Cari Blog Ini

03 Januari 2008

Rencana Mencapai Impian

Setiap tujuan yang baik harus selalu disertai rencana yang baik untuk mencapainya. Jika orang tidak membuat rencana, berarti ia sedang merencanakan kegagalan.

Begitulah kata-kata bijaksana yang sering kita dengar tentang usaha mencapai impian. Tapi, ternyata membuat rencana masa depan tidaklah semudah kedengarannya. Orang perlu rencana untuk membuat rencana, pengaturan yang memastikan bahwa rencana yang dibuat nantinya benar-benar dapat dilaksanakan. Dalam dunia modern yang kita hidupi, kita tidak dapat mengabaikan nilai jumlah uang yang terlibat, sebagai alat ukur. Bagaimana mungkin, mengatakan bahwa uang adalah alat ukur?

Uang di jaman sekarang berbeda dengan jaman dahulu. Pada jaman dahulu, uang terbuat dari perunggu, perak, dan emas. Nilai dari uang berada pada uang itu sendiri, maka uang adalah harta dalam pengertian yang sesungguhnya. Tetapi di jaman sekarang, uang adalah sebuah surat yang dikeluarkan oleh bank sentral, yaitu Bank Indonesia. Perhatikanlah, bukankah pada uang kertas ada tanda tangan Gubernur BI? Makna dari uang merupakan ukuran daya beli, di mana nilainya ditanggung oleh Bank Indonesia. Harta dalam uang tidak terletak pada kertasnya, melainkan dalam kekayaan yang dimiliki Negara. Ketika negara semakin maju, nilai uangnya semakin tinggi. Ketika negara digerus oleh korupsi dan kemunduran, nilai uangnya semakin rendah.

Daya beli dari uang harus dibandingkan dengan kondisi negara. Kalau ada banyak orang yang membutuhkan barang, sedangkan penyediaannya sedikit, maka daya beli uang semakin rendah. Demikian pula, jika untuk memproduksi sesuatu – misalnya BBM – dibutuhkan biaya lebih tinggi karena sumur-sumur minyak mengering, maka daya beli uang juga akan semakin rendah. Hal-hal semacam ini disebut dengan INFLASI, ada yang disebut demand pull inflation dan ada juga yang disebut cost push inflation.

Karena kita tidak bisa mengatur lingkungan pada saat yang kita butuhkan, maka kita harus membuat rencana dan secara teratur mengevaluasi kondisi, serta melakukan penyesuaian, agar kita bisa mencapai cita-cita. Orang yang hanya membuat rencana tapi tidak mengevaluasinya, sangat mungkin ia akan kaget menghadapi kenyataan kelak, ia akan mengalami kegagalan. Untuk itu, pertama-tama kita perlu mengetahui, apa yang menjadi TUJUAN dari rencana kita.

Secara singkat, kita akan meninjau 7 aspek tujuan rencana: Tuhan, diri, keluarga, sosial, kesehatan, karir, dan keuangan.

Pusat Dari Semua Rencana: TUHAN

Seperti yang sudah kita bahas, kenyataannya setiap orang menghadapi lingkungan, situasi dan kondisi di dalam dan di sekitar dirinya, yang tidak dapat ia kendalikan. Bagaimana kita dapat memulai sesuatu? Jangan melupakan TUHAN dalam perencanaan! Ini adalah pusat dari semua rencana yang kita buat, berawal dari Tuhan, dimampukan oleh Tuhan, dan pada akhirnya adalah demi Tuhan. Karena TUHAN yang menjadi pusat, maka semua nilai-nilai yang ada dalam rencana kita berasal dari TUHAN.

Ada yang bertanya: “lalu apa artinya nilai uang?” Sekali lagi, ingatlah bahwa uang adalah alat ukur. Sebuah alat ukur tidak mempunyai nilai di dalam dirinya sendiri, apalagi menjadi sumber dari nilai-nilai. Tetapi dari TUHAN, melalui Firman Tuhan, kita menemukan nilai-nilai, seperti kasih, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kejujuran, rendah hati, dan sebagainya. Inilah yang penting, yang membuat sesuatu bernilai, bermakna, dan mulia adanya. Jadi, bukan uang yang banyak yang membuat sesuatu berharga, sebaliknya ketika sesuatu berharga, itu akan menunjukkan ukuran jumlah uang yang besar.

Tak ada jumlah uang yang dapat dipakai untuk mengukur TUHAN. Sebaliknya, semua kemuliaan berasal dari TUHAN, berharga karena dianggap berharga oleh TUHAN. Ingatkah tentang janda yang hanya memberikan dua keping, seluruh uang yang dimilikinya? Tuhan menganggapnya lebih berharga daripada segala uang yang diberikan oleh orang-orang kaya. Ini adalah prinsip yang harus selalu kita ingat: makna dari segala pencapaian kita ditentukan oleh nilainya di mata Tuhan.

Pelaku Dari Rencana: Diri Sendiri

Kita harus merencanakan bagaimana segala rencana dapat dikerjakan. Dan siapa yang mengerjakan rencana kita? Tentu saja, diri kita sendiri. Maka, membuat rencana masa depan juga berarti merencanakan keberadaan kita kelak. Apa artinya?

Ini berarti, kita merencanakan untuk menjadi lebih daripada sebelumnya. Menjadi lebih pandai. Menjadi lebih sabar. Menjadi lebih cepat. Menjadi lebih peduli. Semua sesuai dengan nilai-nilai yang Tuhan mau, sehingga pada akhirnya kita menjadi serupa dengan Kristus. Itu adalah tujuan tertinggi dari orang-orang Kristen. Tapi sebelumnya, kita perlu membandingkan dengan lingkungan yang ada di sekitar kita, menjadi ‘lebih’ sesuai dengan apa yang ada dalam kehidupan kita sekarang, seperti nasehat dari rasul Paulus: jangan berpikir terlalu tinggi!

Dalam cara yang sederhana, kita bisa mengukur pencapaian diri dengan produksi yang kita hasilkan – tentu saja, dengan cara yang benar. Kalau mau, kita bisa saja mengukur tingkat produksi itu dengan jumlah uang yang mengikutinya. Misalnya kita bekerja, dan menghasilkan nilai produk sebesar Rp. 1 juta bagi perusahaan. Kini di tahun berikutnya, kita bekerja dan menghasilkan nilai produk sebesar Rp. 2 juta. Nah, kita lihat peningkatannya, bukan? Kita membuat barang yang lebih bagus, memberi jasa yang lebih memuaskan, atau tingkat keilmuan yang lebih tinggi, sehingga segala hal yang berhubungan dengan diri kita mengalami peningkatan.

Untuk bisa memberi lebih, kita perlu merencanakan banyak hal. Mungkin kita berencana untuk sekolah lagi. Atau untuk menambah pengalaman. Atau untuk mengikuti dan meneladani seseorang.

Pendamping Pelaksana: Keluarga

Semua pelaksanaan rencana akan melibatkan pendamping dari pelaksana, yaitu keluarga. Ini adalah aspek ketiga dalam perencanaan kita, karena bagaimana keadaan keluarga juga harus direncanakan. Mengapa? Karena, Tuhan memberi kita tanggung jawab atas keluarga. Keluarga adalah beban yang harus kita tanggung, kuk yang harus kita pikul. Tetapi bukan beban yang menyusahkan atau kuk yang menyakitkan, justru sebaliknya!

Keluarga bukan sekedar beban; dalam perencanaan Tuhan, keluarga juga menjadi penolong. Bukankah istri diciptakan untuk menjadi penolong yang sepadan bagi suami? Banyak sekali bukti bahwa keberhasilan seseorang dapat terjadi karena dukungan keluarga yang kuat. Sebaliknya ada juga orang-orang yang gagal karena keluarganya menahan dia untuk berhasil. Kita lihat, bahwa kondisi keluarga pun harus direncanakan!

Kita perlu menetapkan tujuan-tujuan bagi keluarga kita: apa yang harus dihilangkan, apa yang harus dikurangi, apa yang harus ditambah, dan apa yang harus diciptakan. Dengan demikian kita mempunyai keluarga yang baik, yang kuat. Yang mendukung kita untuk mencapai kesuksesan, untuk menyertai kita di saat kita memuliakan Tuhan.

Lingkungan Yang Kita Pengaruhi: Sosial

Bagaimana kita bisa memuliakan Tuhan? Kita memuliakan Dia ketika kita membuat orang-orang lain memuliakan Tuhan. Ketika kita menunjukkan kebenaran dan keadilan Tuhan sebagai hal yang nyata dan dapat dirasakan oleh orang-orang lain, termasuk yang belum mengenal Tuhan. Waktu mereka mengetahui bahwa nilai-nilai dari Tuhan itu sungguh-sungguh indah, mereka memuliakan Tuhan, kita pun memuliakan Tuhan.

Dalam hal ini, kita perlu merencanakan apa yang dapat kita berikan kepada masyarakat. Dalam banyak kasus, ukurannya juga adalah uang. Ketika kita membuat lowongan kerja yang menggaji dengan pantas, misalnya. Atau ketika kita berdagang dengan jujur dan memberi nilai tambah kepada para pelanggan.

Kita perlu merencanakannya, karena untuk berbuat sosial tidaklah mudah. Kalau kita hendak menggaji dengan pantas, kita harus mempunyai produktivitas yang memadai. Jika kita hendak berdagang dengan jujur, kita harus menawarkan suatu kelebihan agar tetap dapat bersaing di dalam pasar yang penuh persaingan, seringkali persaingan kotor. Kita harus merencanakan apa yang dapat kita berikan kepada masyarakat di sekitar kita, tanpa membuat kita sendiri kehabisan.

Tiga Aspek Dalam Proses: Kesehatan, Karir, Keuangan

Kita sampai di sini telah melihat empat aspek tujuan perencanaan: Tuhan, Diri, Keluarga, dan Sosial. Pusatnya adalah Tuhan, dan tiga yang lain dinilai berdasarkan prinsip-prinsip-Nya. Tapi, kita juga perlu merencanakan jalannya. Seperti dalam setiap perjalanan, kita juga harus mempersiapkan prosesnya.

Kita menemukan bahwa kesehatan kita menentukan bagaimana adanya kita. Produktivitas kita berbanding lurus dengan kesehatan. Dapatkah orang lebih menekankan pentingnya kesehatan? Walau demikian, betapa banyaknya orang yang mengabaikan cara hidup yang sehat! Kita perlu merencanakan hidup sehat, karena nyatanya cara hidup yang sehat bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya.

Untuk dapat memenuhi segala sesuatu, kita membutuhkan pekerjaan. Dalam bidang kerja orang mengenal yang disebut ‘karir’ sebagai anak tangga yang perlu dilaluinya untuk menjadi lebih tinggi. Kita juga melihat bagaimana karir menentukan pendapatan, pemasukan untuk mencapai hal-hal lainnya, serta pengaruh yang kita miliki terhadap orang lain. Ini penting, karena dengan demikian kita dapat membangun hal-hal yang lebih baik. Apa rencana kita tentang hal-hal ini?

Jika perencanaan karir melibatkan tentang bagaimana mendapatkan uang, maka perencanaan keuangan melibatkan tentang bagaimana mengelola uang yang kita dapatkan. Kita dibatasi oleh pemasukan, demikian juga kita harus melihat batas-batas dalam pengeluaran. Untuk membuat rencana keuangan yang baik, kita harus membuat rencana, misalnya metode apa yang akan kita pakai dalam merencanakan keuangan? Apa komitmen keuangan kita?

Keseimbangan Dalam Perencanaan dan Pelaksanaan

Sekarang kita sudah melihat ketujuh aspek dalam perencanaan: Tuhan, diri pribadi (mental), keluarga, sosial-masyarakat, kesehatan, karir, dan keuangan. Ada banyak yang harus dikelola. Apakah mudah mengelolanya?

Sejujurnya, tidak mudah. Kesulitannya adalah bahwa kita harus menjaga keseimbangan dari ketujuh hal ini, karena kita mempunyai waktu yang terbatas untuk mengerjakan sesuatu. Setiap orang hanya punya waktu 24 jam sehari, bukan? Kita tidak bisa memfokuskan hanya pada satu atau dua aspek, sambil mengabaikan aspek-aspek lain.

Kalau diumpamakan, diibaratkan bahwa ketujuh aspek ini adalah jari-jari dari sebuah roda, kita dapat melihat bahwa keseimbangan – artinya panjang yang sama, besar energi, tenaga, usaha – yang baik menentukan kualitas rodanya untuk terus berputar dengan baik. Bayangkan bila salah satu jari-jarinya lebih panjang dari yang lain, maka rodanya tidak lagi bulat dan akan mengguncangkan kereta kehidupan kita.

Jika memang sulit, lalu bagaimanakah kita dapat melakukannya? Di sini kita kembali pada pusat dari semua rencana, bahwa TUHAN yang akan memelihara kita, Dia juga yang memampukan kita. Selama kita sungguh-sungguh berkomitmen dalam membuat rencana yang baik dan melaksanakannya, percayalah bahwa TUHAN juga tidak akan meninggalkan kita saat melalui pencobaan yang melampaui kemampuan kita. Sungguh, Tuhan itu baik!

Tidak ada komentar: