Cari Blog Ini

06 November 2007

Mission

Kerja sih bekerja, tapi apa tujuan orang bekerja? Pertanyaan ini terasa janggal waktu pertama kali ditanyakan.

Tapi ini mungkin pertanyaan paling penting untuk ditanyakan, karena jawabannya adalah misi dari kerja. Apa misi pekerjaan saya? Bagaimana sebuah pekerjaan dapat berarti?

Ada orang yang bekerja untuk sesuatu di dunia. Beberapa memikirkannya secara fisik: sejumlah uang tertentu, rumah, mobil, perhiasan... segala hal yang dapat diinginkan dan dibeli orang. Beberapa yang lain mengarah pada hal yang bersifat lebih filosofis, seperti memenuhi hormat kepada orang tua, mendapatkan penghargaan dari masyarakat, atau untuk mendapatkan rasa aman, baik untuk saat ini maupun di hari depan. Kita melihat bagaimana orang amat terdorong untuk hal-hal yang bisa diperolehnya, sehingga tidak sedikit yang dengan penuh sukacita menerima teori semacam "The Law of Attraction", yang katanya menjadi rahasia sejak jaman dahulu kala.

Kenyataannya, memang orang senang bila segala hal yang diinginkannya bergerak sendiri, tertarik kepada hal yang dipikirkannya. Hanya dengan memikirkan, lalu dapat!

Yang belum banyak terpikir oleh mereka yang menghendaki segala sesuatu tertarik pada dirinya adalah: apa arti atau makna dari itu semua? Kalau seseorang mendapatkan barang atau pengakuan yang diingkannya, lalu apa?

Seorang bisa memperoleh rumah baru, atau mobil baru, atau mendapatkan tempat yang diinginkan. Bahkan mungkin benar, ia tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkannya... cukup benar-benar 'mengirim pesan' dan melihat hal itu tertarik dengan sendirinya. Katakanlah bahwa hal itu memang benar (sejujurnya, saya tidak percaya), lalu apa maknanya? Apa arti dari mendapatkan lebih banyak uang, memiliki rekening dengan banyak angka nol?

Jika ada yang berpikir bahwa uang saja dapat menjamin hidupnya, baru-baru ini saya berhitung dan menemukan bahwa nilai mata uang di dunia ini terus menerus merosot. Setiap negara berlomba-lomba mencetak uang, sedemikian rupa sehingga perbandingan kurs antara satu negara dengan negara lain tidak terpaut banyak. Kurs Rupiah dengan US Dollar relatif stabil, hanya naik turun beberapa basis poin saja. Tapi defisit anggaran Amerika menjadi semakin buruk, demikian juga dengan defisit APBN Indonesia. Musuh sebenarnya bukan perbedaan kurs, melainkan inflasi -- atau lebih tepatnya: devaluasi mata uang. Semakin banyak uang dicetak, semakin turun pula nilai dari mata uang yang kita pegang.

Kenapa lebih banyak uang dicetak? Karena ada banyak hal yang harus dibayar oleh Pemerintah. Ada biaya pegawai, biaya proyek, biaya untuk dikorupsi...bahkan yang melakukan korupsi mungkin tidak mengerti bahwa uang yang diperoleh sebenarnya menjadi semakin tidak berharga. Kalau sekarang 1 keluarga orang Indonesia kelas menengah dapat hidup dengan Rp. 5 juta per bulan, maka 15 tahun lagi ia akan butuh hampir Rp. 16 juta per bulan, jika inflasi rata-rata selama 15 tahun itu hanya 8% saja.

Semakin banyak korupsi dan penyelewengan, semakin banyak kebutuhan pembiayaan. Cara cepat mengatasinya adalah dengan semakin banyak mencetak uang, dan berakhir dengan semakin rendahnya nilai mata uang. Tapi karena hal serupa dilakukan banyak negara lain, termasuk Amerika Serikat, banyak orang merasa baik-baik saja. Hanya sedikit analisa dapat menunjukkan seperti apa beban yang akan dihadapi negara pada saat beban masyarakat benar-benar harus ditanggungnya. Jadi, apa artinya uang yang banyak itu? Semakin lama semakin turun nilainya!

Hal ini mengembalikan kita kepada pertanyaan semula: untuk apa bekerja?

Satu jawaban yang saya dapatkan dari Peter Drucker, dari Michael Potter, dari beberapa ahli lain adalah: peningkatan nilai. Potter bahkan menunjukkan analisa yang terkenal: Value Chain Analysis untuk mengembangkan keunggulan kompetitif dari suatu bisnis. Sampai sekarang, pelajaran ini masih banyak dipakai untuk analisa bisnis perusahaan.

Eh, siapa bilang hanya untuk perusahaan?

Setiap orang yang bekerja sebenarnya sedang berbisnis, dan itu berarti juga menuntut peningkatan nilai. Tujuan bekerja adalah memberikan nilai tambah. Dengan begitu, posisi dari orang itu akan lebih unggul dalam kompetisi dengan orang-orang lain di sekitarnya, membuat hidupnya menjadi lebih baik -- suatu proses yang berkesinambungan.

Sebaliknya dari 'The Law of Attraction', saya justru menemukan bahwa aturan yang lebih tepat telah diberikan lama oleh Tuhan: "Berikanlah / lakukanlah kepada orang lain apa yang engkau ingin orang lain berikan / lakukan kepadamu" Hukum yang benar bukan tentang menarik segala hal kepada diri, melainkan tentang memberi diri kepada segala sesuatu.

Pertama-tama, orang harus memberi diri bagi Tuhan. Kedua, orang harus memberi diri sesuai tanggung jawab tertingginya: kepada bangsa dan negara, lalu kepada keluarga, lalu kepada lingkungan yang bergantung padanya. Ketiga, orang harus memberi diri sesuai posisinya di mana ia berada, entah di perusahaan atau sekolah atau lingkungan rukun warga. Ada banyak hal yang mungkin terjadi, tetapi Tuhan sudah memberi hukum yang terutama di atas segala hukum: Hukum Kasih.

Misi pekerjaan adalah memberi diri, atau lebih spesifik, memberikan nilai tambah. Nilai tambah akan membuat hal-hal di sekitarnya menjadi lebih bernilai, lebih berharga. Semakin banyak nilai tambah diberikan, semakin besar kesejahteraan, mengalahkan penurunan nilai mata uang. Melihat keadaan bangsa dan negara ini, saya berpikir bahwa hal ini menjadi semakin penting untuk diusahakan.

Begini: korupsi dan manipulasi dan penyelewengan adalah tindakan yang mengurangi nilai. Orang selama ini berusaha untuk memberantas korupsi, tetapi sejauh ini tidak banyak hasil. Kenapa? Karena sekalipun korupsi bisa dihentikan, tidak ada nilai yang ditambahkan. Padahal kehidupan berjalan terus, dan pada saatnya memaksa orang yang tadinya anti korupsi untuk turut melakukan korupsi.

Untuk melawan pengurangan nilai, orang harus bekerja memberikan nilai tambah. Hanya dengan memberikan nilai tambah saja maka penghentian korupsi menjadi bermakna, di mana orang bisa melihat bahwa kehidupan menjadi semakin baik. Tidak semua orang bisa mengatasi korupsi -- saya kira kebanyakan dari kita tidak dalam posisi apa pun untuk memaksa korupsi berhenti. Kita berharap kepada komite yang dibentuk, berharap kepada orang-orang yang berada dalam bidang hukum melakukannya.

Tetapi saya yakin bahwa usaha ini sia-sia, kalau seluruh bangsa ini tidak mulai bekerja untuk memberikan nilai tambah, di mana pun mereka berada. Tapi, ini mendatangkan masalah lain: bagaimana orang bisa memberi nilai tambah, kalau mereka bahkan tidak tahu apa-apa? Berapa banyak orang yang mengerti sesuatu tentang keuangan, tentang berinvestasi, tentang manajemen, dan seterusnya?

Maka nilai tambah yang perlu diberikan adalah dengan memberikan edukasi yang baik. Banyak orang yang belum melek finansial, sekalipun telah lulus sebagai sarjana ekonomi. Saya sendiri bukan lulusan ekonomi, betapa saya berharap orang yang sudah belajar ekonomi dapat tahu lebih baik! Tapi pengalaman saya selama hampir 2 tahun di bidang finansial ini menunjukkan sebaliknya. Kenapa ya?

Kita membutuhkan pengetahuan ekonomi dalam konteks meningkatkan kemampuan setiap orang memberi nilai tambah, dalam berbagai aspek. Yang paling mudah diukur adalah yang berhubungan dengan uang, tetapi bukan hanya uang yang jadi ukuran. Jika suatu saat nilai mata uang turun, peningkatan nilai tambah yang dinyatakan dengan antara lain peningkatan produksi akan mengembalikan apa yang hilang.

Apa faktor kuncinya?

Belum lama ini saya membaca kembali buku yang ditulis Ibu Dorothy I. Marx, "Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa". Saya percaya, ini adalah faktor kunci, karena kebenaran Allah menjadi sumber segala nilai tambah yang dapat diberikan manusia. Ibu mengupasnya mendalam dari berbagai aspek, yang tidak akan saya bahas...jujur, ndak sanggup.

Kembali kepada Anda, para pembaca, pertanyaan 'untuk apa bekerja?' telah menjadi 'bagaimana memberi nilai tambah?' Saya tidak tahu semua jawaban. Saya pikir, setiap orang harus mencari jawaban lengkapnya sendiri, sesuai dengan bidangnya. Apa nilai tambah sebagai seorang dokter? Apa nilai tambah sebagai seorang manajer HRD? Apa nilai tambah sebagai seorang Akuntan? Apa nilai tambah sebagai seorang konsultan finansial? ...demikian seterusnya.

Semoga, ini juga menjadi pertanyaan Anda. Terpujilah TUHAN!

Tidak ada komentar: