Semakin tinggi naiknya, semakin keras jatuhnya. Tiba-tiba kita mendapati bahwa kehidupan berputar lebih cepat, lebih menuntut, dan pastinya tidak lebih mudah. Manusia belajar untuk lebih mempercayai diri, tetapi di saat yang sama tantangannya juga lebih besar, karena orang bertindak berdasarkan kepercayaannya, bukan realita. Ketika apa yang dipercayai tidak sesuai kenyataan, konsekuensi yang harus ditanggung terasa amat sangat besar.
Dalam keadaan sukar, manusia mencari jalan. Di dalam kepercayaannya, orang percaya mengenai hari-hari baik, tentang benda-benda bertuah, dan kekuasaan alam. Ketika ilmu pengetahuan makin tinggi, orang percaya teknologi, pada komputer dan magnet, far infra red, dan gadgets. Orang percaya harus mempunyai ini, baru bisa sukses.
Realitanya, yang membeli dan memasang komputer tercanggih terbaru tetap bangkrut setahun berikutnya. Demikian juga dengan yang mendapat jimat dari makam di gunung, tetap mengalami musibah. Ada orang yang semula sangat percaya diri, mendapati realita kegagalan yang sedemikian hebat, sehingga tidak mampu bangkit dalam waktu yang lama.
Dengan semua realita itu, apakah yang dilakukan? Orang bilang bahwa dirinya berbuat salah, ia harus lebih mendalami, lebih percaya, dan lebih memperhatikan petunjuk-petunjuk dunia. Ia seperti hamba yang dicambuk majikannya, sehingga harus bersikap lebih taat dan patuh dengan setia.
Dunia seperti ular yang membelit mangsanya. Siapa yang dapat melepaskan? Dahulu, Allah sudah memberikan nubuat, sebuah pengungkapan: kelak kepalanya akan diremukkan Anak Manusia, sebaliknya si ular meremukkan tumitnya. Itulah yang terjadi, dan sekarang kita tahu si ular tua, penguasa dunia, tidak lagi berkuasa terhadap anak-anak Allah.
Kedatangan dan karya Kristus menyelamatkan kita, tetapi dunia tidak tinggal diam. Selama masih di dunia, kebenaran Kristus menghancurkan kekuasaan iblis, tetapi mahluk ini terus menerus menghantam tumit. Betapa sakitnya, betapa sukar untuk berdiri, apalagi berjalan dan berlari!
Selama kita belum menerima Perjanjian dengan Tuhan, kita diperhamba oleh kuasa jahat yang mengarahkan kita kepada kematian. Namun setelah kita akil balig, menerima Perjanjian melalui iman, kita menjadi anak, bukan hamba.
Apakah kita masih mau diikat aturan dunia? Percaya pada jimat, atau pada komputer? Adakah kita masih bergantung dan taat pada sistem ekonomi, yang semakin hari semakin terlihat kepalsuannya? Tidak! Tetapi, dunia membalas dengan menghantam tumit, sampai kita juga tidak sanggup berjalan.
Terpujilah Tuhan Yesus Kristus yang telah memanggul salib itu bagi kita. Dia menggendong kita saat kita tidak berdaya.
Selamat Natal, selamat karena Dia hadir bagi kita, yang percaya pada-Nya, bukan pada dunia.
Published with Blogger-droid v1.6.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar