Cari Blog Ini

20 Maret 2009

Asuransi Paling Baik...

Dalam kondisi krisis seperti sekarang, kebutuhan Asuransi makin terasa perlu. Masalahnya, Asuransi apa yang paling baik sebenarnya? Ada beberapa pertimbangan, yang dapat kita perhatikan.

Yang pertama, orang membutuhkan proteksi atas nilai ekonominya. Ketika ada resiko terjadi penurunan nilai ekonomi, ada 2 hal yang harus dipikirkan, yaitu bagaimana kelangsungan kehidupan keluarga pada saat terjadi musibah DAN bagaimana kesejahteraan dapat diwariskan dengan nilai yang setara dengan saat ini atau lebih. Di satu sisi, jika terjadi musibah maka kehidupan keluarga akan menjadi lebih sukar di masa resesi seperti sekarang. Betapa berat meneruskan hidup dalam standar yang sama, jika keluarga mendadak ditinggalkan oleh sumber nafkah. Di sisi lain, resesi itu sendiri dapat menggerus nilai kekayaan, sehingga pada akhirnya tidak ada warisan yang dapat meneruskan kesejahteraan keluarga. Bayangkan, semua jerih payah dan hasil kerja keras sepanjang hidup menghilang dalam krisis ekonomi.

Jadi, kebutuhan proteksi adalah hal yang semakin nyata dalam krisis. Proteksi finansial diberikan sebagai skema Asuransi. Dengan kata lain, Asuransi menjadi hal yang semakin nyata dibutuhkan sekarang ini.

Yang kedua, karena keadaan krisis maka tidak ada kepastian untuk melakukan rencana pembayaran Asuransi dengan masa pembayaran yang panjang. Kita tidak tahu, apakah tahun depan atau 2 tahun lagi masih bisa membayar premi, jika ternyata usaha atau pekerjaan yang ada tiba-tiba lenyap. Masalahnya, jika pembayaran Asuransi terhenti, maka proteksinya pun berakhir, justru di saat kita membutuhkan!

Ketidakpastian masa depan dapat diantisipasi dengan memastikan bahwa saat ini juga, seluruh premi yang harus dibayarkan dilunasi selagi masih ada sejumlah dana yang dapat disisihkan. Dalam Asuransi, pilihan ini disebut sebagai Premi Tunggal, atau Single Premium. Dengan sekali menempatkan dana, ada kepastian Asuransi yang terus berlangsung hingga akhir kontrak, dan bisa menjadi suatu kontrak seumur hidup.

Tetapi, ada sisi lain dari Asuransi Premi Tunggal ini. Dalam skema asuransi seumur hidup, Nasabah sebenarnya harus membayar preminya sepanjang waktu polis, setiap tahun. Membayarkan Premi Tunggal sebenarnya mengumpulkan semua premi yang harus dibayarkan sampai akhir, lantas dibayar dimuka sekaligus. Di sinilah kita menemukan satu kondisi, dimana timbul apa yang disebut Cadangan Premi. Dari cadangan premi ini, perusahaan Asuransi menginvestasikan pada instrumen investasi yang beresiko rendah, kemudian mengembalikan sebagian hasil investasi kepada Nasabah sebagai Nilai Tunai. Jadi, kalau orang mengambil Asuransi Premi Tunggal, maka cadangan preminya menjadi maksimum.

Karena perusahaan Asuransi Jiwa berinvestasi hanya pada instrumen yang beresiko rendah dan juga hanya mengembalikan sebagian dengan memberikan jaminan (garansi) atas Nilai Tunai, maka Nasabah mungkin dapat mengalami kerugian dari kesempatan keuntungan investasi. Bagi beberapa orang yang sudah mempunyai portofolio investasi yang baik, hal ini mungkin bukan masalah. Tetapi bagi mereka dengan dana yang lebih terbatas, kesempatan yang hilang ini nilainya dapat cukup berarti.

Pilihan yang ketiga adalah memanfaatkan Asuransi Unit Link. Selama ini, kita melihat U-Link sebagai sarana berinvestasi, yang memang merupakan alternatif yang istimewa. Terlebih lagi, Sequislife menyalurkan 100% investasinya di Schroders, sehingga kita mempunyai portofolio yang terbaik di Indonesia untuk jangka panjang (versi Majalah Investor). Dalam krisis kali ini, jelas bahwa posisi investasi Schroders masih lebih baik daripada posisi unit link lainnya.

Tetapi dalam iklim investasi yang menurun, banyak juga yang merasa kuatir dengan polis Asuransi/Investasinya. Dalam hal ini, kita harus memperhatikan bahwa:

(1) Dalam keadaan apapun, perlindungan ASURANSI yang diberikan oleh polis Asuransi U-Link tidak mengalami pengurangan atau penurunan sama sekali selama polis masih tetap berlaku / in-force. Kalau terjadi penurunan investasi, resikonya adalah hasil investasi lebih kecil daripada biaya asuransi, sehingga unit yang dicairkan untuk menutupi biaya menjadi lebih banyak. Bukan pengurangan dari perlindungan yang diberikan.

(2) Setiap saat Nasabah dapat menambahkan dana untuk menutupi kekurangan. Jadi, ketika memang terjadi penurunan hasil investasi, terutama di masa-masa awal berinvestasi, selalu bisa menambahkan jumlah unit yang dibutuhkan agar hasil investasinya berimbang dengan biaya.

(3) Secara statistik, tahun-tahun yang negatif lebih sedikit jumlahnya daripada tahun-tahun yang positif. Walaupun saat ini terjadi penurunan, dalam jangka panjang bisa diharapkan hasil investasi yang positif. Jadi, pada akhirnya tetap ada pertambahan dari hasil investasi sehingga Nasabah tidak perlu menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan seperti pada asuransi premi tunggal.

Dibandingkan dengan Asuransi Premi Tunggal, polis unit link memungkinkan total investasi yang lebih kecil karena nasabah terbantu oleh hasil investasi jangka panjangnya. Hal ini lebih terasa ketika ada biaya yang tinggi, yang dalam Asuransi seringkali timbul oleh Manfaat Tambahan / Rider pada polis. Rider kesehatan seperti penanggungan biaya rumah sakit membebani polis dengan biaya yang jauh lebih besar daripada manfaat dasar Uang Pertanggungan.

Asuransi unit link juga mengambil biaya asuransi pada saat biaya itu muncul, jadi seperti asuransi berjangka. Kelebihannya, kalau dalam asuransi berjangka tidak ada jaminan bahwa untuk masa berikutnya asuransi dapat diperpanjang. Dalam unit link, asuransi berlangsung terus dalam jangka waktu yang panjang hingga usia 75 tahun. Dalam statistik mortalitas Indonesia, ini adalah batas harapan hidup orang, jadi usia 75 secara umum sudah mencukupi.

Dengan demikian, jika memang menginginkan asuransi dengan perlindungan tambahan, ambillah polis unit link. Jika mau aman, anggaplah Nasabah membayar preminya sepanjang mereka membutuhkan; maka dalam kondisi krisis pun asuransi yang mereka peroleh tidak akan terhenti. Ketika kondisi perekonomian membaik -- sesuatu yang kita yakini pasti akan terjadi -- hasil investasinya membuat beban menjadi ringan, bahkan Nasabah kita bisa memperoleh pengembalian yang baik.

Bagaimana dengan melakukan investasi premi tunggal dalam unit link? Dalam kondisi krisis, tentu ada resiko dimana nilai aktiva bersih turun dan menimbulkan potential loss yang tidak diinginkan. Tetapi dalam keadaan tidak pasti, melakukan investasi sekaligus merupakan pilihan yang bisa diterima, asal kita mengelola investasi dengan melakukan diversifikasi sesuai karakter Nasabah.

Asuransi yang paling baik saat ini bukanlah asuransi yang tunggal, hanya satu macam. Jika Nasabah menginginkan perlindungan atas kekayaan yang bersifat pasti, lebih baik mengambil Asuransi seumur hidup dengan premi tunggal. Untuk perlindungan tambahan dan hasil investasi, lebih baik mengambil Asuransi unit link. Jadi, paling baik Nasabah mengambil kedua jenis, yang whole life memaksimalkan Uang Pertanggungan dan yang unit link memaksimalkan manfaat tambahan serta pertambahan investasi.

Salam asuransi,
Donny

18 Maret 2009

Sekarang Membaik, Apakah Terus Demikian?

Dalam beberapa hari terakhir, nampaknya keadaan ekonomi dunia mulai 'siuman' setelah terpukul keras. Akhirnya, Wall Street di bulan Maret ini mulai nampak bergerak naik, ditunjukkan oleh indeks Dow Jones Composite Average. Di satu sisi, orang-orang mulai berupaya untuk menjalankan lagi usahanya walaupun harus dengan susah payah. Di sisi lain, pemerintahan Obama memulai programnya untuk memberikan stimulus, yang konon dapat membuat pemulihan terjadi di akhir masa pemerintahan Barack Obama. Begitulah katanya.

Tetapi yang kita lihat sebenarnya, hari ini Amerika melakukan intervensi yang dalam atas sistem ekonominya. Pemerintah AS kini bergerak mengatur pasar, mengatur bagaimana perusahaan-perusahaan seharusnya bekerja. Memang, sebagian disebabkan oleh sikap tidak bertanggung jawab yang ditunjukkan, seperti ketika para petinggi AIG masih menerima bonus yang bernilai jutaan dollar. Sedemikian tidak bertanggung jawabnya, sehingga Presiden Obama sendiri berusaha menghentikan kekacauan dalam perusahaan yang baru-baru ini kembali menerima persetujuan dana talangan US$ 30 milyar. Total, AIG sudah menerima US$ 173 milyar dalam kurun waktu 6 bulan. Tetapi rupanya para eksekutif itu masih merasa bahwa mereka berhak atas bonus sebagaimana kontrak, sekalipun pembayarannya adalah dari dana talangan! Nyatanya, mereka sendiri sebagai eksekutif bekerja dengan kecerobohan dan keserakahan.

Jadi, dalam kasus ini kita mengerti dan bisa membenarkan kemarahan dari Presiden Obama. Kita bisa mengerti bagaimana Pemerintah mulai masuk dan membuat lebih banyak peraturan. The Fed juga dibuat untuk lebih banyak mengawasi, diberi lebih banyak kewenangan. The Fed kini dapat mendirikan pusat eksekusi dan pengawasan produk derivatif yang dilakukan melalui kontrak atas produk yang berasal dari saham, obligasi, nilai tukar, dan komoditas. Perbaikan kini mulai menunjukkan hasil, dan kita lihat bagaimana raksasa Citigroup bisa mulai mengatasi problemnya. Hal-hal inilah yang mendorong Wall Street mengalami peningkatan, yang diikuti oleh peningkatan di berbagai belahan dunia termasuk Asia, Indonesia.

Sayangnya, perbaikan di pasar saham tidak menunjukkan perbaikan yang lebih luas. Ukuran yang sesungguhnya harus dilihat dari pertukaran produktivitas dengan valuasi, suatu pertambahan nilai dari produksi atau jasa akan menimbulkan keuntungan dalam nilai uang. Mengalirkan uang tanpa meningkatkan produksi akan membuat ilusi, seolah-olah terjadi peningkatan produktivitas. Padahal, uang ini mengalir dari mesin cetak! Jika produktivitas tidak bertambah, pencetakan lebih banyak uang hanya membuat nilai uang semakin turun, atau inflasi. Bayangkan, bagaimana jika program stimulus sebesar US$ 2 Triliun benar-benar dikucurkan?

Hari-hari ini, realita produktivitas adalah penurunan. Di Amerika, orang masih di PHK di mana-mana, setiap bulan PHK mencapai 650.000 orang. Tingkat pengangguran mencapai 8.1%, dugaan yang mencemaskan adalah tahun ini tingkat pengangguran mencapai 10%. Angka yang kurang lebih sama juga terjadi di Eropa. Efeknya mulai terasa oleh sektor riil di Indonesia. Untuk kuartal I (Jan-Mar) 2009, Departemen Perindustrian memprediksi pertumbuhan industri hanya 2.5%. Kadin memprediksi kondisi ini lebih buruk lagi di kuartal II (Apr-Jun).

Stimulus yang dilakukan oleh Pemerintahan Obama memang besar, tetapi pertanyaan besarnya: apakah stimulus itu benar-benar meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek? Kalau programnya diteliti, sebagian masuk ke pendidikan, masuk ke infrastruktur, masuk ke proyek kemanusiaan -- tapi apakah hal-hal ini dapat segera meningkatkan produktivitas? Bagi warga Wall Street, program yang ada tidak menunjukkan keseriusan yang mendalam untuk meningkatkan ekonomi sekarang. Jadi, program stimulus memang membuat sejumlah laporan keuangan perusahaan yang bermasalah kelihatan bagus, tetapi tidak mengubah situasi fundamentalnya. Setelah dana talangan habis, seperti make-up yang luntur, nampak kembali keburukan dari industri yang sakit. Bagaimana dengan Indonesia?

Pemerintah Indonesia memang membuat stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 Triliun, tetapi kalau kita perhatikan ternyata lebih dari separoh adalah berupa pemotongan pajak. Belanja yang dilakukan dari angka ini hanya 14% saja, atau sekitar Rp 10,3 Triliun -- itupun dilakukan untuk proyek yang efeknya baru terasa dalam jangka panjang, seperti proyek infrastruktur. Bagaimana hal-hal jangka panjang ini dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi sebesar 6% di tahun ini?

Berita yang lebih suram terdengar dari Direktur Perencanaan Makro Bappenas, Bapak Bambang Prijambodo. Melihat indikator yang ada, rupanya perekonomian Indonesia telah positif memasuki era resesi. Indikator seperti perlambatan sektor produksi, penurunan kredit pembiayaan, pelemahan konsumsi domestik, dan perlambatan kinerja ekspor menegaskan kesimpulan Bappenas ini. Dugaan sementara, perlambatan akan terjadi sampai Oktober 2009 -- itu jika Pemilu yang diadakan dapat tuntas dengan aman dan tenteram.

Bagi masyarakat Indonesia, saat-saat ini adalah saat yang krusial untuk melakukan 2 hal. Yang pertama adalah melakukan lindung nilai terhadap kekayaan dan aset yang ada, paling tidak untuk diteruskan kepada generasi berikutnya. Yang kedua adalah melakukan diversifikasi dan leverage untuk meningkatkan produktivitas.

Lindung nilai dibutuhkan untuk memastikan kesejahteraan tetap dapat dipertahankan dan diteruskan kepada keluarga dan generasi penerus. Misalnya, hari ini seseorang telah memiliki Rp. 5 Milyar. Kondisi saat ini masih baik, tetapi penurunan bisa terjadi dengan cepat sehingga mungkin tahun depan nilainya menurun dan menurun lagi. Jika kita memperhatikan sekeliling, mungkin kita akan mendapati orang yang semula memiliki kekayaan berakhir dengan keadaan jatuh miskin. Akibatnya, anak dan cucunya hidup dalam kekurangan!

Untuk mendapatkan lindung nilai yang memadai, semasa orang masih mempunyai kemampuan ia dapat mengambil asuransi jiwa sebesar nilai kekayaan bersihnya sekarang. Dalam contoh di atas, seseorang bisa mengambil dengan besaran uang pertanggungan Rp. 5 Milyar atau lebih. Karena sifatnya yang lindung nilai, perlindungan ini diperoleh dengan cara premi tunggal, sehingga tidak ada resiko gagal bayar atau berhentinya proteksi di kemudian hari. Bila kemudian orang mengalami kemunduran dalam kekayaan bersihnya karena krisis moneter, ada suatu kepastian bahwa ada warisan yang cukup besar yang ditinggalkan kepada keluarga sebagai ahli waris.

Diversifikasi dan leverage menuntut kita semua untuk memikirkan kembali di mana saja kita menaruh uang. Jika selama ini seluruh dana disimpan di bank -- walaupun di bank yang berbeda-beda -- pada prinsipnya kita tidak mempunyai daya ungkit (leverage) finansial sehingga masa depan seluruhnya tergantung pada produktivitas kita sendiri. Ketika kita mengalami krisis, beban seluruhnya harus dipikul sendiri pula, bagaimana kita dapat bertahan melalui masa resesi yang terjadi?

Padahal ada banyak instrumen investasi yang dapat kita peroleh. Diversifikasi dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara resiko dan hasil, antara jangka panjang dan jangka pendek. Sejumlah investasi jangka pendek bahkan dapat memberikan tingkat pengembalian yang cukup tinggi, walaupun tentunya menuntut pengendalian yang lebih besar. Untuk investasi jangka panjang, kita tidak perlu melakukan banyak pengendalian asal kita bisa memilih manajer investasi yang benar-benar kompeten.

Yang terakhir, di saat-saat begini ada suatu hal ironis yang terjadi, menyangkut kepercayaan. Sejumlah orang menjadi orang yang tidak percaya -- mereka maunya hanya melihat ada uang di sana sini, baru percaya. Sebagian lain, menjadi orang yang percaya betul tentang satu tempat sehingga tidak melihat bagaimana kinerja yang sesungguhnya.

Jika kita menjadi orang yang tidak percaya, maka pada akhirnya kita akan terjebak dengan nilai nominal uang, sementara daya beli sesungguhnya memudar dengan cepat. Kalau sudah demikian, apa gunanya sikap tidak percaya yang serba-melindungi-uang itu? Sebaliknya, jika kita menjadi orang yang percaya total (dan agak membabi buta), tidak ada lagi pengendalian yang dilakukan dan tiba-tiba saja kita terkejut oleh situasi yang terjadi.

Kiranya, kita tidak jatuh dalam situasi yang ironis ini, yang berakhir dengan tererosinya masa depan yang kita harapkan. Kini adalah kesempatan sebelum resesi benar-benar meledak dan membuat kita begitu sibuk serta tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

11 Maret 2009

Mari Saling Berbagi

Sejak bertahun-tahun lamanya, orang belajar untuk menjadi pebisnis dengan cara mengalahkan para pesaingnya. Berbagai cara dilakukan, bahkan dengan saling sikut dan saling mematikan. Inilah lingkungan bisnis yang dog-eats-dog. Inilah yang dikatakan "realita bisnis" dan orang menganggap bahwa mereka yang berjiwa lemah dan berhati kecil tidak akan dapat memenangkan persaingan.

Dengan komunikasi dan transportasi yang baik, persaingan menjadi luas. Pengusaha di Jakarta bisa bersaing dengan Surabaya. Orang Bandung bersaing dengan orang Semarang. Orang Indonesia bersaing habis-habisan, sampai akhirnya mengulangi lagi kejadian yang membuat negeri ini terjajah. Persaingan dilakukan dengan menggandeng orang-orang asing.

Tidak ada yang salah dengan asing, sebenarnya, karena sekarang ini seluruh dunia sudah terhubung menjadi ekonomi global. Sudah bukan waktunya lagi orang hanya berpikir sempit dan lokal; ada banyak kesempatan dan penawaran yang tersedia di berbagai penjuru dunia. Tetapi masalahnya menjadi lain ketika untuk memenangkan persaingan, orang Indonesia memakai tangan orang asing untuk mematikan sesama orang Indonesia dalam bisnis. Yang menang, adalah orang asing yang bisa masuk.

Coba kita lihat. Perbankan kita sekarang didominasi kepemilikan asing. Toko raksasa kita adalah jaringan asing semua, yang menggeser peran pasar tradisional. Pendidikan kita yang dianggap hebat adalah yang asing. Kesehatan yang disediakan dan dianggap paling bagus, yaitu yang asing punya. Kita mau pengobatan modern dari Barat, atau sekarang ini mulai dengan pengobatan alternatif dari China. Pengobatan tradisional Indonesia?

Bedanya, kalau di China ilmu pengobatan menjadi aset yang dikelola dengan serius oleh Pemerintah China. Kalau di Indonesia, justru praktek tradisional dilihat dengan sebelah mata, menjadi incaran POM kalau ada yang 'menyimpang'. Tidak ada investasi, tidak ada regulasi yang serius untuk mengembangkan pengobatan tradisional. Untungnya masih ada pengusaha yang berjuang mengangkat jamu dari Indonesia.

Maka kita menemukan keganjilan Ponari. Di sisi yang lain, kita menemukan praktek-prakter yang merugikan dan memeras orang yang dilakukan oleh rumah sakit dan dokter yang berpraktek. Ini adalah suatu praktek yang benar secara medis, tetapi salah secara finansial. Alhasil, mungkin orangnya sembuh tetapi secara finansial terjadi kerugian, bahkan kerusakan. WHO menunjukkan, setiap tahun 100 juta orang menjadi miskin karena harus menebus biaya kesehatan.

Sayang, tidak ada survei yang lengkap tentang jumlah orang Indonesia yang jadi miskin setiap tahun karena harus menebus biaya kesehatan.

Ketika terjadi krisis global, tiba-tiba saja semua keunggulan lenyap. Apa yang semula dilihat sebagai kemampuan bersaing -- competitive advantage -- tidak lagi berarti. Dan tiba-tiba juga, kita bersaing dengan pasar global, di mana orang Indonesia harus bertemu dengan pemain-pemain kelas dunia dan permodalan yang jauh lebih besar dan kuat.

Kita tidak punya banyak kesempatan jika hanya bergerak sendiri. Maka, satu-satunya cara adalah dengan bekerja sama secara kolektif. Itu berarti membuka diri, membagikan kekuatan dan daya saing kita kepada orang-orang lain sebangsa dan setanah air. Itu berarti bersedia merangkul sesama saudara Indonesia, bukan merangkul orang asing.

Lihatlah, saat ini seluruh dunia berusaha keluar dari kemelut krisis global. Pemerintah melakukan penalangan (bailout) bagi perusahaan-perusahaan, untuk menopang daya saing. Pemerintah Indonesia memberi dana talangan untuk membuat orang tetap konsumtif. Apakah program stimulus dari Pemerintah kita membuat pengusaha kita menjadi lebih tangguh?

Kalau memang benar-benar mau berhasil, kita harus saling berbagi dan saling memperkuat produktivitas kita. Pemerintah juga harus menolong rakyat untuk menjadi lebih produktif, bukan sekedar lebih senang atau berterima kasih agar nanti memilih dalam Pemilu 2009.

Ayo, mari saling berbagi....

03 Maret 2009

Kesempatan

Sejak 6 bulan terakhir, kita menjumpai berita buruk. Dan banyak berita buruk. Tambah lagi berita buruk. Nampaknya, tiada hari tanpa suatu peringatan atau kesulitan, dan dengan sewajarnya banyak orang lantas menjadi ketakutan. Bagi orang-orang yang mengikuti berita, berita buruk yang konsisten selama setengah tahun adalah pertanda pasti bahwa semuanya akan menjadi semakin jelek. Bagi orang lain yang tidak baca berita, atau yang hanya sekali-sekali saja mendengarkan televisi, mereka sudah cukup kuatir dengan memperhatikan orang yang membaca dan berkomentar tentang betapa kacaunya dunia.

Dalam hal ini, saya harus mohon maaf karena ikut ambil bagian. Kemarin-kemarin, saya ikut menulis sesuatu yang menakutkan.

Di awal bulan Maret ini, tadinya saya ingin menulis sesuatu ulasan tentang kondisi sekarang -- dan apa yang tersusun sebagai bahan adalah keburukan dan krisis lain yang terjadi. Tapi, apa yang akan saya tuliskan, bukankah kembali mengulas tentang "Most Asian markets extend slump amid finance gloom"? Jadi, kembali yang muncul adalah berita buruk. Kenyataannya, hari ini memang segala usaha mengalami tekanan. Memang pasar Asia masih loyo. Namun, apakah kenyataan hari ini memutlakkan perkiraan tentang masa depan?

Justru di situ masalahnya. Kenyataan hari ini bukan sesuatu yang dapat diperdebatkan: yang terjadi benar-benar telah terjadi. Tetapi, peristiwa hari ini tidak memutlakkan pemahaman apapun tentang hari esok. Kenyataan bahwa masalah finansial di AIG dan HSBC membuat Wall Street turun ke rekor (kalau mau dibilang begitu) terendah dibawah 7000 dalam bertahun-tahun terakhir -- semua ini tidak memastikan bahwa perkiraan "hari besok yang suram" akan menjadi kenyataan.

Sebaliknya, kita bisa membaca bahwa transaksi di bursa efek Indonesia jumlahnya menyusut drastis. Saat ini banyak dana sedang parkir di suatu tempat, tidak lagi berputar karena pengelolanya dipenuhi kekhawatiran. Dari satu sudut pandang, dana yang berhenti berarti berhenti pula ekonomi, karena aset tidak berkembang. Tidak terjadi peningkatan. Tidak muncul kesempatan bisnis seperti biasa.

Tetapi di sisi lain, kita melihat bahwa saat ini ada MASALAH besar dari para pemilik dana, karena mereka tidak ingin asetnya tidak berkembang. Mereka tidak mau dananya mandek di satu tempat. Mereka ingin suatu kepastian, termasuk kepastian untuk mendapatkan suatu pengembalian. Masalahnya, di Indonesia saat ini tidak banyak pilihan. Hari ini Bisnis Indonesia memberitakan bahwa PT BNI Tbk mengisyaratkan akan menunda penerbitan obligasi subordinasi senilai US$ 300 juta mengingat situasi pasar finansial yang belum membaik. PT BNI Tbk tidak yakin bisa menandingi obligasi pemerintah yang kuponnya dibuat di atas 11%. Harga saham BNI sendiri turun melemah 7,14%.

Jika Anda menjadi pemilik dana yang besar, berita semacam ini membuat Anda tidak berani bergerak. Kalau obligasi korporasi dari PT Bank Negara Indonesia Tbk sudah diragukan, bagaimana dengan obligasi lain di Indonesia? Bagaimana dengan tempat berinvestasi lain yang kapitalisasinya di bawah BNI?

Dalam struktur perencanaan keuangan, proteksi asuransi menjadi dasar, menjadi fondasi. Menjadi tulang. Pertama-tama, asuransi memberikan KEPASTIAN mengatasi segala resiko finansial yang terjadi. Tetapi, asuransi juga menjadi sumber dana terakhir pada saat keadaan terlalu berat. Hanya asuransi yang satu-satunya memberikan jaminan atas suatu tingkat suku bunga dalam jangka waktu yang panjang, meskipun tentunya tingkat suku bunganya rendah dibandingkan dengan pilihan investasi lain. Apalagi, kalau kita melihat dalam mata uang keras seperti USD.

Ambil contoh, Guaranteed Plan. Ini adalah program sepanjang 8 tahun yang memberikan kepastian suku bunga majemuk 3,8% per tahun, atau 134,76% dari premi tunggal. Bandingkan dengan tingkat suku bunga The Fed yang 0% - 0,25% saja. Produk konvensional lain dari Sequis dalam USD memberikan tingkat pasti 2,75%, misalnya untuk Saver Plan atau Life Plan 100. Satu hal yang menyenangkan: yang DIJAMIN (Guaranteed) tidak tersedia dalam penawaran pesaing kita. Ayo, siapa yang mau?

Jika seseorang memiliki dana untuk dijaga, pilihan Guaranteed Plan menjadi pilihan yang menarik. Mau lebih menarik? Bagi dua dana yang ada. Yang satu bagian, masukkan ke guaranteed plan. Sebagian lagi, masukkan ke New Investor dalam USD. Pengembaliannya menjadi dua tingkat: terjamin dalam USD, juga bisa bertumbuh dalam investasi yang stabil dengan rata-rata pengembalian di atas 3,8%. Dana bisa disimpan selama 8 tahun saja, di mana kita harapkan kondisi telah membaik. Saat itu Nasabah bisa memilih untuk kembali mengambil produk dengan investasi yang lebih banyak.

Pada prinsipnya, dengan kondisi yang dipenuhi banyak ketidakpastian, kita perlu menyediakan alternatif-alternatif. Dengan cara begitu, resiko tidak terakumulasi di satu tempat. Tidak perlu mendengarkan berita buruk. Karena kita mempunyai SOLUSI untuk masalah, semakin banyak masalahnya, semakin baik karena banyak orang membutuhkan jalan keluar yang bisa mereka peroleh!

Jadi, mungkin berita buruk masih terdengar, terbaca, terlihat melalui berbagai media. Kita bisa turut pusing dengan semua "keburukan" situasi yang terjadi. Tetapi, kita juga bisa menjadi lebih kreatif dan justru mengambil posisi yang tepat untuk mengatasi masalah. Ada begitu banyak masalah. Ada begitu banyak kesempatan... asal kita bisa menjadi orang yang dipercaya.