Belum lama ini saya terlibat dengan pembicaraan yang menarik di kantor. Mula-mula pembicaraannya adalah tentang Hukum Taurat, serta apa bedanya dengan Kitab Taurat. Dengan mudah kami semua sama-sama memahami bahwa yang disebut dengan Kitab Taurat atau Torah adalah lima kitab Musa: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Hukum Taurat terkandung di dalam Kitab Taurat, meliputi berbagai aturan tentang ibadah/ritual, aturan sosial, dan moralitas. Selain Hukum, Kitab Taurat juga berisi berbagai riwayat, informasi orang dan tempat, serta penjelasan tentang latar belakang sejarah Israel.
Kita bisa belajar dari Paulus tentang sasaran dari Hukum Taurat: 1 Tim 1:9 ...yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya,...
Gal 3:24 Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman.
Dari sini, dengan cepat kita bisa mengikuti pengajaran bahwa Kristus telah menggenapi Hukum Taurat, telah menyelesaikan Perjanjian Lama antara Allah dengan bangsa Israel. Kini adalah masa Perjanjian Baru, suatu tatanan baru yang tersedia bagi semua orang, segala bangsa, yang dengan tulus dan kesungguhan bersedia percaya kepada Kristus. Hukumnya bukan lagi Hukum Taurat yang justru membuat orang jadi berdosa, melainkan hukum Roh yang menyelamatkan manusia melalui iman. Tentang ini, saya dan teman-teman di kantor pun setuju dengan suara bulat.
Kemudian, kami membicarakan akibatnya. Apa akibat yang terjadi setelah ada Perjanjian Baru? Apa arti Kitab Taurat bagi orang Kristen?
Ketika kita membaca Kitab Taurat, di dalamnya kita menemukan penuturan tentang diri TUHAN, Allah pencipta. Kita belajar tentang karakter-Nya, tentang apa yang Ia suka dan tidak suka. Kita belajar tentang konsistensi-Nya, kekudusan-Nya, keadilan-Nya, juga belas kasih-Nya. Bukankah Allah yang membinasakan semua orang yang tidak menjaga kekudusan adalah juga Allah yang menyuruh orang Israel menolong keledai musuh yang masuk rebah karena terlalu banyak beban (Kel 23:5)?
Jadi, walaupun Hukum Taurat sudah digenapi dan tidak menjadi patokan lagi, karakter Allah yang dinyatakan melalui Hukum itu tetap berlaku. Ia tetap menginginkan kesungguhan hati, menjaga kekudusan, juga kesetiaan. Ia tetap menginginkan hubungan sosial yang saling menjaga dan memelihara, juga mempertahankan moralitas yang sempurna. Tentang hal-hal ini, Allah tidak berubah; Ia tetap sama, dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya. Hanya, aturan ibadah yang berpusat pada korban sebagai penjaga hubungan antara manusia dengan Allah telah digantikan dan dipenuhi dengan sempurna oleh Tuhan Yesus Kristus, jadi tidak perlu lagi dilakukan. Jalan itu kini telah terbuka lebar, tirai penutup telah terkoyak besar, terbelah dari atas sampai ke bawah.
Karena itu, tidak lagi dibutuhkan para imam yang secara rutin mempersembahkan korban. Tidak lagi dibutuhkan orang-orang Lewi yang bergiliran bertugas di Bait Allah; kini KITA adalah Bait Allah. Dan kita adalah anak-anak Allah, karena kita kini bisa memanggil dengan sebutan Bapa kepada Allah kita di Surga. Bukankah sangat mengherankan, juga amat indah, bisa memanggil Bapa kepada-Nya?
Lalu, karena aturan korban tidak lagi dijalankan dan orang Lewi tidak lagi dibutuhkan, maka bagaimana tentang PERPULUHAN? Jika kita mempelajari Alkitab, kita dapat mengetahui bahwa perpuluhan adalah bagian dari Hukum Taurat yang menjamin kehidupan suku bangsa Lewi yang tidak memiliki tanah pusaka. Beginilah yang dituliskan dalam Kitab Bilangan:
Bil 18:21 Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan.
Bil 18:24 sebab persembahan persepuluhan yang dipersembahkan orang Israel kepada TUHAN sebagai persembahan khusus Kuberikan kepada orang Lewi sebagai milik pusakanya; itulah sebabnya Aku telah berfirman tentang mereka: Mereka tidak akan mendapat milik pusaka di tengah-tengah orang Israel."
Ketika bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian, persembahan persepuluhan itu menjadi sumber sukacita bagi mereka di hadapan TUHAN:
Ul 12:17-18 Di dalam tempatmu tidak boleh kaumakan persembahan persepuluhan dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, ataupun dari anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu, ataupun sesuatu dari korban yang akan kaunazarkan, ataupun dari korban sukarelamu, ataupun persembahan khususmu. Tetapi di hadapan TUHAN, Allahmu, haruslah engkau memakannya, di tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, engkau ini, anakmu laki-laki dan anakmu perempuan, hambamu laki-laki dan hambamu perempuan, dan orang Lewi yang di dalam tempatmu, dan haruslah engkau bersukaria di hadapan TUHAN, Allahmu, karena segala usahamu.
Kalau begini, jelas bahwa persepuluhan -- atau disingkat perpuluhan -- adalah bagian dari hukum Taurat. Dan, sebagaimana hukum itu telah digenapi dan berlalu, maka demikian pula aturan persepuluhan sudah berlalu. Tidak lagi berlaku.
Sampai di sini, teman-teman ada yang protes. "Mana bisa! Sudah jelas bukan, bahwa kita semua HARUS memberikan perpuluhan?" Dia membuka sebuah ayat, demikian:
Im 27:30 Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN.
Im 27:32 Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi TUHAN.
Di sini jelas disebutkan, bahwa segala sepersepuluh hasil dari tanah dan ternak adalah milik TUHAN. Harus dipersembahkan kepada TUHAN, sebagai persembahan kudus. Tetapi kita bisa melihat bahwa semua ini adalah perintah TUHAN kepada Musa di Gunung Sinai untuk disampaikan kepada orang Israel. Di dalamnya terkandung pengertian yang kekal bahwa bumi dan segala isinya adalah milik TUHAN. Tetapi, peraturan persembahan itu sendiri adalah bagian dari hukum Taurat.
Dan hukum Taurat sudah digenapi, sudah selesai. Sudah finish. Tidak dibuka lagi, tidak diungkit lagi. Karena jika kita mau membuka kembali Perjanjian Lama, maka kita harus mengenakan tanda fisik dari Perjanjian Lama, yaitu tanda perjanjian antara Abraham dengan Allah: tanda sunat. Tetapi,
Gal 5:2 Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.
Artinya, kalau kita masih mempermasalahkan persepuluhan sebagai kewajiban dan syarat untuk berhubungan dengan Tuhan, maka Kristus sama sekali tidak akan berguna bagi kita! Apakah yang dapat dicapai oleh manusia dengan memberikan persepuluhan? Bagaimana mungkin kita masih terikat untuk persembahan persepuluhan, sama seperti orang Israel yang diikat Hukum Taurat?
Jadi, saya yakin 100%, bahwa aturan persepuluhan itu sudah berlalu. Tidak ada lagi keharusan untuk memberikan sepersepuluh, apalagi menjadi syarat untuk berhubungan dengan Allah. Kita adalah orang-orang yang sudah ditebus dan diangkat sebagai ANAK, dan di mana ada anak yang berkewajiban memberi sepersepuluh dari pendapatannya untuk tetap menjadi seorang anak? Sebaliknya, Tuhan sudah membayar kita lunas dari semua hutang dosa, dengan darah yang amat mahal! Masihkah memberi atau tidak memberi sepersepuluh penghasilan menjadi suatu urusan yang membatasi hubungan kita dengan TUHAN?
Sampai di sini, terjadilah sedikit kehebohan. Saya tidak tahu, apakah saudara sekalian juga sedikit merasa heboh? Ah, si donny ini macam-macam saja, kata temanku yang Batak itu. Pendeta di banyak gereja sudah begitu sering berkotbah dan menekankan keharusan memberi perpuluhan, apa si donny mau menantang Pendeta?
Ah, bukan menantang, Bang. Tetapi bagi saya Firman Allah berbicara dengan jelas dan tegas, dan tidak ada Pendeta atau siapa pun juga yang bisa bersuara lebih keras dari ayat-ayat ini. Lagipula, acapkali terjadi keributan karena uang perpuluhan itu begitu besar dan menggiurkan, sehingga diselewengkan oleh Pendeta dan pejabat gereja. Tidak sedikit gereja yang memasukkan semua uang perpuluhan ke dalam satu tangan Pendeta, tanpa ada audit atau laporan penerimaan dan pengeluaran. Dan akibatnya pula, tidak sedikit orang yang skeptis dan mencurigai setiap ajakan Pendeta untuk memberi persembahan perpuluhan, karena disangkanya Pak Pendeta sedang berusaha memperkaya dirinya sendiri(sampai sini, saya jadi ingat Mang Ucup yang jeli menyoroti hamba duit).
Lantas bagaimana? Kalau begitu, apakah persembahan tidak perlu lagi dilakukan? Wahai kawan, jangan begitu cepat merasa senang. Ingatlah, bahwa Kristus tidak membatalkan Taurat, melainkan Ia MENGGENAPInya. Membuatnya menjadi sempurna.
Jika kita belajar Injil baik-baik, kita menemukan bahwa Kristus sebenarnya MENINGKATKAN tuntutan-tuntutan Hukum Taurat. Coba lihat, misalnya:
Mat 5:20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Siapa orang Farisi dan ahli Taurat? Mereka orang yang habis-habisan berusaha memenuhi hukum Taurat dengan sempurna. Tetapi, mereka tidak cukup baik. Orang harus LEBIH baik lagi. Hal ini diwujudkan dalam berbagai perbuatan, misalnya:
Mat 5:22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
Mat 5:28 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.
Mat 5:32 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.
Mat 5:34-37 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
Kalau sudut pandang kita masih seperti orang Farisi atau ahli Taurat, maka sebenarnya standar kita masih rendah di hadapan-Nya. Menjadi pengikut Kristus berarti mengenakan standar Kristus: standar ilahi yang sempurna. Kita harus melihat dari tempat yang lebih tinggi, memperhatikan lebih mendalam. Kalau kita masih berpikir tentang persembahan hanya berupa uang dan harta, nampaknya kita harus melangkah lebih jauh lagi.
Aturan perpuluhan sudah berlalu, sudah lewat. Sebagai gantinya adalah hukum yang lebih sempurna, menurut standarnya Allah. Inilah nasehat rasul Paulus tentang persembahan:
Rom 12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Saya bisa mengatakan, bahwa TUHAN tidak mengharapkan persembahan persepuluhan. Yang Ia inginkan adalah persembahan SERATUS PERSEN. SELURUH TUBUH sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Kepemilikan diri kita bukanlah di tangan kita lagi, melainkan di tangan Tuhan yang sudah lunas membayar:
1 Kor 6:19-20 Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Kita bisa menemukan bahwa Tuhan Yesus secara konsisten mengajarkan bahwa tuntutan-Nya adalah SELURUH kehidupan, bukan hanya sepersepuluh dari penghasilan. Orang harus siap untuk melepaskan seluruh hartanya demi Kerajaan Sorga:
Mat 13:44 "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.
Mat 19:21 Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
Dan Tuhan jelas menghargai keseluruhan hidup, yang nilainya melebihi nilai dari persembahan itu sendiri. Kita menemukan hal tersebut ketika Tuhan Yesus mengamati seorang janda yang memberi persembahan:
Mar 12:43-44 Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."
Siapakah yang bersedia memberikan SELURUH NAFKAHNYA bagi Tuhan?
Ada kesaksian orang yang memberikan 90% pendapatannya bagi Tuhan, sedangkan ia sendiri hanya mengambil 10%; memang ia seorang yang berhasil sehingga jumlah 10% itu masih cukup untuk hidup dengan makmur dan sejahtera. Tetapi, rasanya tidak banyak yang sanggup melakukan hal seperti itu. Untuk memberikan persepuluhan saja orang merasa berat, apalagi semuanya!
Tetapi di saat yang sama, pemberian itu bisa berarti seluruh kehidupan. SELURUH KEHIDUPAN KITA adalah bagi Tuhan, di mana kita sepenuhnya menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Apa yang kita pikirkan, apa yang kita katakan, dan apa yang kita lakukan; semuanya ada dalam konteks penyerahan diri kepada Tuhan. Ia tidak menginginkan uang kita, tetapi Ia menginginkan keberadaan kita bagi-Nya. Dia ingin kita taat kepada-Nya, setia kepada-Nya. Dia ingin agar kita hidup dalam pekerjaan baik yang telah dipersiapkan-Nya:
Ef 2:10 Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Bapa yang di Surga telah memberikan kita hari ini makanan kita yang secukupnya; Ia yang memelihara kita, anak-anak-Nya. Yang diharapkan dari seorang anak adalah hormat dan taat kepada orang tuanya, bukan? Apakah kita menghormati Tuhan? Apakah kita tunduk kepada Tuhan? Apakah kita menaruh hal-hal yang penting bagi Bapa di tempat yang paling utama dalam kehidupan kita?
Persepuluhan tidak sepenting ketaatan kita untuk hidup mengikuti-Nya. Tidak ada artinya memberikan persepuluhan, jika kita memperoleh penghasilan kita melalui korupsi dan mencuri. Tidak ada artinya perpuluhan, bila kita tidak peduli dengan saudara sendiri yang sedang susah, menutup hati terhadap teman yang membutuhkan. Apa artinya persembahan, bila di luar gereja kita sedang berseteru berebut harta sampai ke pengadilan? Inilah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus:
Mat 5:23-25 Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.
TUHAN menghendaki kehidupan kita bagi-Nya. Untuk itu, kita bisa mulai belajar untuk memberi sepersepuluh penghasilan kita secara teratur, tetapi ini hanya suatu latihan kecil. Sebuah latihan untuk mengajar kita melepas harta, agar hati kita tidak jatuh cinta kepada uang. Tuhan sendiri tidak menginginkan uang, yang Ia inginkan adalah kasih:
Mat 22:37-39 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Jadi, persepuluhan bukan keharusan. Bukan itu tuntutan bagi kita, melainkan kehidupan kita sekalian. Kehidupan yang sepenuhnya mengasihi Allah, kehidupan yang mengasihi sesama. Bila kita bisa memberi, jangan hanya memberi sepersepuluh kalau sanggup memberi lima persepuluh. Tetapi sebaliknya untuk memberi persepuluhan, kadang kehidupan begitu keras sehingga sukar dan berkekurangan. Akan menjadi sikap yang tidak mengasihi, bila demi memberi perpuluhan maka tetangga sebelah rumah tidak bisa dibantu untuk makan sehari lagi. Akan menjadi sikap yang tidak mengasihi, bila demi memberi perpuluhan maka saudara yang sedang sakit tidak dibantu berobat. Tetapi orang tidak pernah kekurangan kasih, kalau ia mau memberikannya dengan tulus. Kasih itu tidak akan pernah habis, tidak akan pernah mengering. Maukah kita memberikannya? TUHAN yang akan menyanggupkan kita, Dialah yang memelihara kita sekalian.
Terpujilah TUHAN!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar