Cari Blog Ini

23 Desember 2009

Crisis Christmas

Mat 1:20-21 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka."

Situasinya sulit. Pekerjaan tidak mudah. Penjajah berkeliaran di sepanjang jalan di Galilea dan Yudea, dengan tombak terhunus. Mereka tidak perduli dengan segala macam tata cara dan aturan yang diikuti oleh bangsa Ibrani, sebaliknya melakukan apa saja yang mereka mau. Masa depan tidak jelas, bahkan untuk beribadah saja tidak nyaman. Padahal, ada banyak aturan untuk beribadah, bahkan sebenarnya ada banyak aturan untuk hidup dengan benar dihadapan Elohim Adonai. Mulai dari bangun tidur, melakukan pekerjaan, terus sampai nanti tidur lagi, semua ada aturannya.

Menjadi gadis yang cantik juga bukan hal mudah. Orang-orang Romawi itu kasar dan mereka menyukai gadis cantik – terutama yang belum mempunyai pasangan. Malanglah nasib mereka yang direnggut kegadisannya oleh para serdadu yang besar-besar, dijadikan bulan-bulanan nafsu laki-laki seperti nasibnya budak diseantero kekaisaran. Seperti dahulu kerajaan Yunani runtuh oleh rusaknya moralitas, begitulah kekaisaran Romawi juga jatuh dalam ketidakdisiplinan dan pertentangan politik, yang membuat penguasa seperti Herodes membiarkan para prajuritnya bersenang-senang dengan penduduk lokal, dalam kekejaman yang tiada tara.

Dan gadis-gadis yang sudah dinodai itu, mereka juga tidak bisa kembali ke dalam komunitas Yahudi. Mereka sudah menjadi najis, hanya belas kasihan saja yang menerima mereka tetap bertahan hidup – mungkin lebih baik kematian datang dengan cepat! Itu adalah kehidupan yang sukar bagi bangsa Israel. Karena itulah, bagi Yusuf yang mencintai Maria dengan segenap jiwa dan hatinya, ia tidak dapat membiarkan gadis cantik itu lepas dari perlindungannya. Ia menjagainya baik-baik, menyatakan bahwa inilah miliknya, tunangannya, yang pada waktunya akan menjadi istrinya. Serdadu-serdadu itu harus tahu, mereka akan mengalami masalah besar dengannya jika berani menyentuh Maria.

Bisakah dibayangkan apa yang terjadi ketika Yusuf mengetahui bahwa Maria hamil? Astaga, perempuan ini masih muda! Dalam hitungan orang Yahudi, bahkan dia belum cukup tua menjadi istri – bagaimana ia sampai hamil? Apakah para serdadu itu telah memperkosanya? Tetapi, inipun tidak mungkin berlalu tanpa diketahui Yusuf. Jadi siapa bajingan yang berani menyentuh dara miliknya, yang sudah didambakan begitu lama?

Manusia telah lama merayakan Natal – ini sudah menjadi tradisi yang 'indah', yang dirayakan dengan meriah pada waktu yang salah. Ayolah, siapa yang percaya bahwa bayi Yesus benar-benar lahir di penghujung bulan Desember? Penetapan tanggal Natal ini baru terjadi di abad ke-empat, menggantikan perayaan kuno kaum pagan dahulu kala. Isinya adalah keceriaan dan saling berbagi hadiah, suatu kegiatan saling memberi salam dan peluk cium dalam kehangatan keluarga yang sejahtera.

Bukan itu yang terjadi dengan batin Yusuf, tidak ada keindahan, tidak ada keceriaan. Ia tidak berkata-kata tentang kehamilan Maria kepada siapapun, tidak kepada para rabi di sinagoge, juga tidak kepada sahabatnya sendiri. Apalagi hadiah – sebaliknya, Yusuf merasa dunianya telah direnggut oleh ketidaksetiaan. Diam-diam, ia hendak mengakhiri semuanya, menceraikan kekasih hatinya. Ia sudah gagal, hadiahnya sudah direbut oleh pihak lain. Yusuf masih tidak tahu siapa yang telah melakukan ini kepada Maria – penjelasan kekasihnya begitu membingungkan dan tidak bisa dipercaya.

Siapa yang bisa percaya, kalau dikatakan bahwa perempuan begitu saja hamil tanpa disentuh laki-laki? Maria telah berusaha menjelaskan perkaranya kepada Yusuf, tapi sampai jungkir balik dan berurai air mata pun, pikiran Yusuf tidak dapat menerima penjelasan itu. Ia seorang beriman, seorang pria Yahudi yang taat beribadah, tetapi tidak pernah ia tahu bahwa hal kehamilan semacam ini pernah terjadi, atau dapat terjadi. Lagipula, Maria sepertinya tidak melawan, bukankah dia berkata "jadilah padaku menurut perkataanmu itu?" Terdengarnya seperti kata-kata rahasia tentang penyerahan diri dalam nafsu badani, ketika seorang perempuan menyingkapkan auratnya lebar-lebar bagi laki-laki asing.

Yusuf bukannya tidak mengetahui hal-hal seperti itu. Di banyak tempat, para perempuan dursila menjajakan dirinya dengan cara yang memalukan. Apakah yang Maria telah lakukan? Apakah ia telah menjadi seperti salah satu dari perempuan dursila itu, dalam kemudaannya mempersilakan orang memasuki tubuhnya begitu saja? Sampai hamil! Berapa kali Maria telah melakukan hubungan badan?

Jadi, dibutuhkan seorang malaikat Tuhan untuk datang dan menjelaskan apa yang terjadi. Kata-kata yang singkat namun langsung menjawab semua pertanyaan dan keraguan. "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka."

Lihatlah, bukan saja malaikat menjelaskan apa yang sudah terjadi, ia juga memberikan mandat untuk Yusuf lakukan. Yusuf harus tetap menerima Maria sebagai istri, karena ia yang bertanggung jawab untuk memberi nama Yesus. Ada sebab yang besar dalam penamaan ini: karena Yesus yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa. Itu artinya Yusuf bukan saja harus menerima Maria sebagai istri dan Yesus sebagai anaknya sendiri, namun ia juga harus memelihara dan menjaga Yesus baik-baik karena kehadiran-Nya sangat penting.

Natal menjadi ajang ketaatan dan merendahkan diri. Natal adalah keberanian untuk tetap mengikuti perintah TUHAN, Allah semesta alam, di kala kesulitan menghadang dan ancaman muncul di belokan jalan.

Dalam satu perbandingan, bukankah sekarang inipun terjadi demikian? Bagi kehidupan anak-anak Tuhan, keadaannya tidak mudah. Memang bukan serdadu yang membawa tombak, melainkan kesulitan ekonomi dan PHK yang menjadi ancaman. Orang-orang kehilangan masa depannya, dijajah oleh gelombang ekonomi yang kuat dan besar, yang tidak sanggup ditanggung oleh kebanyakan orang. Bagaimana mau hidup kudus dan mengikuti aturan, kalau dalam dunia usaha terjadi persaingan yang tidak segan mematikan lawan usaha?

Keruntuhan moral juga terjadi, dan para perempuan sekali lagi menyingkapkan auratnya dengan kebanggaan. Teknologi memungkinkan hal ini terjadi: mereka merekam bagaimana mereka disetubuhi oleh pacar-pacar mereka sambil bersenang-senang. Rekaman ini kemudian disalin dari satu handphone ke handphone lain melalui bluetooth, yang bisa melintas dari meja ke meja, dari kelas ke kelas, tanpa suara dan tanpa terlihat oleh guru-guru di SMA. Atau SMP. Langsung disimpan dalam microSD yang mudah dicopot, jadi kalau sampai ada razia tidak pernah dapat diungkap. Yang pasti, mereka yang menikmati seks bebas itu tidak memikirkan soal masa depan, karena mereka memang tidak tahu, tidak pasti, dan tidak punya keyakinan.

Coba katakan, bagi mereka yang masih serba berdisiplin dan menjaga 'aturan', dapatkah sikap disiplin dan menjaga aturan itu memastikan masa depan yang sedikit lebih cerah? Apakah anak yang dahulu patuh dan manis di masa SMA nya sekarang lebih sukses dibandingkan mereka yang nakal dan bermain-main api di sana dan sini? Malah sebaliknya! Yang dahulu serba patuh sekarang masih saja menjadi karyawan yang hidup pas-pasan, sedang yang dahulu ugal-ugalan sekarang malah jadi pengusaha yang punya koneksi luas, dan bisa mempekerjakan orang-orang yang serba patuh dan manis dan dulu jadi juara kelas.

Maka, ketika mereka yang nakal itu menginginkan Natal yang lebih mewah dan meriah, siapakah yang tidak turut merasa asyik dan keren? Natal menjadi ajang ekonomi, ketika orang-orang bisa menjual lebih banyak dan meraup lebih banyak daripada hari-hari biasa. Christmas Sale! Christmas Discount! Late Shopping Christmas! Natal menjadi hari untuk bebas – bahkan bebas berbuat dosa. Ouch!

Seandainya kasus Maria terjadi saat ini, tidak ada yang merasa susah. Ada banyak sekali gadis yang hamil di luar nikah sekarang – sebagian mengaborsi kehamilannya, sebagian lagi menyerahkan anak yang dilahirkan kepada orang tuanya – kakek dan nenek bayi itu – karena sang ibu masih mau meneruskan masa mudanya yang tertunda 10 bulan. Masih bagus daripada meninggalkan bayi itu begitu saja di pintu panti asuhan. Atau tong sampah.

Seandainya masih ada Yusuf saat ini, masihkah ada ketaatan yang sama?

Kalau direnungkan, mungkin terasa aneh tapi nyata: bahwa krisis di saat Natal adalah hal yang benar. Ini menjadi suatu masa di mana keyakinan diuji dan ketaatan dituntut. Mereka yang beriman diminta untuk tetap bersikap benar di tengah-tengah ancaman dan kemunduran. Apakah kita masih menjunjung kemuliaan TUHAN di dalam hidup? Apakah kita tetap memilih untuk meneruskan kebenaran dan kabar baik kepada dunia, melalui perbuatan dan kata-kata?

Atau, kita justru merintih dalam kesulitan, dan oleh karena itu kita menginginkan keberhasilan, kesuksesan, kesejahteraan diri kita sendiri? Masalah pribadi kita menjadi begitu besar sehingga tidak ada lagi hal yang lebih penting; bahkan kita menghendaki Tuhan memberikan segala berkat dan keajaiban Natal demi kepentingan kita. Ketika kita membawa emas, kemenyan, dan mur ke hadapan bayi Yesus, motivasi yang tersembunyi adalah agar kelak kita menerima pengembalian emas, kemenyan, dan mur itu berkali-kali lipat – suatu investasi yang menarik. Ketika ternyata 'investasi' itu tidak kembali sebagaimana diharapkan, maka seperti banyak investasi 'gagal' lainnya, banyak orang meninggalkan Tuhan. Tidak lagi beribadah. Tidak lagi mengikuti Firman-Nya – membacanya pun tidak. Menjadi Kristen menjadi seperti lelucon yang tidak lucu.

Krisis Natal adalah peristiwa yang terjadi sejak semula, dan berbahagialah orang yang bisa mengalaminya kembali dan mempertahankan iman. Yang pasti, Tuhan tidak akan meninggalkan orang yang tulus hati, kalau mereka hendak berbuat keliru. Sebaliknya, di sini ada mandat untuk dilakukan, yang membutuhkan perhatian dan pengorbanan. Karena ada maksud yang sangat mulia: oleh Yesus, umat-Nya diselamatkan dari dosa mereka. Karena dengan demikian maka hidup menjadi bermakna, dan layak untuk dihidupi, dipersiapkan, direncanakan.

Selamat hari Natal, terimalah hidup yang bermakna dan marilah kita bertanggung jawab atas kehidupan yang kita terima.

Terpujilah TUHAN!

Tidak ada komentar: