Pada jamannya, Xerxes, raja Persia, dianggap sebagai manusia-dewa. Dia bertahta di Puri Susan yang megah, dengan pasukan disebut Immortal, yang menggentarkan seluruh Asia. Menakutkan, sekaligus menjadi sumber harapan. Orang-orang berbondong-bondong menyembahnya, sekaligus memohon sesuatu. Rejeki besar bagi yang diperkenan raja dan celaka ngeri bagi yang dimusuhinya.
Saat itu, Nehemia menjadi juru minuman raja. Ini posisi penting, suatu tempat terpercaya yang tinggi sekali karena berada di sisi sang dewa. Bisa dibayangkan, hidup Nehemia pasti makmur sentosa, aman tenteram, dan membuat iri banyak orang. Ia sudah mendapat apa yang diimpikan banyak orang. Apakah Nehemia puas?
Ia memikirkan tanah Israel. Ia bertanya tentang tembok dan gerbang Yerusalem. Ia menangis, berkabung, dan berdoa kepada TUHAN, Allah semesta alam. Ia rela takut kepada Allah, bahkan saat semua bangsa lain takut kepada Xerxes. Nehemia memilih kepada siapa ia takut, suatu sikap rela, bukan terpaksa.
Rasa takut itu sendiri membuat Nehemia lebih memikirkan Tanah Perjanjian, tempat yang dipilih TUHAN untuk hadir. Ia takut dan mengakui dosanya, perbuatan dosa yang dibuatnya setiap kali menghadap raja. Ia menyesal karena bangsanya tidak mentaati hukum-hukum Musa. Akhirnya, Nehemia memilih untuk bertindak karena takut akan TUHAN, daripada takut pada raja. Ia keluar dari kenyamanannya dan membangun kota.
Apa yang kita takuti? Kita semua dapat merasa sangat nyaman dengan situasi hidup, dan kita takut terhadap apapun yang dapat merenggut kenyamanan itu. Apakah kita rela takut kepada Tuhan, sebagai pilihan yang kita buat?
Jika kita memang takut, apakah kita bersedia untuk membangun Kerajaan Allah, berani keluar dari zona nyaman kita sekarang bagi-Nya? Atau kita terlalu takut nanti hidup susah?
Terpujilah TUHAN!
Donny A. Wiguna, ST, MA, CFP® QWP® AEPP® QFE. Perencana Keuangan Profesional. Pengajar Keuangan. Pengikut Kristus.
Cari Blog Ini
01 Agustus 2010
Rela Takut
Published with Blogger-droid v1.4.8
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar