Cari Blog Ini

17 Juli 2016

Sungguhan

KITA ORANG TUH, KADANG ANEH... karena kita lebih memikirkan alat daripada tujuan. Lebih menghargai bungkus daripada isi. Lebih mementingkan kebiasaan daripada menjadi benar. Berapa banyak hal yang dicari karena itu populer?

Maka, orang bisa berhutang dan menyusahkan diri demi nampak mentereng pakai smartphone terbaru, atau pakai mobil baru, atau motor baru. Make-up dan tampilan kilau wajah halus sempurna lebih penting daripada memikirkan pelajaran buat mengisi kepala. Hiasan buttercream dan banyak boneka lebih penting daripada kue di dalamnya.

Banyak kan, kue ultah yang bagus dilihat, tetapi begitu dipotong, dimakan, rasanya pahit kebanyakan obat. Atau rasanya ekstra manis....

Berapa banyak dari kita yang lebih memikirkan dan mengusahakan apa yang penting? Daripada ngebelain beli baju, lebih baik menyediakan makanan bergizi dan sehat. Dan berhenti merokok. Daripada menghabiskan dana untuk smartphone terbaru yang belasan juta itu, lebih baik dananya untuk beli buku, menambah ilmu.

Namun pilihan-pilihan begitu tidak terlihat keren, tidak asyik. Banyak yang merasa lebih oke kalau punya gadget keren dan tahan air itu, lantas bergabung dengan komunitas instan di seluruh dunia, yaitu kumpulan orang-orang yang berburu pokemon. Pokemon Go!

Orang merasa heboh karena para pemain kini berkeliaran di jalan dan di sawah dan di sungai. Kalau dibandingkan bagaimana mereka mendekam di balik monitor komputer atau hanya memandangi gadget di pojokan -- main Clash of Clans -- kan lebih baik mereka keluar dan melihat-lihat dunia yang ada di sekitar?

Tapi, walaupun melihat pemandangan indah di gunung, di sungai, atau di tepi pantai, atau walaupun berada di depan gedung yang arsiteknya unik dan bersejarah.... itu semua tidak penting, karena yang dilihat adalah Bulbasaur di rumput itu, atau kalau beruntung bisa ketemu Nuzleaf.... Dalam Augmented Reality, bagian 'augmented' lebih penting daripada 'reality' nya.

Kebiasaan-kebiasaan saat ini adalah mengerjakan yang termudah, tercepat. Instan. Kue instan, pakai premix. Atau mie instan. Tidak salah sih, hanya jadinya orang tidak lagi mengerti dan memahami pengetahuan yang ada di baliknya.

Kita menjadi bangsa yang cepat menerima apa saja yang disodorkan, tidak lagi mau belajar segala tetek bengek teori atau pengetahuan di dalamnya. Entah itu cara bikin kue, atau cara mengatur keuangan, atau produk asuransi, atau teknologi komputer. Bahkan juga tentang TUHAN... beriman bukan lagi sesuatu yang dipikirkan dengan hikmat dan direnungkan siang dan malam.

Betul, sekarang semuanya jadi lebih mudah. Mau jadi orang beragama? Mudah. Banyak petunjuk dan cara-cara praktis, serta asesoris yang 'sah' untuk jadi orang saleh. Dalam semalam, orang yang kemarin hidup berantakan segera tampil seperti orang baik sepanjang hidupnya.

Bikin kue sedikit lebih susah, tapi itupun sekarang ada bahan premix yang membuat semua orang bisa bikin kue kalau mau beli bahan itu dan punya alat yang memadai... tralaaa! Jadilah. Kini semua orang bisa bikin kue tanpa perlu tahu kenapa kue bisa jadi kue!

Urusan duit juga begitu. Kemarin dulu asuransi jadi tempat berinvestasi. Sekarang sudah berevolusi, bukan lagi investasi melainkan menyediakan peluang bisnis. Nabung saja 350ribu per bulan, dan ajak teman, keluarga, rekan di mana saja untuk melakukan hal serupa, maka dijanjikan makmur dengan pendapatan jutaan.

Dilihat-lihat, sudah ada tiga perusahaan asuransi jiwa yang dimanfaatkan untuk menyediakan "kemakmuran" dan "passive income" seperti itu. Sementara semuanya berbasis asuransi jiwa, sama sekali tidak dibutuhkan pengetahuan tentang asuransi jiwa untuk melakukan bisnisnya.

Mungkin, tidak butuh pengetahuan tentang apapun juga selain jadi hijau matanya lihat potensi pendapatan yang ada, dan keteguhan hati untuk mengajak sebanyak-banyaknya orang bergabung serta melakukan hal yang sama....

Saya punya keyakinan, Tuhan tidak bisa dipermainkan. Kebenaran pada akhirnya akan muncul, dan semua kabut impian akan hilang di bawah terang sinar matahari. Apa yang benar tetap benar; realita sudah terjadi dan tidak bisa diubah lagi. Kalau orang bertekad untuk berdusta dan mengubah penuturan tentang apa yang sebenarnya terjadi, mungkin ia berhasil untuk sementara tapi kemudian konsekuensi dari kebenaran akan datang.

Orang memang bebas untuk memilih keputusan, tapi tidak bebas dari konsekuensi keputusannya. Kalau bisa, ya bisa. Kalau tidak mampu, ya tidak mampu -- meskipun berusaha keras meyakinkan orang-orang bahwa ia mampu.

Sekarang adalah masanya kebenaran datang, korupsi menghilang. Keberhasilan adalah karena kompetensi, bukan berdasarkan koneksi. Jadi, yang memang serius bisa bekerja, yang kompeten dalam mengatasi masalah, akan menjadi pokok utama.

Bagi yang belum kompeten, sekarang masih ada sedikit waktu untuk berbenah meningkatkan diri.... tidak tahu berapa lama. Kita semua bergerak maju dalam waktu, tidak ada yang mundur. Kehidupan berada di masa depan, jika kita sanggup untuk berjuang melaluinya.

Yuk berjuang sungguhan!

Tidak ada komentar: