Orang majus bukan orang Yahudi. Mereka dari kalangan kasdim, yang dahulu berpusat di babilon, yang di masa Nebukadnezar telah menawan orang Yahudi. Dipikir demikian, sebenarnya orang Yahudi lebih lemah daripada orang kasdim, di bawah kebanggan jadi orang majus. Tetapi orang kasdim juga tidak pernah lupa Daniel dan Ratu Ester, karenanya sejak dahulu orang kasdim tahu soal keistimewaan Allah orang Yahudi.
Saat Yesus lahir, Babel sudah ditaklukkan Yunani, dan Yunani sudah ditaklukkan Romawi. Orang majus menjadi kaum elite istimewa, yang tetap dihormati melewati abad2 peperangan. Sementara itu, orang Yahudi tidak pernah menjadi besar walaupun sudah kembali dari pembuangan di masa Ezra dan Nehemia. Setelah 4 abad, mereka tetap menjadi kaum eksklusif, tertutup, dan berpusat di Yerusalem. Sejak jaman Ezra, mereka tidak lagi bergaul, menikah, atau menyesuaikan dengan cara hidup orang lain, apalagi dengan para majus yang jauh.
Karena itu, bayangkan betapa terkejutnya Herodes. Kaum elite dari Timur, menempuh perjalanan jauh, untuk menyembah raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Ada tiga hal yang mengherankan di sini.
Yang pertama, kelahiran itu ditegaskan oleh tanda alam. Bintang yang diamati orang majus menyatakan keistimewaan Raja orang Yahudi -- tapi hanya orang majus saja yang bisa memahami tanda alam, karena mereka mengamati. Apakah pengamatan ini mudah? Tidak. Mereka belajar mengamati langit malam sejak kecil. Harus membedakan berbagai susunan dan gerak benda langit yang rumit.Soal bintang penunjuk, pastilah bukan bintang yang sangat mencolok, karena jika begitu maka kegemparannya mungkin melanda seluruh dunia! Lagipula perjalanan mereka jauh dan panjang, jadi pasti bukan mengikuti satu tanda di langit semacam komet atau sejenisnya yang hanya muncul sebentar. Sungguh sukar! Pelajaran: apakah kita mempelajari tanda alam, tentang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya? Atau kita seperti banyak orang lain yang tidak mengerti melihat bintang, karena terlalu sibuk mengurusi kepentingan kita sendiri?
Yang kedua, mereka memahami bahwa raja itu baru dilahirkan. Masih anak-anak. Tetapi, ada keyakinan dan kepastian bahwa anak ini yang akan menjadi Raja, bukan anak yang lain, dan bukan dari bangsa lain. Pikirkanlah: orang majus sendiri punya agama dan keyakinan berdasar bintang-bintang. Mereka tidak pernah jadi orang Yahudi, atau ikut kepercayaan Yahudi. Kalau mengikuti logika, susah diterima. Tapi, bagi mereka yang melihat langit, keyakinannya melebihi logika dan 'masuk akal'. Pelajarannya: bagi kita yang sudah sering diajar untuk serba ilmiah, butuh penelitian mendalam dan rasional, apakah keyakinan itu masuk akal? Bagi banyak orang modern, keberadaan Yesus sebagai Tuhan adalah tidak masuk akal. Sekalipun dibesarkan dalam keluarga Kristen, tokoh2 teologi kontemporer tidak percaya bahwa Yesus adalah Kristus, TUHAN. Apakah kita sungguh percaya Yesus adalah Tuhan, Tuan bagi hidup kita? Kita bisa saja aktif di gereja, namun kepercayaan itu haruslah berasal dari diri kita masing2.
Yang ketiga, para majus itu bukan sekedar ingin tahu, melainkan mereka datang untuk menyembah-Nya. Mereka, yang bukan Yahudi, datang dari jauh untuk menyembah anak yang diyakini jadi Raja -- itu berarti mereka mengakui bahwa Raja orang Yahudi bukan hanya jadi Raja bagi orang Yahudi, melainkan jadi RAJA bagi segenap umat manusia! Mereka datang dan bertemu Herodes, raja bagi orang Yahudi saat itu, namun mereka tidak menyembahnya, bukan? Bahkan, mereka tidak takut kepada Herodes, yang bertanya dengan detil... Sampai Herodes sendiri berpura-pura mau menyembahnya padahal raja gila itu membunuh anak kandungnya sendiri karena dicurigai mau merebut tahta! Hanya keyakinan akan ke-Allah-an dari Raja orang Yahudi yang membuat para majus bersikap demikian. Bagi Dia yang kedatangannya ditandai bintang, hanya ada kemuliaan yang lebih besar daripada segala bintang!
Pelajaran terpenting: apakah kita memiliki sikap hati menyembah secara demikian, seperti orang majus? Jika kita mencari-Nya, siapkah kita untuk menyembah-Nya?
Lebih hebat lagi: bukan kita yang menemukan Tuhan, sebaliknya kitalah yang ditangkap oleh-Nya, di beri anugerah untuk menjadi satu dengan Kristus. Jadi, apakah sikap kita dalam kehidupan... Apakah kita bisa mengabaikannya, atau menganggap-Nya sebagai sampingan saja dalam hidup kita yang sibuk dengan segala macam urusan?
Marilah, bersama-sama para majus, kita menyembah Tuhan Yesus Kristus, yang kelahiran-Nya kita rayakan!
Selamat Natal!
Donny, des 2011
Published with Blogger-droid v2.0.2