Cari Blog Ini

19 Desember 2010

Natal 2010

Yoh 3:16  Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

Permulaannya adalah kasih, ketika Allah membuatnya berbeda. Allah menciptakan dunia dengan mata-Nya yang sempurna, sehingga apa yang dilihat-Nya baik merupakan dunia yang sempurna. Di alam semesta ini ada begitu banyak bintang, barangkali ada planet-planet lain, bahkan mungkin kehidupan lain. Tetapi Allah mengasihi dunia ini, Ia membedakannya.

Prinsip kasih memang membedakan. Jika kita mengasihi sesuatu, atau seseorang, kita akan memperlakukannya berbeda. Walaupun orang merasa tidak suka dan mengata-ngatai, "ah, kok pilih kasih sih?" Kenyataannya, kasih memang memilih yang satu dan menolak yang lain. Tanpa membedakan, kasih tidak memiliki arti; kalau orang berharap diperlakukan sama semuanya, mau "dikasihi semuanya", maka sebenarnya tidak ada yang dikasihi. Di dalam pilihan itu tidak ada syarat -- kasih bukanlah bagian dari hukum sebab - akibat. Kalau dipikirkan, bahkan kasih itu merupakan suatu hal yang bekerja satu arah. Kasih adalah tepukan sebelah tangan.

Orang bilang, cinta tidak bisa bertepuk sebelah tangan, karena dibutuhkan dua orang untuk saling mencintai. Namun kasih tidak membutuhkan respon dari pihak lain; kasih lebih besar daripada cinta, karena sanggup bertepuk sebelah tangan. Kasih Allah yang besar adalah bukti kerasnya tepukan sebelah tangan ini, karena sebaliknya dari berharap balasan, kasih Allah justru memberikan karunia.

Perhatikanlah bahwa di sini disebut "mengaruniakan". Karunia adalah pemberian tanpa pamrih, kepada orang yang sebenarnya tidak dalam posisi yang pantas untuk menerima. Istilah ini dipakai sejak jaman dahulu dalam konteks raja dengan hamba; ketika hati raja senang, ia begitu saja mengaruniakan sesuatu bagi hamba, entah tanah atau kambing domba. Raja tidak mengharapkan balasan dari hamba, karena sang hamba tidak akan sanggup membalasnya. Raja tidak mengharapkan hormat atau pujian oleh pemberian, karena sang hamba memang berkewajiban selalu menaruh hormat dan pujian kepada Raja, baik diberi atau tidak diberi.

Tuhan lebih daripada segala raja yang pernah ada atau yang akan ada. Manusia harus menyembah Tuhan, harus memuliakan Tuhan -- entah mendapat atau tidak mendapat apapun. Penyembahan kepada Tuhan adalah kewajiban, suatu kewajaran yang sudah seharusnya, bukan suatu sebab-akibat. Sikap yang benar bukan sekedar menempatkan Tuhan secara berbeda, melainkan kita harus menguduskan hidup bagi Tuhan.

Perbedaan antara Tuhan dan manusia adalah sedemikian jauhnya -- setinggi langit di atas bumi -- maka karunia yang Tuhan berikan mempunyai nilai yang tidak terhingga, karena Allah tidak memberi sesuatu yang dengan mudah dimiliki-Nya. Esensi dari pemberian adalah kehilangan, dan apa yang lebih hebat daripada kehilangan Anak Tunggal? Bagi manusia sekalipun, kehilangan anak adalah peristiwa mengerikan, membuat histeris. Rasanya tidak ada orang yang dengan sadar bersedia memberikan anaknya yang tunggal. Kalaupun hal itu terjadi, pasti ada alasan besar dan hebat, ada suatu penyebab yang tidak dapat diatasi dengan cara lain.

Tetapi di sini tidak ada alasan bagi Allah. Dia bukan memberikan karena desakan; Dia memberikan karunia! Direnungkan seperti ini, Natal adalah hal yang tidak masuk akal, kecuali dengan satu alasan: karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini. Satu-satunya cara untuk memahami seluruh karya Allah adalah karena kasih yang maha besar, hingga melampaui semua pikiran dan pertimbangan manusia.

Respon yang dapat manusia berikan adalah mempercayainya, dan satu-satunya cara untuk dapat melakukannya adalah dengan mengasihi Tuhan. Begini: kasih adalah hal yang membuat manusia mampu membedakan, menguduskan, dan di dalam keadaan itu baru orang bisa mempercayai dengan segenap hati. Kalau orang tidak menguduskan, maka kepercayaan kepada Tuhan akan diletakkan dalam konteks seperti di dunia ini, di mana ada sebab dan akibat, ada maksud-tujuan dalam segala hal. Orang percaya kepada Tuhan supaya... dapat berkat, dapat rejeki, memperoleh kesehatan, mendapat kelepasan dari masalah. Orang percaya bahwa Allah itu Maha Besar, percaya bahwa Allah itu Maha Pengampun, percaya bahwa segala hal yang baik berasal dari Allah, percaya untuk mengikuti semua ajaran agama -- tetapi tidak ada yang dapat cukup percaya untuk meletakkan finalitas kehidupan di dalam tangan Allah kecuali manusia menguduskan-Nya.

Dan satu-satunya cara manusia dapat menguduskan Allah, hanyalah dengan mengasihi-Nya dengan segenap hati, segenap akal budi, segenap kekuatan. Itulah hukum yang utama dan pertama.

Manusia yang percaya kepada Tuhan dengan segenap hatinya dibenarkan oleh Tuhan, seperti Abraham. Orang yang sungguh-sungguh mengasihi Allah, yang mempercayai Natal dan dari sana mempercayai Tuhan Yesus Kristus, diselamatkan dari kebinasaan, berarti memperoleh hidup yang kekal. Mempercayai Natal bukan sekedar percaya bahwa ada bayi yang lahir di kandang dari seorang gadis perawan, bukan hanya percaya pada semua peristiwa di Bethlehem dua millenia yang lalu, melainkan menaruh kepercayaan kepada Tuhan akan finalitas hidup -- bahwa pada akhirnya, pada puncaknya, tidak peduli apapun yang terjadi di dalam jalan kehidupan kita di atas muka bumi ini, kita akan hidup kekal di dalam dan bersama dengan Kristus Yesus, yang telah lahir, hidup, mati, bangkit, dan naik ke Sorga. Semua karena kita mendapat karunia dan kita sungguh-sungguh mempercayai-Nya!

Selamat hari Natal!

Tidak ada komentar: