Beberapa minggu ini, tepatnya hampir dua bulan, berita di Indonesia dipenuhi oleh kasus Bank Century. Ini menjadi bagian yang saling tumpang tindih dengan heboh dan ramainya kasus Cicak vs Buaya, yang pemberitaannya dilakukan pagi-siang-malam. Televisi sekarang ini bukan sekedar meliput berita, lebih dari itu, di depan kamrea televisi orang mengambil sumpah di bawah kitab suci, memberi penjelasan dan bantahan, serta kehebohan lainnya. Publik juga dibawa untuk mencaci dan memuji, untuk mendukung dan memprotes. Ini sebuah reality show yang tidak main-main, karena benar-benar suatu reality yang tidak ada duanya.
Masalahnya dengan semua reality show adalah, semuanya menampilkan dari satu sudut pandang kamera. Ini seperti memasang kaca mata kuda, di mana pemirsa mengharapkan satu solusi, dalam satu tujuan. Setiap cerita mempunyai sebuah ending, entah itu adalah happy ending atau sad ending. Lantas, semua yang 'bermain' dalam politik dan hukum menjalankan perannya sebaik mungkin, karena kamera merekam dan memancarkan wajah dan kata-katanya ke jutaan orang diseluruh penjuru tanah air. Semua berharap penyelesaiannya berakhir dengan skenario yang diharapkan. Yang 'jahat' kalah, yang 'baik' menang. Pertanyaannya: siapa yang jahat dan siapa yang baik dalam kasus-kasus ini?
Apa yang tidak dilihat, justru itulah yang mencelakakan orang. Siapa yang mengikuti terjadinya kesepakatan Kopenhagen mengenai perubahan iklim dunia? Oleh Obama, akhirnya ada sebuah kesepakatan yang khas dia: ada sepotong hal manis untuk setiap pihak yang terlibat dan "satu langkah permulaan" bagi semua, sambil membiarkan tiap pihak menggerutu dan berniat mengambil keuntungannya sendiri… Di sana ada peran Bapak Presiden Susilo B. Yudhoyono, tapi rasanya sampai sekarang belum ada orang di Indonesia yang mengapresiasi keterlibatan Beliau, padahal itu penting.
Kenapa penting, karena nyatanya hari ini cuaca buruk telah melumpuhkan transportasi di seantero Eropa. Sudah tiga hari kereta bawah laut EuroStar yang menghubungkan Paris dan London tidak bisa berangkat. Sudah beberapa hari ini, ratusan penerbangan ditunda atau dibatalkan karena lapangan terbang ditutupi salju tebal. Jalanan juga penuh salju – suhu udara di Eropa ada jauh di bawah titik beku, membunuh puluhan orang akibat kedinginan.
Sementara itu di Australia Barat Laut ada siklon tropis Laurence (lihat di http://australiasevereweather.com/cyclones/) dan itu membuat Jawa Tengah mengalami kekeringan dan suhu udara yang panas. Indonesia mengalami masalah gagal tanam yang serius, dan siapa yang memikirkan akibatnya dalam jangka panjang terhadap harga-harga bahan makanan?
Masih di Asia, orang-orang di Filipina sekarang ini juga sedang khawatir dengan kondisi Gunung Mayon. Nampaknya, gunung berapi ini dapat meletus setiap saat – dalam waktu dekat. Jadi, bagaimana kalau gunung ini meletus kembali? Masalahnya, kita tidak tahu seberapa besar letusannya. Jika kecil, akibatnya tidak meluas. Tetapi jika besar, abunya bisa naik tinggi ke atmosfir dan mengganggu cuaca yang sudah terganggu. Apa yang akan terjadi, siapa yang tahu?
Ini bukan berita yang banyak diperhatikan orang, walaupun akibatnya juga dialami langsung. Sayangnya, orang masih asyik dengan kasus yang mencuat dan menginginkan reportase lengkap, dengan alasan demokrasi. Ini menjadi seperti demokrasi kacamata kuda, karena orang beramai-ramai diarahkan hanya melihat apa yang diperlihatkan. Siapa yang menyadari akibat-akibat ekonomi dari keadaan dunia saat ini, yang membutuhkan penanganan yang tepat?
Indonesia sebenarnya tidak dalam keadaan yang sangat bagus dan punya waktu untuk bermain-main dengan situasi yang ada. Kalau terlalu banyak energi dicurahkan untuk masalah yang diarahkan harus ada pemecahannya, pada akhirnya seluruh rakyat ini harus menderita karena diterpa situasi sulit yang tiba-tiba saja mengepung, baik dari hilangnya rasa aman dan percaya para investor, sampai munculnya situasi bencana yang meluas, seperti bencana kekeringan.
Secara ekonomi, kita bersama-sama membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, harus di atas 5% untuk mencegah pengangguran meluas. Kita membutuhkan kepemimpinan dan kepastian dalam ekonomi, di bawah seorang Menteri Keuangan yang dapat dipercaya dan diterima para pelaku bisnis. Di sini, kasus Bank Century menjadi membingungkan – karena di satu sisi pasar sudah menerima Ibu Sri dan Pak Boediono, tapi di sisi lain tuduhan ditujukan dengan keras terhadap mereka. Kacamata kuda sekali lagi membutakan orang melihat situasi yang utuh, karena hanya melihat satu tujuan, satu penyelesaian saja.
Huru hara dari DPR – yang sebelumnya sempat dicaci karena sikapnya dalam kasus KPK – menjadi konsumsi publik yang menina bobokan dan memanjakan pikiran pendengar dengan tim Pansus, melaksanakan hak Angket DPR. Tim yang sudah mulai membuat gerah karena lontaran komentar politis terlihat melampaui urusan yang ditangani, seperti "menghimbau" Menteri Keuangan dan Wakil Presiden non aktif. Astaga, apakah orang-orang ini mengerti implikasinya dengan perekonomian nasional?
Ingin mendapatkan sesuatu pencerahan tentang kebenaran, itu adalah satu hal. Demikian juga dengan mempertahankan jalannya roda ekonomi yang baik, itu hal lain. Keduanya berhubungan pada orang-orang yang sama, jadi kalau memang tidak mempunyai pemahaman dan kesiapan, sebaiknya kita menahan diri untuk hanya melihat pada satu arah, hanya memandang satu kepentingan… karena akhirnya ada banyak kepentingan yang bermain di sini, di mana kita perlu memahaminya. Mau tidak mau kita harus melihat ke semua arah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar