Ribuan tahun kemudian, Babel menjadi besar di tangan Nebukadnezar, raja legendaris yang perkasa. Ia seperti titisan Nimrod, membangun segala kemegahan berbalutkan emas, di mana segala bangsa menemukan kerajaan besar yang memberi kesejahteraan dan kemakmuran, sekaligus rasa takut akan kedahsyatannya. Inilah kerajaan yang besarnya melebihi Asyur dan Mesir, yang termahsyur seperti Israel di masa Daud dan Salomo.
Bayangkan, bahwa semua ini dimulai oleh Nebukadnezar, dari sebuah kerajaan kecil orang Kasdim, sampai menjadi hebat seperti ini. Bayangkanlah betapa sang raja dipuja dan disembah oleh rakyatnya! Ia menyatakan diri menjadi dewa, membuat patung emas berdasarkan dirinya sendiri, dan memaklumkan semua untuk menyembah patung emas itu, dewanya, yaitu dirinya sendiri.
Jika kita ada di sana, apakah kita juga akan menyembahnya, sebagian karena takjub, sebagian lagi karena takut? Lalu, di manakah iman kita kepada Tuhan, Allah semesta alam?
Orang-orang seperti Sadrakh, Mesakh, dan Abednego memilih untuk masuk ke dapur perapian yang panasnya membinasakan -- apalagi dicampakkan masuk ke dalamnya. Siapa yang mau mengikuti resiko serupa?
Kita diajari untuk memisahkan antara agama dan negara. Akhirnya, kita berpikir bahwa ada pemisahan yang jelas antara kekuasaan manusia dan kuasa Ilahi. Kekuasaan dunia berjalan sendiri, lepas dari campur tangan Allah. Apapun yang terjadi, itulah pilihan manusia yang menentukan sendiri nasibnya... itulah yang ingin kita percayai, bukan?
Apa yang dialami Nebukadnezar membuktikan sebaliknya. Dia yang meninggikan diri, direndahkan TUHAN, Allah semesta alam, sampai ia mengakui Yang Mahatinggi. Hanya sedikit manusia yang mencapai kemuliaan Nebukadnezar, tapi siapapun yang mengalaminya harus ingat bagaimana yang terbesar pun bisa dijatuhkan serendah binatang.
Dahulu begitu, sekarangpun demikian. Kuasa Allah selalu lebih dari manusia. Terpujilah TUHAN!
Published with Blogger-droid v1.5.3.1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar