Cari Blog Ini

10 Oktober 2008

Analisa Pasar

Dear Friends,

Saat ini kondisi krisis ekonomi sudah berlangsung selama hampir 2 minggu. Tanda-tandanya sudah dimulai dari awal bulan September, tapi pada akhir September gelombang krisis mulai menerpa, dimulai dari pernyataan bangkrutnya Lehman Brothers, yang sudah berdiri sejak 1889. Ini adalah gelombang berikut dari krisis akibat subprime mortgage, surat gadai rumah yang kehilangan nilainya di Amerika.

Masalahnya bukan hanya subprime mortgage; ini adalah pemicu. Masalah yang lebih dalam adalah kehidupan rakyat Amerika yang ditopang oleh hutang, sampai hutang rakyatnya mencapai 100% PDB Amerika. Mereka berhutang untuk rumah, untuk mobil, untuk bayar sekolah, dan segala kebutuhan lain dengan kartu kredit. Dimulainya kira-kira di tahun 2000, yaitu setelah pasar saham jatuh karena krisis dot.com. Waktu itu, Alan Greenspan membuat suku bunga The Fed menjadi rendah sekali, sehingga dengan mudah orang mendapatkan pinjaman dan menjalankan kembali roda ekonomi Amerika dan dunia.

Pelajaran penting bagi Indonesia, yang rakyatnya juga suka berhutang: beli rumah pake kredit, beli mobil dikredit, uang sekolah, jalan-jalan ke luar negeri, atau beli panci pun kredit! Nyata benar bahwa kebutuhan MENABUNG bukan saja berguna bagi individu, tetapi juga bagi bangsa dan negara, lihat saja Jepang. Tetapi, mari kita lihat akibatnya lebih lanjut.

Di tahun 2000-an itu kredit rumah menjadi rendah, sedangkan jumlah rumah terbatas. Akibatnya, kenaikan harga rumah menjadi tinggi, mencapai 20% per tahun jauh di atas bunga kredit yang hanya 2%-an saja. Waktu itu membeli rumah merupakan tindakan yang dianggap 'cerdas', orang yang beli di awal tahun dengan bunga bank bisa menjualnya lagi di akhir tahun dengan keuntungan besar. Orang pun berlomba-lomba membeli rumah, membuat permintaan akan rumah baru dan kredit baru menjadi semakin besar. Keyakinan orang: yang namanya RUMAH pasti akan naik harganya. Keyakinan akan mendapat untung membuat orang juga berani membeli lebih awal, dengan keyakinan bahwa nanti hutangnya bisa dibayar oleh keuntungan investasi. Bukan hanya rumah, semua penjualan lain juga meningkat dan terjadilah pertumbuhan ekonomi yang mengesankan.

Siapa bilang rumah akan SELALU naik harganya?

Terjadilah, para developer berlomba-lomba membangun rumah. Untuk membiayai permintaan kredit rumah, subprime mortgage diluncurkan dan dibeli oleh hampir semua bank investasi di Amerika dan Eropa. Hutang dibuat semakin besar. Persaingan penjualan rumah terjadi, sehingga orang yang tidak pantas mendapat kredit pun bisa menandatangani KPR dan memperoleh rumah yang cukup mewah, yang normalnya tidak mungkin sanggup dibayarnya. Dan semakin hari, semakin banyak orang yang tidak layak menerima kredit, bisa menandatangani akad kredit. Sementara itu, lembaga rating seperti S&P memberi peringkat tinggi kepada subprime mortgage.

Masalah dimulai dengan pertumbuhan ekonomi China dan India yang hebat, menciptakan defisit perdagangan Amerika. Ini juga merupakan dampak globalisasi, ketika banyak perusahaan Amerika merelokasi pabriknya ke China, mencari tempat produksi yang lebih murah. India juga berkembang pesat, demikian pula Rusia dan Brasil. Itu yang berkembang ekonominya. Di sisi lain, sumber dana mulai bergeser. Dahulu, para investor dan pemilik dana besar adalah orang Amerika. Sekarang, orang Amerika semakin banyak (dan boros) menghamburkan uang, sedangkan pendapatan mereka menurun. Orang-orang Timur Tengah, para raja minyak, mempunyai dana dalam jumlah yang lebih besar, suatu kumpulan dana yang disebut Sovereign Wealth Fund yang berkuasa di bursa-bursa modal dunia, yang jumlahnya mencapai triliunan dollar. Selama masa booming ekonomi di awal abad 21, dana ini membuat pasar semakin bergairah dengan saham-saham yang secara statistik jauh lebih banyak naiknya daripada turun.

Bicara saham, sebenarnya yang jadi patokan bukan harga, melainkan P/E Ratio (price/earning ratio). Di bursa Wall Street, P/E bisa mencapai 30 sampai 40, artinya harga saham 40 kali dividen yang diterima. Orang masih mau beli karena yakin kenaikan harga sahamnya lebih tinggi daripada keuntungan dividen; maka P/E pun tidak lagi diperhatikan. Transaksi saham menjadi semakin cepat, dalam praktek yang disebut short selling -- orang bisa menjual saham yang belum dipegangnya dengan keuntungan yang lumayan!

Tapi defisit perdagangan menimbulkan ancaman inflasi (ada dua penggerak inflasi: demand-pull dan cost-push) karena meningkatnya biaya-biaya yang mendorong harga naik. Lagipula, Amerika masuk dalam dua front perang: perang di Afghanistan dan di Irak yang banyak memakan biaya, sekaligus membuat defisit perdagangan Amerika semakin parah. The Fed kemudian menaikkan tingkat suku bunganya. Di saat yang sama, harga rumah tidak lagi bisa naik terlalu tinggi, karena sekarang jumlah rumah semakin banyak sedangkan permintaan rumah menurun. Rakyat Amerika pun semakin sukar membayar bunga kredit dan hipotik/gadai, dan untuk kartu kredit mereka mulai terpaksa bayar sejumlah minimum.

Krisis subprime mortgage dimulai oleh laporan, bahwa lebih dari 1 juta rumah harus disita karena pembeli tidak sanggup membayar. Tiba-tiba saja, orang sadar masalah ini sangat besar karena nilai subprime mortgage sudah sangat tinggi. Bank-bank investasi di Amerika harus mempertanggungjawabkan surat gadai yang dikeluarkan, terpaksa menanggung kerugian. Ini terjadi pada bulan September 2007. Selain itu, banyak juga hutang-hutang lain yang menjadi default, tidak dibayar. Tiba-tiba saja orang juga sadar bahwa banyak harga saham di Amerika terlalu tinggi, karena didorong oleh impian terlalu muluk. Hasilnya, pasar saham pun jatuh.

Uang Sovereign Wealth Fund yang besar itu segera berpindah dengan cepat ke pasar lain, yaitu pasar komoditas. Di dalamnya, yang paling dicari adalah komoditas pertambangan/energi dan perkebunan. Segera saja harga minyak menjadi tinggi, begitu juga harga beras, gandum, jagung, juga kedelai. Apakah kita ingat bagaimana warung tegal bermasalah dengan tempe dan tahu karena harganya naik tinggi sekali? Pasar komoditas menjadi gila-gilaan, karena ada uang besar yang masuk, berebut membeli komoditas apapun dengan harga berapa pun, padahal jumlah komoditas terbatas. Harga minyak bumi juga meningkat dengan cepat, yang pada gilirannya membuat Indonesia juga kelimpungan dengan harga minyak bumi berkaitan subsidi.

Di Amerika, lembaga-lembaga mulai berguguran. Bulan Maret 2008, Bear Sterns tidak sanggup lagi berdiri, lalu diakuisisi oleh JP Morgan dengan bantuan The Fed. Sementara itu, krisis hutang sejak 2007 membuat bank di Amrik tidak lagi mau mengeluarkan kredit dengan kriteria biasa, membuat orang makin sulit meminjam. Krisis menjadi lebih hebat dengan bank yang berguguran semakin banyak, demikian juga lembaga investasi dan asuransi di Amerika. Pemerintah Amerika akhirnya mengeluarkan UU dana talangan / bailout dengan total $ 700 milyar. Tapi, sekarang ini masalahnya adalah kepercayaan, yang tidak bisa dibeli uang. Memang bank tidak sampai hancur, tetapi krisis hutang dan ketidak-percayaan pada ekonomi membuat saham terus berguguran.

Saham di Eropa dan Asia juga mengalami hal serupa, karena dua hal. Yang pertama, banyak investor di Asia adalah orang Eropa dan Amerika. Waktu mereka mengalami kerugian di negaranya, mereka butuh likuiditas untuk menutupi kerugian. Mereka lalu mencairkan investasi, menjual saham dan obligasi di Asia dalam jumlah besar. Tentu saja pasar Asia juga jatuh. Apakah orang-orang itu menjual pada posisi rugi? Tidak juga, karena selama beberapa tahun ini pertumbuhan bursa modal di Asia mengesankan. Bagi orang asing yang sudah berinvestasi sejak tahun 2000-an, walaupun pasar di Asia sekarang jatuh (diukur dari awal tahun), mereka masih tetap menerima pengembalian yang menguntungkan, lebih besar daripada suku bunga di Amerika atau Eropa.

Yang kedua, pemain di Indonesia banyak merupakan spekulan. Sebagian adalah orang-orang yang bermain sebagai pengikut, cara kerjanya adalah melihat bagaimana posisi pasar singapore strait times dan new york wallstreet kemarin, lalu mengikuti gerakannya. Kalau di sana jual, di sini jual. Di sana beli, di sini beli. Di sana hancur, di sini panik. Sebagian lain adalah orang-orang yang memainkan pasar... mereka sekarang mencairkan saham besar-besaran, lalu menyimpan dana di deposito bank, yang bunganya tinggi. Harapannya, kalau nanti pasar mulai pulih, harga saham bisa murah sekali untuk mereka borong, sehingga bisa dapat jumlah saham jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Jual saham sekarang ramai-ramai, simpan dana di deposito 3 bulanan, bisa dapat bunga 3% (12% per tahun). Semakin hancur pasarnya sekarang, semakin baik karena harga saham semakin murah untuk dibeli lagi.

Secara garis besar, Amerika jatuh. Apakah Asia juga jatuh? Ya, pasar sahamnya. Apakah Indonesia jatuh?

Kemarin ada komentar tokoh partai yang sepertinya yakin Indonesia akan mengulangi tahun 1997-1998.

Lihatlah, nyatanya Indonesia mempunyai cadangan devisa yang jauh lebih besar. Walaupun dalam beberapa hari ini rupiah jatuh dan dollar melangit, kalau dilihat secara statistik dalam 6 bulan terakhir harga dollar relatif stabil. Dan kalau melihat dalam 3 triwulan ini pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,3%-6,4%, posisi Indonesia lebih baik daripada Singapore yang selama 6 bulan terakhir pertumbuhan ekonominya negatif.

Indonesia istimewa karena 2 hal ini. Yang pertama, negara kita adalah penghasil komoditas, yang sekarang ini harganya baik. Mau krisis bagaimana pun, kenyataannya kita tetap bisa memproduksi kebutuhan manusia secara riil. Yang kedua, pasar saham kita diisi oleh banyak perusahaan yang monopoli dan oligopoli, sehingga praktis perusahaan-perusahaan ini tidak pernah merugi. Yang ada adalah untung sekali dan untung sedikit, seperti Telkom, Tbk. Krisis ini menjatuhkan pasar saham, tetapi ini juga membuat P/E di Indonesia menjadi di bawah 10. Kalau dilihat dari posisi IHSG sekarang, mungkin sudah di bawah 8. Krisis bisa saja berjalan, tapi earning dari perusahaan kan tidak lantas berubah.

Kalau di Indonesia sekarang terasa sulit, penyebabnya lebih karena likuiditas yang seret, karena Pemerintah juga belum membelanjakan dananya, terhimpun ratusan triliun Rupiah di BI. Begitu dana ini mencair, tentunya likuiditas di Indonesia menjadi lebih baik. Dapatkah kita menduga seperti apa ekonomi kita kelak?

Perhatikanlah, bahwa kondisi sekarang ini dipicu oleh keadaan di luar negeri, khususnya Amerika dan Eropa. Untuk Asia, di sini ada India dan China, juga Indonesia sendiri, yang posisinya masih kuat, pertumbuhannya masih tinggi, jauh berbeda dengan Amerika. Kalau dana asing keluar, tidak berarti pasarnya buruk atau ekonominya buruk. Bank di Indonesia juga tidak mempunyai masalah seperti di luar negeri, masih tetap stabil dan malah berlomba-lomba menawarkan deposito dan kredit.

"Kehancuran" pasar saham bersifat semu, karena P/E yang rendah berarti pasar ini menjadi sangat-sangat atraktif. Ini pasti akan sangat menarik untuk dana SWF yang sekarang keluar dari bursa, yang kalau nanti balik masuk bursa modal lagi pasti mencari tempat yang menguntungkan seperti Indonesia.

Pertanyaannya, kapan dana mulai masuk lagi? Tentunya saat orang tidak lagi panik. Sekarang sebenarnya adalah waktu yang tepat untuk rakyat Indonesia membeli saham-saham Indonesia sendiri, mengapa membiarkan orang asing yang membeli dan memiliki perusahaan Indonesia? Krisis kali ini adalah krisis yang dipicu oleh psikologi investor. Jika sekarang kita semua tenang dan cepat-cepat membeli saham, pasti bursa modal Indonesia akan berbalik arah dengan cepat. Kita bisa berharap hasil yang menyenangkan tahun depan.

Tapi kalau kita semua terus-terusan panik tanpa alasan, panik melihat rumah tetangga terbakar, kemudian meruntuhkan rumah kita sendiri.... wah, kacau betul ya? Sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk mulai membeli dan bertahan dengan apa yang ada. Masa depan Indonesia ada di tangan rakyatnya sendiri.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

sebenarnya sih bisa aj bener analisa anda, tapi masalhnya kan orang Indonesia itu gak terlalu bagus pemahaman investasinya karena orang-orang bego yang ada di pasar komoditi Indonesia terus-terusan menipu para investornya , sehingga para investor pasar komoditi pun kehilangan uangnya. Hal ini pun diperparah dengan kondisi Bapepam yang tutup mata dan membiarkan praktek para perusahan efek yang tidak punya manajer investasi kayak gini untuk terus beroperasi. SO jadinya orang indo akan tetep mandang pasar saham en pasar komoditi itu tempatnya untuk kehilangan uang dalam jumlah besar, bukannya dapat untung besar.. lagipula kalau lihat tren nya pasar saham di Amrik sana yang tahun 1929 crash, 1980an crash, 2000an crash dot.com , trus sekarang crash akibat subprime motgage, kan para investor di Indonesia jadi mikir ni orang-orang akuntan dan para penjaga pasar model Bapepam Menkeu trus auditor kerjaannya ngapain aja. Tidur trus lenggang aj lihat pelanggaran demi pelanggaran keuangan yang dilakukan perusahaaan dan bank dan perusahaan saham / efek yang beroperasi dengan seenak jidatnya . Selama ni masalah gak dibenerin ya biar aj tuh para investor asing yang kuasain pasar saham..toh kalo rugi atau untung biar aja mereka yang tanggung..

Anonim mengatakan...

Mas Dony pada sisi lain saya mengakui analisis mas Dony, namun pada sudut pandang lain, saya mau bilang, Kalo Negara Indonesia yang sudah merdeka 60 tahun lebih, ibaratnya masih jalan di tempat.
Budaya orang Indonesia harus dirubah, kenapa saya mengatakan seperti itu mas Dony,Jangan sampai ajak Investor sampai menipu orang supaya bisa mendapatkan kecolongan sebesar- besarnya mungkin.
dalam Komentar ini saya mau menekakan pada perubahan mentalitas, dan budaya Pungli sepanjang jalan. itu harus dirubah. Saya ambil tidak perlu jauh- jauh Propinsi Timor- timor yang dulu kita semua orang Indonesia meragukan untuk kemerdekaannya, tapi apa yang sekarang ini terjadi, baru merdeka 9 tahun sudah mampu memberikan jaminan hidup kepada rakyatnya setiap bulan dapat gaji, kerja dan tidaknya.tidak punya hutang, punya mata uang dolar america, punya hak istimewa dari UNIEROPA kepada Rakyatnya. Pertanyaan kapan Indonesia bisa memberikan jaminan hidup kepada Rakyatnya.
HAl Pungli juga bukan hanya di kalangan masyarakat, namun yang menyedihkan adalah pegawai- pegawai Imigrasi melakukan pungli kemana- kemana, bahkan didalam kantor sendiri lagi. nah kapan orang asing bisa percaya kepada Bangsa Indonesia untuk mau melakukan investasi, demi untuk mengurangi lapangan kerja, masalah TKI yang disiksa diperkosa dimana- mana. Thanks Mas Dony