Cari Blog Ini

22 Januari 2010

Gamang

Hari-hari ini diisi dengan kebingungan di Amerika Serikat. Pasalnya, di dalam pemilihan wakil senat dari Massachusset, pemenangnya adalah Scott Brown dari Partai Republik. Ini merupakan kejutan, karena sebelumnya Massachusset diwakili oleh Ted Kennedy, basis kuat Partai Demokrat. Ada apa ini? Rupanya rakyat Amerika mulai gerah dengan sepak terjang pemerintahan Obama yang masih sibuk dengan reformasi sistem kesehatan. Sebuah reformasi yang 'ajaib' karena praktis membuat orang membayar pajak lebih besar untuk mendanai asuransi kesehatan yang dilakukan tanpa underwriting.

Prinsip dari asuransi adalah mengambil alih resiko – tapi itu berarti keadaan sakit belum terjadi. Jika sudah terjadi, maka sifatnya bukan lagi asuransi melainkan perlindungan sosial. Berapa banyak dana yang dibutuhkan? Kalau siapa saja tanpa dilihat kondisi sebelumnya dapat memperoleh asuransi kesehatan, maka siapa saja yang sudah sakit akan masuk dan mengambil jatah dari mereka yang masih sehat. Dana asuransi akan dengan cepat tersedot habis, kecuali Pemerintah kemudian menambahkan angkanya dengan mengambil lebih banyak pajak dari rakyat.

Tapi kalau begitu, Amerika dengan cepat berubah dari negara demokrasi individualis terbesar menjadi negara sosialis terbesar – itu sesuatu yang bahkan kaum Demokrat pun tidak menginginkannya. Bagaimana reaksi pemerintahan Obama?

Mereka bereaksi dengan menunjuk pada keadaan ekonomi yang bermasalah akibat perbankan, yang berkinerja buruk namun ada banyak pengurusnya, para CEO, yang mendapatkan gaji setinggi langit. Oleh karena itu, pemerintah Obama membuat penegasan: tidak boleh lagi bank dan lembaga keuangan bekerja tanpa kendali. Dibuatlah serangkaian aturan baru, yang membatasi gerak perbankan sekaligus mengurangi pendapatan bank. Bank Investasi harus terpisah dari Bank Komersial yang menyimpan dana nasabah. Ini akan menghantam bank besar seperti JP Morgan, Bank of America, dan Citigroup Inc.

Akibatnya? Nilai saham perbankan yang kemarin mulai pulih kini kembali menurun. Buum…nilai rata-rata Dow Jones turun 213 poin dan terus tergerus, menghilangkan keuntungan yang menandai tahun 2010. Ini tanda-tanda suram bagi perbaikan ekonomi Amerika, di tengah pidato Presidennya tentang tekad untuk berjuang memulihkan kembali ekonomi negara. Yang kasihan adalah Tim Geithner, yang bersusah payah mengharmoniskan kerja sama antara Pemerintah dengan Perbankan. Tentu saja, kalangan perbankan tidak mendukung rencana pemisahan yang merugikan institusi mereka sedemikian rupa.

Kesulitan muncul dari kenyataan bahwa tidak semua tindakan Pemerintah dilandasi keinginan untuk membawa kebaikan. Beberapa pengamat mulai melihat adanya usaha-usaha populis dari Obama untuk menarik simpati dari para pemilih yang marah terhadap bank. Logikanya: yang penting dalam pemilihan Presiden mendatang Obama kembali populer dan terpilih, karena sekarang ini popularitasnya melorot turun. Politik sudah campur tangan di sini, dan dalam pertarungan mendapatkan simpati pemilih, pihak yang kurang populer dan kurang dipahami rakyat awam bisa dikorbankan – betapapun sebenarnya dalam posisi amat penting untuk memulihkan ekonomi. Biarlah ekonomi runtuh, yang penting jadi penguasa… (MUNGKIN begitu, siapa tahu?)

Secara global, kesimpulan dari keadaan ini adalah kenyataan bahwa pemulihan ekonomi dunia tidak akan bermula dari Amerika Serikat, juga tidak dari Eropa. Pemulihan akan datang dari pertumbuhan ekonomi Asia, dengan pertumbuhan PDB China yang mencapai 8,7% selama 2009. Dalam kerangka ini, ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mempunyai peran penting karena menghubungkan dua negara dengan pertumbuhan PDB yang positif selama masa krisis. Artinya, kinerja ekonomi yang terbentuk tidak mungkin ditarik balik, ditunda apalagi dibatalkan. Interaksi ekonomi antara negara-negara Asia akan menjadi motor penggerak ekonomi yang besar. Pertanyaannya, seperti apa peran kita di dalam kinerja ekonomi ini?

Masalahnya adalah korupsi dan inefisiensi yang menghantui Asia, baik Indonesia maupun China. Karena besarnya tekanan dan regulasi yang dibutuhkan, ada hambatan besar untuk meningkatkan inovasi dan penemuan-penemuan baru. Nyatanya, sumber teknologi dunia masih dominan berasal dari negara maju, ditambah Jepang, Taiwan, dan Korea – semuanya berafiliasi dekat dengan Amerika. Krisis ekonomi juga berpengaruh dengan pendanaan penelitian dan penemuan teknologi baru, terutama yang lebih ramah lingkungan. Kenyataannya, ekonomi Asia masih berkembang dengan teknologi yang belum ramah lingkungan.

Menjadi ramah dengan lingkungan – menekan pencemaran karbon dan lebih efisien memakai energi – menjadi kata kunci yang penting bagi dunia masa depan. Sayangnya, pertumbuhan tinggi di China membuat negara-negara penghasil minyak bersorak-sorak gembira, mereka meningkatkan prediksi konsumsi minyak di tahun-tahun yang akan datang, disertai dengan peningkatan harga minyak bumi yang kemarin ini sempat tembus US$ 80 per barrel, kemudian turun lagi. Itu menandai belum ada perubahan yang signifikan dari pemakaian bahan bakar minyak, yang berarti belum ada pengurangan emisi karbon yang berarti untuk menjaga kelestarian bumi.

Kalau dalam kuartal ke-IV 2009 PDB China naik lebih dari 10%, bukan berarti Pemerintah China senang dengan kondisi ini. Mereka juga khawatir dengan ekonomi yang meningkat terlalu cepat, karena bisa menimbulkan inflasi yang membesar (disebut juga inflasi spiral) yang bersifat menghancurkan. Mereka khawatir dengan gelembung ekonomi yang bisa meletus dengan banyak korban. Maka, Pemerintah China mengerem pengucuran kredit dan mengurangi jumlah uang yang beredar.

Kembali ke Indonesia: pada kita ada pertumbuhan yang relatif 'sehat', tidak terlalu panas atau tinggi, juga tingkat inflasi yang rendah. Ini adalah peluang bagi rakyat Indonesia untuk berusaha lebih keras lagi, mengambil kesempatan untuk maju dengan lompatan-lompatan. Pertumbuhan bisa mengikuti pola Kaizen – continuous improvement – bisa juga merupakan 'Quantum Leap' yang muncul dari rekayasa bisnis secara total. Lompatan jauh untuk langsung ada di muka, meninggalkan pesaing dalam seketika.

Siapa yang bisa? Biarlah Amerika runtuh…masa depan kita ada di Indonesia, bukan?

20 Januari 2010

Krisis (Lagi)

Hari-hari ini bangsa Indonesia melihat pertunjukkan Pansus Century setiap hari di televisi. Melihat kegairahan – atau kegerahan? – mereka, tidak urung orang bertanya-tanya ada apa ini? Karena, orang cukup pandai untuk membedakan antara pertanyaan yang bermaksud mencari tahu dengan pertanyaan yang menuduh. Orang tahu ketika sang penanya bertanya dengan niat mengungkapkan, atau hanya memaksakan 'kebenaran' menurut apa yang mereka pikirkan. Yang ditanyai juga tidak bodoh, sebaliknya mereka ini sangat pandai – sekelas Pak Boediono dan Ibu Sri – demikian juga dengan pemirsa.

Hanya, tentu saja ada dua macam pemirsa: ada yang pandai dan ada yang kurang pandai. Yang pandai mengkritisi pertanyaan dan jawaban, mereka memikirkan hubungan yang satu dengan yang lain. Yang kurang pandai cenderung lebih melihat sosok penanya serta gegap gempita yang ada di jalanan. Lihat saja, bukankah sekarang ini di mana-mana ada berbagai macam kelompok, entah itu mahasiswa atau LSM, yang "menggugat untuk menuntaskan kasus Century"?

Ajaib benar permintaan itu – memangnya apa yang sedang dilakukan oleh Pansus?

Intinya, bangsa ini mengalami kebingungan yang besar, karena setelah pemilu berlalu masih ada pertunjukkan politik yang rasanya baru sekarang terjadi. Tidak pernah ada sebelumnya, kehebohan begitu besar padahal kalau dipikir kasusnya di jaman dahulu lebih dahsyat. Ingat peristiwa Trisakti? Ingat kerusuhan Mei 1998? Ingat kasus BLBI yang ratusan trilyun? Itu semua hebat, tetapi kalau dilihat dari intensitasnya, semua kalah oleh urusan Century.

Padahal, apa sih urusan Century ini? Kalau orang mengingat bagaimana krisis global menghantui seluruh dunia tahun 2008, mudah dipahami bahwa setiap pemerintahan, termasuk Indonesia, berusaha menampilkan negaranya sebagai tempat yang aman dan bebas dari masalah. Waktu Bank Century mulai bermasalah, tidak ada yang tahu bahwa implikasinya adalah angka 6,7 Trilyun. Talangan yang diperkirakan jumlahnya memang beberapa ratus milyar rupiah – tapi ini tidak seberapa dibandingkan dengan pergerakan investasi yang jumlahnya milyaran dollar. Tahu bedanya rupiah dan dollar saat itu? 10.000 kali!

Jadi, tidak sulit untuk mengerti bahwa waktu itu BI berusaha menyelamatkan pasar modal Indonesia dengan melakukan apa saja, selama bisa dijaga tidak muncul sentimen negatif. Saat itu Bursa Efek Indonesia masih pusing dengan kasus repo BUMI, yang menghancurkan portofolio banyak pihak. Untungnya Bumi adalah urusan tambang batu bara, bukan perbankan. Jangan sampai ada kesan bahwa perbankan di Indonesia juga bermasalah (seperti umumnya perbankan di negara-negara maju saat itu). Jadilah ada talangan buat Century, toh jumlahnya masih di bawah 1 Trilyun.

Yang entah bagaimana, baru belakang berkembang menjadi 6,7 Trilyun. Sayangnya, orang seringkali lupa mengenai kapan angka ini muncul dalam laporan.

Kehebohan ini menjadi berbahaya karena implikasinya kini tanpa disadari telah jauh lebih besar dari angka Rp. 6,7 Trilyun. Dengan ketidak-pekaannya, orang mulai berteriak untuk menurunkan Boediono – yang sampai sekarang tidak jelas apa kelirunya – dan juga Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Kalau mereka mendesak-desak, lama-lama ini menjadi pengadilan jalanan yang sama sekali tidak adil, tidak objektif, dan tidak berdasarkan fakta. Mereka kini mendesak Pak Presiden untuk "mengambil alih" – itu kata-katanya Bang Adnan. Dia mungkin ahli hukum, tapi dia tidak mengerti implikasinya.

Saat ini, bangsa Indonesia menghadapi ACFTA – Asean China Free Trade Area. Perdagangan bebas! Di luar dari pengamatan orang-orang yang disibukkan oleh Century, para pengusaha Indonesia menjerit karena dihabisi oleh barang-barang yang lebih murah sekaligus lebih bagus mutunya. Negara ini sebenarnya sedang menghadapi serudukan banteng, bukan banteng tapi naga, yang besar namun orang-orangnya meributkan pakaian sang matador!

Industri tekstil yang berteriak duluan, diikuti oleh meubel. Kemarin, berita keluhan muncul dari industri jamu herbal. Kalau orang tidak tahu, kita ini mengalami masalah dalam tiga hal. Yang pertama adalah ekonomi biaya tinggi, dari segala pungutan dan retribusi dan pungli yang masih terjadi dan membebani pengusaha. Yang kedua adalah disintegrasi industri, karena orang Indonesia suka membuat barang jadi dan tidak menyediakan industri bahan baku yang memadai. Sekarang, semua bahan baku harus diimpor dan harganya menjadi lebih mahal – itulah yang membuat industri di China bisa lebih murah. Yang ketiga adalah tenaga kerja yang tuntutannya tinggi, minta gajinya besar, tetapi produktivitasnya tidak sepadan.

Dengan ancaman seperti ini, yang dibutuhkan adalah kestabilan dan ketenangan, karena orang-orang sudah mulai panik. Ibaratnya, gedung bernama "NKRI" ini sedang ada kebakaran, tetapi di dalamnya para penghuni masih sibuk mendemo manajer gedung – mereka yang mengerti dan harusnya berfokus mengatur untuk menyelamatkan gedung ini dari lautan api. Kalau diteruskan mendemo dan mereka tidak bekerja, siapa yang akan menyelamatkan saat semuanya terbakar? Bagaimana lagi orang bisa menyelamatkan diri?

Kita harus berfokus pada produktivitas. Sekarang ini tidak ada lagi banyak waktu; sekarang juga ekonomi biaya tinggi harus dihentikan, pungutan – resmi maupun liar – distop, pejabat-pejabat bekerja dengan benar, dan infrastruktur serta industri yang dibutuhkan dibangun secepatnya. Orang harus bekerja lebih giat, lebih cerdas – tidak lagi cukup sekedarnya menjahit atau memotong, menjadi sekedar buruh yang melakukan hal yang sama, melakukan hal yang benar dan salah secara terus menerus tanpa peningkatan atau perbaikan.

Kita mengalami krisis yang lebih besar daripada krisis ekonomi, yaitu krisis manajemen-diri. Kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, berharap masih bisa sedikit bermalas-malasan, menolak untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar. Bertahun-tahun lamanya banyak orang menganggap masalah ekonomi dan pendapatan adalah sesuatu yang datang begitu saja, kebutuhan sehari bisa dipenuhi oleh kerja sehari, atau paling-paling menabung dua atau tiga tahun saja cukup. Sekarang, semua itu tidak lagi memadai. Kalau tidak meningkatkan diri, orang harus bekerja tiga hari untuk makan satu hari. Untuk sesuatu yang besar dan penting seperti biaya masuk perguruan tinggi atau dana pensiun yang memadai, orang harus menabung sepanjang ia masih bisa bekerja.

Itu pun, kalau menabungnya tanpa pertimbangan yang matang dan tempat menabung yang benar, hasil jerih payah menabung tidak sebanding dengan pengorbanannya. Sekarang ini, orang harus mengerti bahwa tanggung jawab memilih dan menentukan cara yang paling sesuai dalam mengelola keuangan adalah tanggung jawabnya sendiri. Kalaupun ada bantuan, mungkin dari Perencana Keuangan, sifatnya adalah konsultasi – hanya nasehat. Karena, Perencana Keuangan tidak mungkin mengambil alih tanggung jawab dan konsekuensi dari pilihan kliennya.

Hal ini penting, karena sekarang banyak juga orang yang mengaku-aku jadi Perencana Keuangan. Mereka mulainya mendaftar sebagai agen, biasanya agen asuransi, lalu mendapatkan pelatihan beberapa jam, atau yang lebih baik, beberapa hari. Mereka sudah hafal produk untuk mereka jual, hafal bagaimana mengucapkannya dan hafal berapa akan mendapatkan komisinya. Lantas mereka mengenakan baju yang bagus dan bertemu orang serta memperkenalkan diri sebagai Perencana Keuangan dari perusahaan besar... Tetap saja mereka hanyalah agen penjual. Baju dan kartu nama tidak membuat orang lebih pandai, bukan?

Krisis ini menuntut orang Indonesia, kita semua, menjadi lebih sadar bahwa masa depan tidak lagi mudah, atau begitu saja bisa didapatkan. Kita tidak bisa sembarangan lagi mengambil produk keuangan, apalagi yang bernilai besar seperti Asuransi dan Investasi. Kita harus tahu lebih banyak, mengerti lebih dalam – kalau kita memang benar-benar bertanggung jawab. Kita tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan dengan urusan Century, yang sebenarnya tidak mempunyai arti yang penting. Urusan bail-out Bank Century bukan urusan besar! Itu bukan hal yang paling penting! Mengapa menghabiskan waktu begitu lama? Untuk apa semua perdebatan itu?

Sama seperti agen penjual yang mengaku diri Perencana Keuangan, orang yang menjadi Wakil Rakyat di DPR juga mungkin hanya mengubah baju dan kartu namanya. Pertanyaaan bagi rakyat Indonesia, seberapa jauh kita mau menggantungkan diri, masa depan kita, kepada pikiran dan pilihan mereka? Kitalah yang harus menanggung konsekuensi terbesar di masa depan, bukan anggota DPR yang sudah menerima gaji dan tunjangan setinggi langit! Juga bukan menteri-menteri atau pejabat negara yang menerima kemewahan besar dan mobil terbaru itu, walaupun belum menghasilkan sesuatu yang benar-benar penting. Mereka bisa saja menerima semua itu, dan mungkin kita juga tidak keberatan – tapi ingatlah bahwa kelak kita harus menghadapi suatu kondisi yang sudah ditanamkan sejak sekarang.

Lihatlah apa yang kita miliki sekarang. Di mana kita menabung? Apa yang kita dapatkan? Juga, bagaimana perlindungan asuransi kita sekarang? Karena, di hari-hari mendatang akibat dari musibah akan menghantam lebih keras – nanti saat semua orang mengalami kesulitan ekonomi, siapa yang masih mau membantu janda dan anak yang ditinggalkan oleh suami dan ayah, secara tidak terduga? Ada begitu banyak modal ditanamkan dalam bisnis, untuk usaha. Kadang-kadang, semuanya ditaruh di sana sehingga tidak cukup dana tabungan untuk keluarga. Bagaimana dengan resikonya, saat usaha mengalami kemunduran karena gagal bersaing dengan produk buatan China dan Malaysia atau Filipina?

Begitulah: kita perlu berusaha, bersaing, dan menjaga kesejahteraan – untuk masa depan yang lebih baik. Satu hal yang paling penting dari semua ini: jika oleh keadaan sekarang kita mulai merasa khawatir, ingatlah bahwa kita mempunyai PEMELIHARA yang menyediakan, kita digendong oleh TUHAN. Saat kesusahan datang, bahkan untuk berdoa pun mungkin sulit – itulah saat Roh Kudus yang berdoa bagi kita, dengan keluhan yang tidak terucapkan.

Kalau kita berusaha, ini adalah bagian dari tanggung jawab kita. Tetapi untuk kepastiannya, jangan khawatir – itu tidak akan menambah umur, atau menyelesaikan masalah. Inilah saat kita melihat kembali hubungan dengan Tuhan, melihat kembali bagaimana relasi kita mempunyai makna dalam kehidupan yang sebenarnya. Apakah kita lebih bergantung kepada anggota DPR, atau Menteri, atau Agen Asuransi? Atau, kita lebih dahulu menyerahkan masa depan secara sungguh-sungguh dalam tangan Tuhan, setelah itu mulai bertanggung jawab untuk mengerjakan segala sesuatu yang sudah seharusnya kita kerjakan?

Jangan lagi bekerja asal-asalan. Jangan lagi menabung asal-asalan. Jangan lagi mengambil polis asuransi jiwa asal-asalan. Tidak cukup kalau sekarang ini hanya menyerahkan nasib ketangan orang lain – bahkan ke tangan orang yang sudah lama kita kenal. Kalau kita kerja benar, menabung disiplin, dapat perlindungan finansial yang memadai – akhirnya orang melihat hikmat yang benar dan bertanya, "mengapa bisa begitu?"

Saat itu kita tersenyum dan menjawab, "karena Tuhan yang menyediakannya."

03 Januari 2010

Solar Maximum

Pernah lihat yang namanya bintik matahari? Atau mungkin lebih tepat, semburan matahari (solar flares) yang menampilkan pelepasan sebagian massa dari korona matahari (CME = Coronal Mass Ejection)? Ini mungkin tidak kita perhatikan, karena kalau matahari dilihat dengan mata telanjang, yang nampak hanyalah sumber cahaya yang putih terang benderang. Sedikit semburan tentunya tidak akan terlihat begitu saja.

Tetapi sebenarnya, matahari itu permukaannya berubah-ubah, di mana para ahli sekarang menemukan siklus selama 11 tahun antara periode banyak semburan matahari ke banyak semburan matahari lainnya. Para ahli menghitung berapa banyak semburan terjadi – ketika jumlahnya besar, itu disebut dengan Solar Maximum. Ketika jumlahnya sedikit, itu disebut Solar Minimum. Dari Solar Maximum ke Solar Maximum, periodenya adalah 11 tahun, di mana di tengah-tengahnya ada Solar Minimum.

Para ahli juga memberi nomor siklus – Solar Maximum terakhir adalah tahun 2001, siklus 23. Tetapi, keadaannya tidak selalu persis mengikuti aturan atau pola yang pasti, meskipun kita mempunyai beberapa data – faktanya, tahun 2006 adalah tahun Solar Minimum di mana aktivitas semburan Matahari benar-benar sedikit, tapi ini berlanjut bahkan sampai 2009 (data dari NOAA/Space Weather Prediction Center). Hampir tidak terlihat ada semburan matahari, sesuatu yang tidak pernah teramati dalam catatan manusia tentang matahari. Dari sini, perkiraan sementara adalah: tahun 2011 atau 2013 dapat menjadi tahun Solar Maximum berikutnya, dan beberapa ahli memperkirakan, yang muncul berikutnya adalah Solar Maximum yang hebat, yang juga tidak pernah teramati dalam catatan manusia.

Sekali lagi, apa yang terjadi dalam Solar Maximum? Kita perlu mengerti tentang CME; jangan bayangkan hal ini sebagai sesuatu yang 'kecil'. Pertama-tama, pahami bahwa Matahari sangat sangat sangat panas, tetapi disuatu bagian dari permukaannya – seringkali lebih luas dibandingkan diameter planet bumi – muncul sebuah gelembung terdiri dari gas plasma. Ini adalah bagian dari partikel sub-atomik berenergi yang menjadi satu karena panas luar biasa, dan sekarang menjadi lebih panas jutaan derajat. Tiba-tiba gelembung ini meletus dan melepaskan plasma itu ke angkasa, terdiri dari elektron, proton, dan inti atom yang lebih berat (nuclei) dalam jumlah besar. Sebuah CME dapat melepaskan massa sebesar 100 Milyar Kg, yang melaju dengan kecepatan 1000 km per detik. Kekuatannya setara dengan ledakan 1 MILYAR BOM HIDROGEN (http://helios.gsfc.nasa.gov/cme.html).

Bayangkan apa yang terjadi ketika ledakan itu mengarah ke bumi. Untungnya, planet bumi cukup kecil dan jauh, sehingga massa yang besar itu berlalu. Repotnya, di saat Solar Maximum terjadi, ada saja semburan yang mengarah ke planet ini dan menciptakan beberapa fenomena. Apa yang bisa terlihat antara lain adalah munculnya aurora di langit, seperti ada lampu neon raksasa dinyalakan di angkasa. Tetapi, semburan matahari juga menimbulkan dampak yang lebih serius.

Tahun 1859 adalah tahun Solar Maximum. Saat itu seorang astronom amatir dari Inggris, Richard Carrington, mengamati semburan matahari yang mengarah ke bumi, terjadi selama 8 hari. Ini disebut Peristiwa Carrington. Akibat yang dirasakan pertama kali dialami oleh layanan telegraf, yang lumpuh karena partikel elektron dan lainnya memasuki jaringan kawat. Ternyata, sistem perkabelan yang direntang antara satu tempat ke tempat lain dapat berubah menjadi antena yang menangkap gelombang energi dari matahari, serta mengubah energi itu menjadi aliran listrik yang liar. Itu terjadi di masa orang belum tergantung pada kelistrikan seperti sekarang.

Bagaimana jika Peristiwa Carrington terjadi tahun 2009? Dunia sudah jauh lebih terlilit kabel, termasuk jaringan listrik tegangan tinggi, yang dilewatkan melalui tiang-tiang, membentuk Saluran Udara. Di Amerika, Pemerintah dan NASA mendanai proyek di US National Academy of Sciences untuk membuat riset tentang kemungkinan kerusakan yang terjadi saat Solar Maximum terjadi. Jaringan listrik seluruh dunia akan lumpuh karena trafo-trafo terbakar dan orang modern kehilangan listrik selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bagi dunia modern yang saat ini sangat bergantung pada listrik, ini adalah malapetaka yang tidak terbayangkan.

Semburan matahari akan berjalan mengikuti medan magnet. Di sekitar bumi, ada 'perisai' medan magnet yang disebut sabuk Van Allen (Van Allen Radiation Belt). Materi plasma yang sampai ke bumi akan 'ditangkap' dan dibelokkan oleh sabuk ini ke kutub-kutub bumi – itulah sebabnya aurora lebih terlihat di kutub utara dan kutub selatan dibandingkan wilayah khatulistiwa. Kita perlu bersyukur kepada Tuhan, berkat perisai ini maka semburan Solar Maximum tidak mendatangkan bencana yang lebih besar terhadap benda-benda lain – jadi mungkin hanya jaringan listrik saja yang terpengaruh seperti di Peristiwa Carrington. Bagaimanapun, sabuk Van Allen sangat penting – ini menjadi perhatian banyak pihak, sehingga dianggap salah satu dari 10 hal penting tahun 2009 oleh majalah TIME (The Top 10 Everything of 2009 http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,863443,00.html).

Yang perlu dikhawatirkan adalah kenyataan lain bahwa di tahun 2012, ada kesejajaran antara matahari dan planet-planetnya. Ini berarti ada tarikan gravitasi yang lebih besar – untuk benda langit, hal ini bukan sesuatu yang sangat ekstrim. Tetapi bagi semburan matahari, tentunya ada pengaruh dari gravitasi planet-planet yang ada dalam posisi satu garis lurus – dan disinilah dapat muncul masalah. Jika materi plasma tertarik gravitasi dan memenuhi sabuk Van Allen, ada kemungkinan partikel-partikel ini terus menembus ke permukaan bumi.

Apa yang terjadi kalau plasma dari CME tembus ke permukaan bumi? Pertama-tama, partikel ini akan meningkatkan suhu bumi – faktanya, penelitian menunjukkan di saat tahun Solar Maximum, suhu permukaan bumi sedikit lebih tinggi. Yang kedua, gangguan partikel ini juga bisa memanaskan bagian dalam bumi, karena energi yang dibawa berubah menjadi panas di bagian dalam kerak bumi. Ini juga bisa mengganggu inti bumi yang kebanyakan mengandung unsur besi – dan ada kemungkinan mengubah atau melemahkan medan magnet bumi. Itu berarti sabuk Van Allen menjadi lebih lemah – dan lebih banyak lagi plasma yang langsung ke permukaan bumi.

Perubahan suhu bumi dapat mengganggu aliran pertukaran panas – itu adalah 'conveyor belt' yang memindahkan panas dari satu samudra ke samudra lainnya, dalam aliran air. Gangguan dapat menghentikan aliran ini, dan hasilnya adalah cuaca yang merusak. Pernah lihat film The Day After Tomorrow? Itu film yang berlebih-lebihan, tetapi ada kebenaran dalam ide dasarnya. Kemudian kerak bumi yang memanas dapat melelehkan bagian-bagian tertentu, sehingga kerak bumi dapat bergerak lebih lancar…bayangkan sebuah jeruk yang bagian dalamnya terpisah dari kulit luarnya, kemudian masing-masing bergerak. Itu adalah bencana, seperti film 2012… juga berlebihan, tetapi ide dasarnya tidak salah total.

Nah, ini bukan ulasan tentang kiamat atau apapun… hanya bayangkan seandainya Peristiwa Carrington dan The Day After Tomorrow dan 2012 terjadi dalam saat yang nyaris bersamaan – mungkin dalam periode 1 atau 2 bulan. Apakah yang tersisa dari kehidupan manusia? Memang bukan kiamat – dalam pengertian teologis – namun pastilah hidup umat manusia tidak akan sama seperti sebelumnya.

Ini hanya pikiran… gitu aja kok repot (mengingat mendiang Gus Dur).