Sementara beragama menjadi bagian dari politik, penentu dari kebenaran pernyataan-pernyataan agamawi adalah REALITA. Tidak peduli seperti apapun pakaian, atau kata-kata yang saleh, "puji Tuhan!", "Alhamdullilah!", "Haleluyah!", atau apapun kegiatan seremonial - ritual - sakramental yang diliput media dengan pesan yang keras-keras: "SAYA ORANG BAIK! SAYA ORANG BERIBADAH!"
Tindakan dalam realita menunjukkan kebenarannya.
Ketika tindakan berbicara negatif, buruk, maka ada dua kemungkinan:
1. Manusia itu adalah pembohong besar, atau
2. Ajaran agama itu salah dan bohong
Kenyataan ini membuktikan fakta bahwa agama adalah upaya manusia untuk mencapai Tuhan. Jadi, harus orang yang memilih untuk memutuskan mengikuti agama ini, atau agama itu. Bagi orang yang mengikuti, tentunya ia mempercayai dan meyakini bahwa agamanya benar, agamanya sempurna.
Namun sempurna atau tidak sempurna, agama senantiasa pasif. Pengikutnya bersikap benar, atau bersikap tidak benar -- tidak ada konsekuensi dari agama. Kalau yang menyimpang adalah pemimpin, atau pejabat yang berkuasa; agama justru tunduk pada kehendak penguasa.
Saya sedang bicara tentang sejarah: bagaimana agama Kristen di Jerman, pada saat kepemimpinan Adolf Hitler, justru berbelok dan tunduk pada kehendak Fuhrer. Kita bisa menemukan sejarah kelam dalam tiap agama. Bagaimana agama bisa menyelamatkan manusia? Mengikuti agama adalah pilihan, bukan keharusan.
Sementara agama adalah pilihan, REALITA atau kenyataan dalam sejarah tidak bisa dipilih oleh manusia. Kadang realita itu sukar diterima, tidak disukai. Orang kemudian membelokkan sejarah, berdusta -- tapi untuk itu dibutuhkan kekuasaan, dan hanya bersifat sementara. Cepat atau lambat, kebenaran akan muncul juga.
Kebenaran, realita apa yang terjadi dalam sejarah manusia di masa lampau, dapat menjadi penentu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Orang bisa saja membelokkan kenyataan itu dengan kekuasaan -- tapi kali ini kita bicara tentang kebenaran tentang Tuhan. Hal pertama yang nyata adalah, alam semesta ini, langit dan bumi ini, membuktikan bahwa Tuhan itu ada, dan berkuasa. Tuhan tidak akan membiarkan kebenaran-Nya terus menerus tertutupi oleh manusia. Orang bisa apa sih?
Maka, Tuhan yang ada dan berkuasa itu turut berbuat sesuatu dalam sejarah manusia. Ini bukan agama di mana manusia mencari Tuhan. Ini adalah sejarah Tuhan yang masuk, turut campur dalam kehidupan manusia. Kebenaran tentang apa yang dilakukan, tentang apa yang diajarkan, tentang apa yang akan datang.
Agama yang benar harus berkaitan dengan sejarah ini, dengan apa yang Tuhan kerjakan. Hanya Tuhan sendiri yang bisa menandatangani Perjanjian dengan manusia, melalui tanda dan mujizat-Nya. Ketika bertemu dengan Tuhan, manusia hanya bisa tunduk, dan takut. Tidak ada hal apapun di atas muka bumi yang lebih besar daripada Tuhan.
Juga, tidak ada yang bisa mengatur Tuhan.
Apakah Tuhan berkenan dengan ritual si A, atau tindakan si B? Bukan manusia yang memutuskan. Bukan manusia yang berhak menghakimi. Namun apa yang manusia alami selanjutnya, bagaimana Tuhan bekerja dalam kehidupannya -- itu adalah realita tentang Tuhan yang hidup.
Dan Tuhan yang hidup tidak akan membiarkan orang jahat bersenang-senang dalam kemenangan bejatnya. Pembalasan bukan urusan manusia, itu adalah haknya Tuhan. Perlindungan juga adalah karunianya Tuhan.
Ingin mengalami perjumpaan dengan Tuhan?
Inilah satu rahasia:
Yesus Kristus telah datang dua ribu tahun yang lalu.
Dia hidup kekal. Dia menyertai orang percaya.
Yesus Kristus tetap berada di tengah umat-Nya dan hidup, berkarya dalam kehidupan orang percaya.
Agama? Bukan, ini realita.
Agama Kristen, agama Katolik, hanyalah cara manusia untuk merespon realita ini. Bisa salah, bisa menyimpang.
Tapi kesalahan agamawi, tidak membatalkan kebenaran sejarah kehadiran Tuhan Yesus. Juga tidak tergantung pada kepercayaan orang. Yesus adalah Tuhan, dia lahir, dia mengajar dan buat mujizat, dia ditangkap, disalibkan, mati dikuburkan, bangkit dari kubur, dan terus naik ke Surga dengan disaksikan banyak orang.
Itulah sejarahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar