Cari Blog Ini

23 Januari 2011

Cari Sekarang

Yes 55:6 Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!

Pada masanya, orang Israel memiliki Allah yang sangat dekat. Sangat dekat, sehingga bisa melihat tiang awan di waktu siang dan tiang api di waktu malam. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, seluruh pengalaman orang Israel menjadi sekedar cerita yang diteruskan dari mulut ke mulut.

Satu hal yang dipahami dan dipegang oleh orang Israel adalah kekhususan keberadaan mereka di hadapan Allah. Mereka berbeda dari semua bangsa lainnya, menjadi bangsa yang kudus. Dalam satu sisi, mereka melihat pembedaan itu sebagai hak istimewa. Mereka memandang diri lebih tinggi, karena memiliki janji Allah kepada Abraham, Ishak, Yakub, dan terutama Daud -- karena kepada Daud, Allah menjanjikan Penguasa yang tertinggi, yang tahta-Nya tidak pernah berakhir. Bisa dibayangkan, betapa bangga memiliki kerabat satu penguasa yang kekuasaannya mutlak dan abadi!

Kesombongan ini membawa kejatuhan, karena menganggap diri lebih baik daripada bangsa lain, dan oleh sebab itu justru berperilaku lebih buruk. Berapa banyak dari antara orang Kristen yang berperilaku seperti itu? Merasa diri 'bagus' sedang orang lain 'jelek'. Yang lain tidak sepadan karena derajatnya lebih rendah. Pandangan semacam ini telah membenarkan perbudakan terhadap orang negro selama berabad-abad oleh mereka yang menyebut diri pengikut Kristus. Persis seperti keangkuhan orang Ibrani dahulu.

Kesalahan ini membawa dua akibat yang ironis. Yang pertama, sebaliknya dari bersikap bijaksana, umat Allah berperilaku sembarangan, lebih ceroboh dan bodoh dibandingkan bangsa lain yang tidak kenal Tuhan. Mereka sebut bangsa lain atau penganut agama lain adalah orang fasik, tapi perilakunya lebih buruk daripada mereka. Yang kedua, karena merasa istimewa, jadinya tidak lagi mencari Tuhan yang kehadiran-Nya ada begitu dekat. Tuhan jadi sumber berkat, pelindung, dan pemecah masalah, di mana puji-pujian dan penyembahan adalah untuk memperoleh segala kelimpahan dalam hidup. Bandingkan dengan ritual agama lain yang menyiksa diri untuk meredakan amarah dewa, yang membuat pengikutnya hidup berhati-hati dalam kesalehan, serta segala upaya memperoleh pahala. Siapa yang hidup lebih tertib dan bijaksana?

Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui! Allah tidak dapat dipermainkan; kasih karunia-Nya tidak boleh dianggap enteng. TUHAN memanggil semua orang yang haus untuk datang pada-Nya, termasuk orang fasik dan jahat, karena bagi mereka, juga bagi kita, tersedia janji Allah pada Daud. Seruan yang diberikan adalah untuk bergegas, segera mencari Tuhan!

Bagi bangsa Israel, mereka gagal memahami seruan ini, sebaliknya jatuh dalam kesesatan yang lebih dalam, sampai mereka dibuang ke Babel. Bagi kita sekarang, banyak juga yang terlahir di keluarga Kristen turun temurun, sehingga sejak kecil telah menjadi orang Kristen yang aktif di gereja.

Apakah karena aktif, serta merta otomatis tahu untuk mencari Tuhan? Apakah karena ada seseorang mengajak kita ke gereja, lantas kita beroleh keselamatan?

Dengarlah panggilan-Nya. Jika hari ini kita bisa ke gereja, boleh beribadah, itu bukan kebetulan. Jika kita bisa sedekat ini dengan Tuhan, itu adalah kesempatan. Mari, manfaatkanlah kesempatan ini! Terpujilah TUHAN!
Published with Blogger-droid v1.6.5

16 Januari 2011

Di Mana Pekerja Itu?

Kalau Yesus menjadi anggota sebuah gereja, barangkali Ia bukan anggota yang 'baik' dalam standar gereja masa kini. Ia bukan orang yang kaya, tidak punya jabatan atau kedudukan, dan Ia suka berjalan-jalan dari satu kota ke kota lainnya.

Apakah kita juga suka jalan-jalan? Orang yang suka berjalan-jalan, biasanya tidak terlibat di dalam pelayanan. Mereka tidak ikut bernyanyi di paduan suara, tidak menyalami sebagai usher, bukan petugas kolektan, dan pasti tidak bermain musik. Di gereja ada banyak orang yang datang dan pulang, begitu saja, sementara sebagian kecil lainnya menjadi superman karena hadir di berbagai kebaktian, bahkan sepanjang minggu aktif di gereja. Orangnya itu lagi, itu lagi, dan itu lagi.

Karena itulah, barangkali Yesus tidak menjadi anggota yang disukai gereja ketika Ia memilih untuk berkeliling. Masalahnya, gereja sekarang banyak yang tidak mau berkeliling, tidak mengerjakan apa-apa di luar pagar gereja. Tuhan tidak menunggu gereja yang sibuk dengan kegiatan sosialnya sendiri saja, Ia bekerja menurut kehendak-Nya dan rencana-Nya sendiri.

Bagi Tuhan, ladang-Nya adalah dunia. Dia akan berjalan dari satu pojok ke pojok lainnya. Urusan-Nya adalah membawa Injil Kerajaan Sorga -- Injil berarti 'kabar baik' sedang Kerajaan merepresentasikan kekuasaan, wilayah, dan pemerintahan dari Sorga, yaitu tempat di mana Allah bertahta.

Kabar baik ini merupakan berita pembebasan bagi orang-orang yang tertindas di kerajaan dunia, di mana penguasa angkasa memerintah dengan tangan besi dan menuntut dengan ketidakadilan. Pernahkah kita mendengar ungkapan, "hidup memang tidak adil"? Yang berkuasa menjadi kaya dan panjang umurnya. Yang miskin ditindas dan diperas, sampai mereka tinggal tulang dan mati tanpa tanah. Ketika orang miskin memberontak demi perubahan, yang mereka ringkus dan aniaya adalah orang-orang kaya yang baik hati dan jujur bekerja keras. Orang kaya yang dahulu jahat, bisa melarikan diri dengan harta yang banyak untuk hidup enak di negara lain, yang diam-diam senang juga menerima dana bawaan para penjahat itu. Hidup memang tidak adil!

Kabar baiknya, Kerajaan Sorga hadir di dunia. Tuhan memandang kehidupan begitu banyak orang yang terjajah, di mana Ia berbelas kasihan amat sangat. Kepada mereka Yesus menyampaikan kabar baik pembebasan, di mana akan datang Kerajaan yang penjajahnya dan penindasnya tidak ada lagi. Tidak ada lagi maut dan kematian, karena TUHAN adalah sumber kehidupan. Tuhan Yesus membawa kesembuhan dan kekuatan bagi mereka yang menjadi umat-Nya, karena mereka menerima-Nya dan percaya pada-Nya.

Satu kenyataan, kabar baik yang dibawakan oleh satu orang mempunyai keterbatasan. Ada begitu banyak tempat, di mana pembebasan dirindukan. Ada banyak tuaian, jiwa yang ditetapkan menjadi milik Allah, yang perlu mendengar Injil.

Pertanyaannya, di mana para pekerja? Jangan meminta agar Tuhan membuat kita jadi superman dengan kekuatan sejuta orang. Mintalah agar ada sejuta orang biasa, seperti saya dan Anda, untuk menjadi pekerja yang menggarap seluruh ladang yang dipercayakan Allah.

Bergereja bukan sekedar beraktivitas sosial. Ini adalah ungkapan hasrat dan belas kasih kepada banyak orang lain di dunia. Apakah kita telah memenuhi panggilan-Nya untuk bekerja di ladang-Nya?

Terpujilah TUHAN!
Published with Blogger-droid v1.6.5

09 Januari 2011

Menghakimi

Betapa mudahnya melempar kesalahan. Di dalam sebuah komunitas, asal ada orang yang bisa disalahkan, tidak perlu takut berbuat salah. Mau mencuri, mau korupsi, bisa saja. Yang penting, selalu ada orang atau pihak yang bisa dituding bersalah. Tunjuk orang lain sebagai pihak yang bersalah, dan nikmati semua hasil "kreativitas" selama ini.

Mengapa orang bisa sebebas itu? Semua urusan salah-menyalahkan bisa terjadi jika dan hanya jika ada yang menghakimi di sana. Kalau sang boss begitu senang menjadi hakim, anak buah yang lalim dengan senang hati akan membawa seseorang untuk dihakimi. Dalam realita, jarang ada peristiwa yang hanya di sebabkan satu orang; setiap orang memiliki suatu andil di dalamnya. Kalau mau menyalahkan, yang perlu dilakukan hanya menyorot dan membuat kesalahan terlihat jelas, sehingga kesalahan orang lain terlupakan.

Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama. (Rm 2:1)

Pernahkah dengar tentang seorang boss yang tidak bijaksana? Pada suatu ketika, dari para salesman diperoleh beberapa order besar. Tentu si boss senang, dan memuji serta menyuruh agar order segera dipenuhi. Untuk memenuhinya, barang-barang pesanan harus diproduksi. Biasa saja, bukan?

Tapi, untuk memproduksi barang dibutuhkan bahan baku. Untuk memenuhi kebutuhan itu, bagian pembelian harus memesan barang dan bagian keuangan harus membayar uang muka. Ketika bagian keuangan meminta tanda tangan giro kepada boss, ia hanya bilang, "nanti ya."

Akibatnya, bahan baku tidak dikirim. Bagian produksi tidak bisa bekerja. Barang jadi tidak tersedia. Order tidak dipenuhi, pelanggan jadi marah dan kecewa. Krisis ini membuat ribut dan semua dikumpulkan.

Boss menghakimi kepala gudang barang karena tidak menyisihkan barang yang ada dari order lain yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Boss menghakimi bagian produksi yang tidak mengerjakan produksi memakai bahan yang ada -- bukankah standar produksi bisa diubah? Boss menghakimi bagian pembelian yang tidak bisa mendapatkan bahan baku tanpa bayar uang muka, sekalipun reputasi perusahaan sudah buruk karena terkenal telat membayar. Semua salah, kecuali si boss sendiri.

Sekalipun boss marah dan naik pitam sampai wajahnya terlihat ungu, semua tahu bahwa sebenarnya ini salah si boss sendiri. Dia hanya dapat marah karena para pegawainya masih berharap menerima gaji bulan ini. Walaupun secara aktual ia dapat bersikap lebih tinggi, kebenaran tidak ditentukan oleh kekuasaan. Kata-kata tidak membuat kebenaran, sebaliknya realita menyatakan bahwa ada kesalahan dan si boss ini harus menanggung akibatnya. Jika ia tidak bersedia, misalnya dengan membebankan kesalahan kepada anak buahnya, pada akhirnya ia harus menanggung akibat yang lebih besar ketika ditinggalkan para anak buahnya. Si boss harus mencari lagi orang baru, menanggung kesalahan yang dibuat orang baru, dan secara keseluruhan membuat bisnisnya tidak dapat dipercaya baik oleh pelanggan maupun oleh supplier.

Tuhan juga tidak menyukai si boss yang menghakimi, sementara ia sendiri melakukan kesalahan. Orang yang menghakimi akan dihakimi oleh ukuran yang dibuatnya sendiri; setiap perkataan si boss yang dijatuhkan pada orang lain akan jatuh pada dirinya, karena ia juga dalam kenyataannya tidak ideal seperti tuntutannya.

Apa yang ada pada manusia sekarang adalah kesempatan untuk berubah, waktu yang diberikan oleh kemurahan Tuhan. Kita semua berubah, dan kalau ada satu yang bisa sepenuhnya dituntut dalam hidup, itu adalah menuntut diri sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Agar menjadi lebih baik, kita tentu bisa membantu orang lain untuk berubah, karena manusia saling berhubungan dan kemajuan yang seorang membawa kemajuan bagi orang lain. Inilah kemurahan Tuhan -- bukan kesempatan bagi manusia untuk menghakimi sesamanya dengan semena-mena.

Bagaimana dengan hakim di dunia? Ingatlah, bahwa hakim tidak bekerja berdasarkan pandangan pribadinya. Seorang hakim hanya bisa menilai berdasarkan undang-undang, yaitu suatu pengaturan dalam negara, yang menjadi kesepakatan untuk hidup di negara itu. Pelanggar undang-undang tidak mengganggu sang hakim secara pribadi, atau melanggar aturan moral pada pribadi hakim, melainkan melanggar aturan yang telah ditetapkan negara.

Sayangnya, sikap menghakimi telah menjadi bagian dari masyarakat. Lihat saja, misalnya, kasus Ariel dan sidang pengadilannya. Secara moral ia bersalah, tetapi secara hukum negara ia tidak melanggar apa-apa. Namun ada orang-orang yang menghakimi dan mencela -- dan sikap mereka tidak jauh berbeda dari si boss yang merasa punya kekuasaan untuk menghakimi orang lain, sementara mereka sendiri jatuh di dalam banyak dosa. Siapa yang punya hak untuk melempar batu terlebih dahulu?

Tidak ada. Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.

Sebab Allah tidak memandang bulu.

Terpujilah TUHAN!
Published with Blogger-droid v1.6.5