Cari Blog Ini

30 Juni 2004

KEBANGKITAN

"Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." - 1 Kor 15:20

Kemana Gereja akan melangkah bila di ujung jalan tidak ada kebangkitan?

Kematian adalah realita hidup. Hingga saat ini, orang dilahirkan, hidup, lalu mati. Apa yang menjadi alasan bagi seorang manusia dalam hidup bila di ujungnya hanya ada kematian? Untuk apa berbuat baik, membagikan derma, menolong orang dan mendapatkan nama, bila akhirnya lenyap seperti debu? Untuk apa saling menjaga rasa, mencari-cari kebenaran dan berusaha melakukan keadilan? Tidak ada artinya. Paling-paling hanya demi mendapatkan pujian dari manusia lain, dari masyarakat. Itupun akan dengan segera dilupakan. Bahkan, dalam realita kebaikan itu begitu cepat dilupakan, sehingga bila kebaikan yang bertahun-tahun berhenti dilakukan, pelakunya akan segera dilupakan. Manusia memang mahluk yang mencari-cari pemuasan nafsunya sendiri; bila tidak penting dan berarti bagi dirinya, tidak ada gunanya diingat-ingat.

Bila hidup manusia memang hanya berhenti pada kematian, maka masalah terbesar manusia adalah bagaimana menikmati hidup sebanyak mungkin. Terjadilah peradaban berdasarkan kepentingan; benar atau salahnya sesuatu tergantung dari sejauh mana sesuatu itu melayani kepentingan pihak-pihak yang terlibat. Perang atau damai, menghancurkan atau memelihara, berkhianat atau setia, hanya berbeda dalam memenuhi kepentingan-kepentingan yang berbeda. Kepentingan-kepentingan yang diatur dan dinilai berdasarkan kemampuan olah pikir manusia dalam rasio, perasaan, atau keterampilan dan pengetahuan.

Ketika Gereja terseret dalam konflik kepentingan, tanpa disadari Gereja beraktivitas hanya menurut kepentingan-kepentingan pihak-pihak yang aktif di Gereja. Ketika Gereja sudah punya aset beberapa milyar, atau seorang tokoh dalam Gereja telah memperoleh publisitas yang luas, aktivitas Gereja adalah bagaimana memelihara harta yang begitu banyak itu atau bagaimana memelihara rating gereja berdasarkan jumlah jemaat yang datang. Bukan Injil lagi yang penting, melainkan bagaimana memelihara agar orang tetap datang beribadah di Gereja itu, tetap memberikan persembahan dengan setia. Berita-berita seperti seruan untuk pertobatan menjadi tidak relevan dengan kepentingan Gereja. Berita tentang kebangkitan pun menjadi sesuatu yang mengganjal dalam aktivitas Gereja.

Mengapa mengganjal? Sebab berita kebangkitan memindahkan kepentingan dari masa kini ke masa depan. Jemaat didorong untuk mencari berkat-berkat sekarang, waktu ini juga. Konteks pemberitaan Injil diberi bingkai masa kini, hukum tabur-tuai, soal persembahan perpuluhan, soal menang dari masalah dan kesulitan, semuanya menjadi menarik karena terjadi saat ini, saat manusia masih hidup di dunia. Penderitaan hidup di dunia ini menjadi musuh yang harus dienyahkan dalam nama Tuhan, kesulitan harus pergi sekarang juga dari hidup orang percaya. Namun pesan kebangkitan memberikan bingkai waktu yang berbeda, yaitu berkat-berkat yang dicurahkan nanti, dalam kehidupan yang lebih tinggi daripada yang dihidupi sekarang di dunia. Nanti manusia akan mendapatkan hidup yang sepenuhnya bebas dari penderitaan, bebas dari kesedihan, penyakit, cacat, kelaparan, kemiskinan, bahkan bebas dari kematian. Pesan kebangkitan mendorong jemaat untuk meletakkan pengharapan pada kehidupan yang akan datang. Perbedaan ini menciptakan ganjalan bagi kepentingan Gereja yang bertujuan menghibur jemaat yang berkepentingan mencari kesejahteraan dan kelegaan dari kesulitannya sekarang juga.

Oleh sebab itu, kita menjumpai bahwa pesan kebangkitan ini tidak lagi banyak dibicarakan dalam Gereja, terutama yang pengajarannya diisi oleh teologi kemakmuran. Pengajaran soal kebangkitan secara formal tidak ditolak, namun sudah digeser sedemikian rupa ke belakang, menjadi urusan masa depan yang tidak perlu dipikirkan sekarang. Yang menjadi fokus adalah kesejahteraan hidup masa kini, sedemikian rupa sehingga dalam prakteknya orang seolah-olah tidak lagi punya pengharapan atas kebangkitan. Kebangkitan kehilangan maknanya ketika dengan setengah berputus asa orang berusaha untuk mendapatkan segala berkat dari Tuhan sekarang juga. Kerohanian seseorang kemudian dinilai dari seberapa besar berkatnya yang ia terima selama ia hidup, dan mulailah kita menjumpai pendeta-pendeta yang memamerkan berkat kekayaannya.

Kebangkitan itu sendiri menjadi misteri, menjadi sesuatu yang tidak bisa sungguh-sungguh dipahami oleh akal budi manusia. Orang yang sangat mengutamakan akal budinya akan kesulitan untuk menerima kebangkitan sebagai suatu realita yang terjadi, dimulai dari kebangkitan Yesus dahulu dan akan diikuti oleh segenap orang percaya kelak. Bagi sebagian orang yang sangat rasional, kebangkitan bahkan ditolak sama sekali, dianggap sesuatu yang mustahil terjadi. Kebangkitan dianggap hanya sebagai bagian dari dongeng-dongeng mistik dalam masyarakat.

Paulus dalam suratnya ini berbicara panjang lebar untuk mendorong jemaat kembali berpegang pada pengharapan dalam kebangkitan, untuk menjawab orang-orang yang tidak percaya pada kebangkitan. Ia memulai dari satu kenyataan: bahwa kebangkitan benar-benar telah terjadi, yaitu kebangkitan Kristus. Jadi premis orang yang menyatakan bahwa tidak ada kebangkitan dari antara orang mati telah gugur, sebab kenyataannya ada Yesus yang bangkit dari kematian. Oleh karena Yesus telah bangkit, maka segala usaha dalam kekristenan memiliki arti yang nyata, bukan sekedar ide dalam kemungkinan-kemungkinan.

Kebangkitan adalah kenyataan, sebab itu orang dapat dengan yakin melakukan pemberitaan Injil, memberikan sebuah kepercayaan yang memiliki makna yang berarti. Kebangkitan Kristus memungkinkan orang untuk menaruh pengharapan kepada-Nya, untuk mengambil bagian dalam kebangkitan-Nya kelak. Pengharapan itu sungguh-sungguh bermakna, sebab akan sungguh-sungguh terjadi. Kristus yang telah bangkit akan memberi kebangkitan bagi setiap orang yang bersekutu dengan-Nya. Anak-anak Tuhan akan hidup bersama Kristus dalam kemenangan, dalam hidup di mana Kristus duduk sebagai Raja di atas dunia yang takluk di bawah kaki-Nya.

Tidak sia-sia orang berusaha untuk hidup benar dan adil, meskipun nyatanya dunia saat ini tidaklah benar atau adil. Tidak sia-sia orang berusaha untuk memberi kebaikan, membangun dan memelihara, walaupun hidup manusia diisi oleh kesulitan penderitaan. Ketika rasa sakit datang dalam setiap tarikan nafas, kesulitan menyergap dalam setiap langkah, dan bau kematian menggantung di mana-mana, mungkin hidup orang begitu suram hingga hembusan nafas terakhirnya. Namun hidup dapat tetap memiliki makna sebab ada kepastian atas kebangkitan ke dalam kehidupan yang jauh lebih baik, saat di mana segala berkat dan kuasa Tuhan tercurah tanpa terhalang.

Tidak ada komentar: