Ealah, ternyata pada akhirnya... bingung. Tepatnya, pada saat harus mencoblos salah satu calon presiden, muncul keraguan dalam hati (yang sebelumnya, juga tidak pernah merasa pasti!). Sebenarnya strategi yang disusun mudah saja: carilah mana capres-cawapres yang tidak akan dipilih, sampai pada akhirnya tinggal satu saja yang tersisa. Kenapa pakai strategi ini? Karena dari seluruh calon yang diajukan, tidak ada satu pun yang benar-benar dapat sepenuhnya dipercaya. Jadi, cari yang paling baik di antara yang buruk, begitu.
Sederhananya sih, tinggal satu yang tersisa lantas dicoblos. Tapi, di akhir periode timbang-menimbang, ada dua yang tersisa. Yang satu Pak Susilo, yang lain Ibu Mega. Pak Susilo baik dan strategis, tapi agak sukar untuk mempercayainya, apalagi dengan koalisinya dengan orang-orang yang tidak meyakinkan semacam PBB dan Pak Yusril itu. Pandai sih pandai, tapi terlalu arogan dan tidak tulus dan fanatik pada agama... Demikian juga dengan Pak Jusuf Kalla yang diisukan macam-macam.
Kalau Ibu Mega lebih tulus kelihatannya, juga lebih terbuka pada segala golongan, termasuk Kristen. Tapi ya itu, selama ini sudah terbukti dan teruji bahwa beliau tidak terampil dalam menangani isu-isu. Mungkin Ibu Mega sudah kerja keras ya... tapi masih kurang tegas dengan bawahan. Juga tidak ada perubahan apa-apa dalam menangani birokrasi, sehingga di tangannya terjadi korupsi lebih dahsyat lagi.
Jadi, pilih siapa? Akhirnya, ketulusan cinta dan kenikmatan lebih penting. Saya mencoblos istri saya... (maksudku, pilihlah perempuan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar