuk mengambil jalan yang salah. Bayangkan bagaimana rasanya dipaksa demikian.

Jadi agama memang suatu pencarian, dan penentunya adalah kebenaran kenyataan tentang kehidupan. Adakah agama itu mendorong umat menjadi lebih baik, menjadi lebih sesuai dengan standar kehidupan orang yang mempercayai Allah?

Kenyataan adalah penentu. Mau contoh?

Lihat FPI. Mereka mengaku sebagai pembela Islam. Apakah yang mereka lakukan membuat agama Islam menjadi lebih mulia? Orang-orang ini percaya demikian. Tapi akan tiba satu saat di mana mereka berada di hadapan Allah dan mendapati kenyataan penilaian Allah sendiri. Tidak ada manusia yang bisa menyatakan, "dosamu diampuni". Itu adalah haknya Allah.

Hanya Anak Allah yang mampu mengatakan demikian. Yesus Kristus, yang dalam sejarah telah membuat perubahan besar di atas muka bumi. Dialah yang membuka jalan kepada Allah di Surga. Dialah yang menyatakan semua kata-kata Allah, Firman Allah, bagi dunia. Maka dikatakan, Firman itu telah menjadi manusia.

Apakah kenyataan ini dapat diterima manusia? Tidak, mereka yang menjadi Pemimpin Agama adalah orang-orang yang menyalibkan Yesus. Pernyataan diri Yesus adalah suatu hujatan di mata mereka, karena mereka tidak dapat menerima kenyataan bahwa Anak Allah menjadi manusia.  Mereka mengharuskan Allah mengikuti aturan agama yang mereka percayai.

Lihatlah, bukankah sekarang ini juga masih begitu juga?

Contoh yang sangat ramai saat ini adalah Ahok kembali menjadi Gubernur. Lihat kenyataan, ada begitu banyak yang telah dilakukan untuk Jakarta. Ada banyak pembersihan yang telah dilakukan. Jakarta menjadi tempat yang lebih baik dan nyaman untuk hidup. Melihat kenyataan ini, sangat masuk akal untuk kembali mengangkat Ahok menjadi Gubernur Jakarta. Orang-orang lain, para pesaing dan penantangnya, mereka tidak punya kenyataan apapun untuk dilihat sebagai karya sebagai seorang Pemerintah Daerah.

Tapi, isu yang kemudian muncul adalah Ahok bukan umat Islam. Orang-orang FPI itu mengharuskan Ahok mengikuti aturan agama yang mereka percayai. Masa bodoh dengan kenyataan. Tidak peduli apa kebenarannya. Pokoknya, tidak cocok aturan agama, tidak boleh jadi Pemimpin. Mereka juga tidak peduli bahwa ini adalah Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila.

Dalam Pancasila, seorang beragama Kristen sama layaknya dengan seorang beragama Islam. Penentunya adalah kenyataan, kebenaran. Bukan seperti apa kalimat yang terucap, atau cara ritual agamanya dijalankan, melainkan apakah orang itu melakukan kehendak Allah, yang bisa dilihat buahnya oleh semua orang. Apakah orang itu telah bekerja, membangun sesuatu yang hasilnya bisa disaksikan semua orang.

Pemerintahan yang lebih bersih? Ruang hidup yang lebih baik? Pelayanan masyarakat yang lebih profesional? Penegakkan peraturan yang lebih tegas? Kalau memilih Gubernur, ingatlah bahwa hal-hal ini menjadi tujuan rakyat. Kita mau hidup lebih baik, bukan?

Sedangkan bagi orang-orang yang masih meributkan agama itu menjadi segala ukuran…. Satu Pertanyaan: jika suatu hari bertemu dengan Allah secara langsung, seandainya Dia bertanya "apakah yang sudah kamu lakukan atau kamu miliki untuk masuk ke dalam Surga-Ku?"


Apakah jawaban Anda kepada Allah?

10 Maret 2016

Tidak Ada Deparpolisasi

Politik iu apa sih?
Politik adalah pengetahuan dalam memerintah.
Suatu ilmu dan seni untuk memerintah sebuah kota (aslinya, dalam bahasa Yunani, 'polis' artinya 'kota') yang isinya ada berbagai macam kelompok, berbagai macam kepentingan, sedemikian rupa sehingga melalui dialog dan debat bisa diperoleh sebuah keputusan, sebuah jalan tengah yang bisa diterima semua pihak.

Mungkin bukan jalan yang paling menyenangkan. Mungkin bukan kesepakatan yang paling ideal. Tetapi ini adalah keputusan yang bisa diterima semua pihak, untuk menjadi peraturan yang harus ditaati semua pihak.

Nah, Partai Politik adalah organisasi yang mewakili salah satu pihak untuk menentukan keputusan, peraturan.

Partai Politik bertemu,berdialog, berdiskusi, berdebat untuk membuat pengaturan, atau LEGISLASI. Kumpulan ini disebut dengan BADAN LEGISLATIF. Kita di Indonesia memberinya nama: DPR.

Lalu, untuk melaksanakan Pemerintahan, ada satu susunan organisasi Pemerintahan, yang disebut EKSEKUTIF. Pemimpin Eksekutif di Indonesia adalah Presiden, dibantu Menteri-Menteri dalam Kabinet untuk urusan-urusan. Daerah-daerah eksekusinya dipimpin oleh Gubernur dalam Propinsi, yang dibagi dalam Kabupaten dan Kota.

Kenapa menulis begini? Karena sekarang muncul kata DEPARPOLISASI.... nah, kalau kaitannya adalah Pemilu Kepala Daerah, ini salah! KELIRU!

PARPOL beraksi di LEGISLATIF, di DPR atau DPRD. Parpol TIDAK bekerja di Eksekutif. Kepala Daerah, seperti Gubernur, TIDAK BOLEH mementingkan satu Partai Politik tertentu. Tidak boleh, misalnya, memberi kesempatan khusus kepada anggota Partai Politik X yang mengusungnya, dan menghambat Partai Politik Y yang mengkritiknya.

Jadi, jika seorang Kepala Daerah, seorang GUBERNUR seperti Pak Basuki Tjahaja Purnama, hadir dari jalur Independen, itu BUKAN deparpolisasi. Mengatakan demikian, itu menandakan tidak paham bagaimana sistem Trias Politica berjalan.

TIDAK ADA DEPARPOLISASI DALAM CALON PERSEORANGAN INDEPENDEN. Sebagai pimpinan Eksekutif, yang utama adalah integritas dan kompetensinya untuk melakukan eksekusi. Bukan kesetiaan kepada Parpol tertentu.

Parpol tempatnya di Legislatif. Di DPR. Untuk jadi anggota DPR, harus jadi anggota Parpol kan? Aturan itu tetap berlaku. Tidak ada deparpolisasi di Indonesia.

Yang ada adalah Parpol yang mengatur bukan demi kepentingan rakyat, melainkan kepentingan golongannya sendiri.... Dan rakyat harusnya TIDAK menyerahkan suara untuk diwakili Parpol seperti itu.

09 Maret 2016

Kenapa Dengan OKI?

Mulanya, saya merasa heran dengan hasil Deklarasi OKI di Jakarta. (http://www.bbc.com/…/2016/03/160306_indonesia_ktt_oki_dampak)
Ayolah. Sebesar apa kondisi krusial di Palestina?
Tapi, membaca ft.com hari ini "Saudi Arabia turns the screw on Lebanon's economy" -- terlihat bahwa pilihan deklarasi OKI memang harus begitu. Negara-negara Islam harus memiliki musuh bersama, yang bernama Israel.
Walaupun, dalam setahun terakhir, tidak ada isu baru dan genting yang muncul di Palestina. Beritanya kurang lebih serupa: kelompok-kelompok pejuang Palestina menyerang penduduk sipil Israel, yang memicu tentara Israel mengejar dan mengisolasi desa-desa di Palestina, yang kemudian diberitakan sebagai gerakan pendudukan Israel ke Palestina, serta membenarkan perlawanan Palestina dengan menyerang sipil Israel, yang mendorong tentara Israel mengejar...... dan seterusnya.
Bertahun-tahun seperti itu. Para pemimpin negara Islam, termasuk Pak Jokowi, mustahil tidak memahami kondisi ini.
Namun Israel sebagai musuh bersama, adalah jangkar yang mempersatukan negara-negara Islam. Tanpa Israel, peperangan di antara negara Islam bisa hebat sekali.
Perang dingin yang terjadi adalah antara Iran, yaitu Syiah, dengan Arab Saudi, yaitu Sunni. Peperangannya terjadi di Lebanon; pasukan Hizbullah (yang tahun 2006 memerangi Israel) adalah kelompok Syiah, yang didukung Iran. Pemerintah Lebanon selama ini didukung oleh Arab Saudi. Jadi, di Lebanon selama bertahun-tahun terjadi pertentangan, seperti bara api dalam sekam.
Februari lalu kelompok negara-negara teluk (Gulf Cooperation Council) telah menyatakan Hizbullah sebagai organisasi teroris. Pemerintah Arab Saudi menahan bantuan USD $3 Milyar bagi tentara Lebanon. Ini jadi tekanan yang bisa mengganggu stabilitas Lebanon.
Sementara itu, Arab Saudi masih belum berhasil menghancurkan basis suku Houthi yang Syiah di Yemen.
Begitu pula, di Syria, pasukan pemberontak yang didukung negara Teluk DAN Amerika mengalami kekalahan melawan tentara Pemerintahan Bashar Al-Assad yang didukung oleh Iran dan Rusia.
Keramaian ditambah oleh Turki, yang Pemerintahan Erdogan cukup bermasalah dengan Rusia, yang menunjukkan bagaimana ISIS diam-diam bertransaksi melalui Turki. Ada bukti-bukti bahwa tentara Turki bekerja sama dengan ISIS; padahal, Turki masih menjadi anggota NATO dan ISIS belum lama ini membuat teror yang hebat di Perancis.
Di dalam sisi kemanusiaan, ada gelombang pengungsi dari Suriah, yang bukan hanya pergi ke Eropa dan sekarang ditolak di sana. Para pengungsi juga masuk ke Lebanon, yang masih punya masalah ekonomi berat.
Perlawanan terjadi, seperti yang dinyatakan oleh pimpinan Hizbullah, Hassan Nasrallah. Ia mengecam sikap intervensi Arab Saudi, bahkan lebih dari kecamannya terhadap Israel. Jelaslah ada potensi konflik besar berikutnya, karena Lebanon yang punya kesulitan ekonomi, mungkin akan mendekat kepada Iran.
Negara Iran sendiri kini telah bebas dari sanksi ekonomi, sedang memperkuat aliansinya dengan pemerintahan di Irak yang sekarang juga Syiah.
Untungnya, eskalasi tidak terjadi dengan cepat karena semua pihak mengalami kesulitan ekonomi, yang disebabkan rendahnya harga minyak bumi. Seandainya saja harga minyak bumi masih berada di level di atas $60 oer barrel, dengan dana yang ada mungkin konflik sudah menjadi perang terbuka.
Ini semua menjadi latar belakang negara-negara OKI, dan mereka tidak membahas bagaimana bisa berdamai di antara negara Islam. Sebaliknya, resolusi adalah untuk bersatu melawan musuh yang sangat besar dan sangat mengerikan, Israel.
Bagi Indonesia?
Baguslah jika memang semuanya mau memerangi Israel. Posisi teraman bagi Indonesia.
Karena, jika sampai terjadi pecah perang Sunni vs Syiah, dan mungkin bisa menarik Amerika vs Rusia di belakang masing-masing pihak (kemungkinan kecil Amerika mau langsung berhadapan dengan Rusia) -- ada kemungkinan cukup besar kedua belah pihak mencari dukungan ke Indonesia.
Sangat bodoh jika Indonesia mau terlibat dalam perang Syiah vs Sunni. Tapi, lihat saja bagaimana propaganda anti-syiah sudah diluncurkan pihak-pihak Sunni di media sosial....