Cari Blog Ini

28 Juli 2016

Poli-kampret

KAMPRET ITU KELELAWAR yang makan tanaman, makan buah. Dahulu para petani sebal sekali dengan kampret, karena mahluk kecil bersayap itu keluar bergerombol di malam hari, menyerbu ladang dan pohon-pohon, menjadi hama.

Bayangkan tikus yang kerjanya menggerogoti ini dan itu, merusak banyak hal, membawa penyakit. Bayangkan kalau tikus-tikus itu jadi punya sayap, lantas bisa terbang. Itulah kampret.

Jaman dahulu, anak-anak muda memakai kata kampret sebagai makian, bagi orang yang merugikan orang lainnya. Dasar kampret lu! -- hanya sekarang, kita hidup semakin jauh dari alam, tidak lagi mengerti kampret yang sungguhan hidup. Tahunya adalah kampret yang lain.....

Kalau banyak tikus (poli-tikus) berada di pusat pemerintahan, yang paling atasnya mungkin bisa disebut banyak kampret, karena mereka itu seperti tikus-tikus bersayap hingga bisa terbang dan susah untuk menjeratnya turun. Polikampret sekali.

Bagaimana menerangkan dengan akal sehat, bahwa sekali waktu ada Pimpinan DPR yang melakukan tindakan tercela. Semua rakyat Indonesia tahu bagaimana kasus ini dibawa ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD), dan setelah melalui pemeriksaan panjang, para anggota MKD memutuskan Setya Novanto bersalah dan divonis dipecat, minimal dipecat dari posisi Ketua DPR.

Hanya, sebelum vonis dibacakan, Setya Novanto mengumumkan dirinya meletakkan jabatan sebagai Ketua DPR. Dia seperti "menghukum diri sendiri" dengan vonis paling ringan, walaupun para anggota MKD menyatakan kesalahannya berat. Kasus pun selesai tanpa keputusan akhir MKD.

Dan sekarang, Setya Novanto menjadi Ketua Golkar. Orang yang telah diekspose secara publik dan didapati bersalah serius dalam hal etik dan hukum, menjadi Ketua Partai Golkar. Hebat kan?

Bagaimana dengan DPR? Ada lagi sosok Pimpinan DPR yang telah DIPECAT dari partai politiknya sendiri, tetapi terus mengajukan banding ke Pengadilan.... dan tetap menjabat sebagai Wakil Ketua DPR. Kalau Pemimpin DPR seperti ini, apa keadaan orang-orang yang dipimpin?

Dalam situasi begini, muncullah revisi UU Pilkada yang sama tidak masuk akalnya, yang jelas nampak untuk menjegal calon independen. Majunya Ahok yang didukung rakyat Jakarta, dibuktikan dengan dukungan sejuta KTP, dihambat oleh UNDANG UNDANG.... buset 'kan?

Akhirnya kita melihat, yang penting itu apa? Ahok kembali menjadi Gubernur DKI dan menghabisi para tikus, atau pokoknya harus maju secara independen?

Bagusnya, sudah ada tiga partai dan cukup suara untuk pencalonan Ahok, yang berarti tidak ada lagi upaya verifikasi dukungan suara yang dibuat begitu tidak masuk akalnya. Sejuta suara harus diverifikasi dengan kontak langsung dan harus beres dalam waktu singkat. Bahkan KPU nya juga keberatan!

Gila memang, para kampret itu. Tapi inilah sistem negara, di mana UU adalah UU, bagaimanapun cara membuatnya. Kalau tujuan akhirnya adalah agar DKI Jakarta kembali dipimpin Ahok, jalan melalui Partai Politik adalah cara yang paling masuk akal.

Teman Ahok sangat hebat, dan menurut saya ini adalah hal terbesar, yaitu melepaskan semua ego, agar tujuan akhir tercapai. Toh pertarungan sebenarnya bukan dalam hal mendaftarkan KTP. Pertarungan sebenarnya ada dalam Pilkada 'kan?

Apakah lantas Teman Ahok bekerja sia-sia? Tidak, karena dengan apa yang dilakukan, jelas terlihat siapa yang ingin Ahok kembali, dan siapa yang berada di belakang para tikus dan kampret. Jelas juga bagi penduduk DKI Jakarta bahwa mereka tidak punya pilihan lain yang benar dan masuk akal, selain memilih Ahok di Pilkada nanti.

Di sisi lain, juga nampak bagi SELURUH RAKYAT INDONESIA mana saja Partai Politik yang kampret dan tidak layak dipilih. Apakah kita mau UU dibuat mainan politik, untuk kepentingan golongan tertentu? Apakah kita membiarkan anggota DPR itu menginjak-injak amanah yang mereka terima?

Jangan beri suara pada partai kampret!

Semoga pencalonan Ko Ahok lancar jaya, dan semua bisa berusaha agar Beliau pasti muncul kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta, yang menjadi acuan bagi semua Propinsi di Indonesia.

Tidak ada komentar: