PANAMA PAPERS
membuat mata terbuka tentang praktek orang-orang kaya untuk menyelamatkan
kekayaannya dari incaran pajak. Ok. Sebelum lebih lanjut, lebih dahulu harus
dipahami ada dua hal yang berbeda soal tidak membayar pajak ini. Yang pertama
adalah PENGGELAPAN PAJAK (Tax Evasion), yang merupakan kriminal. Yang kedua
adalah PENGHINDARAN PAJAK (Tax Avoidance), yang bisa saja sepenuhnya
legal.
Penggelapan pajak adalah, situasi dimana orang atau badan usaha seharusnya membayar pajak, namun melakukan berbagai manipulasi dan pat pat gulipat, sehingga tidak bayar pajak atau membayar pajak lebih kecil. Seringkali caranya kerjasama dengan petugas pajak…. Itu adalah tindakan kriminal, berakhir di penjara.
Penggelapan pajak adalah, situasi dimana orang atau badan usaha seharusnya membayar pajak, namun melakukan berbagai manipulasi dan pat pat gulipat, sehingga tidak bayar pajak atau membayar pajak lebih kecil. Seringkali caranya kerjasama dengan petugas pajak…. Itu adalah tindakan kriminal, berakhir di penjara.
Penghindaran pajak
adalah, situasi dimana orang mengatur badan atau aset dan hasilnya menjadi
BUKAN objek pajak, atau setidaknya hanya sebagian membayar pajak, melalui
penetapan yang SAH dan diijinkan. Ini bukan tindakan kriminal, namun secara
moral patut dipertanyakan.
Kenapa patut dipertanyakan? Karena, secara moral, seorang warganegara yang baik akan bersedia membela dan membangun negaranya dengan rela membayar pajak secara penuh. Seharusnya, selayaknya, pajak dibayar agar negara memperoleh cukup pendapatan untuk bekerja, menjaga kehidupan seluruh rakyat.
Kenapa patut dipertanyakan? Karena, secara moral, seorang warganegara yang baik akan bersedia membela dan membangun negaranya dengan rela membayar pajak secara penuh. Seharusnya, selayaknya, pajak dibayar agar negara memperoleh cukup pendapatan untuk bekerja, menjaga kehidupan seluruh rakyat.
Di sisi dirjen
pajak, pokok utamanya sederhana: ada target yang harus dicapai, di mana
penerimaan pajak menjadi salah satu pendukung utama APBN. Jadi, harus
dipikirkan bagaimana pungutan pajak bisa dilakukan lebih banyak, lebih luas --
supaya anggaran belanja negara tercukupi.
Di sisi wajib
pajak…. Apakah seseorang yang bekerja lebih banyak, lebih keras, menjadi wajib
untuk mendukung bangsa dan negara ini? Mereka yang berjerih lelah membangun
perekonomian, patutkah mereka diberi hadiah berupa dikejar-kejar untuk bayar
pajak?
Sedangkan, sebagian
besar orang di usia kerja, yang pendapatannya 3 jt per bulan, tidak dikenakan
pajak (PTKP adalah 3 jt per bulan atau 36 jt per tahun)?
Pertanyaannya
berlanjut menjadi, masih adakah hak azasi seorang untuk memiliki, menyimpan,
dan mengelola hartanya sesuai dengan apa yang dikehendakinya? Jika masih ada
hak azasi itu, maka apa yang melarangnya untuk menaruh hartanya di luar negeri?
Orang Indonesia bisa menaruh harta di mana saja, kan?
Mereka menaruh harta
di luar negeri, dengan cara membentuk perusahaan asing. Sahamnya dibuat atas
nama warganegara asing tempat perusahaan didirikan, sementara si pemilik harta
sebenarnya hanya menjadi direktur pelaksana. "Perusahaan asing" ini
terus bekerja di Indonesia, mendapatkan untung, dan tentunya membayar pajak
badan secara normal (bukan menggelapkan pajak lho).
Karena ada keuntungan, maka ada dividen dari saham. Keuntungan ini secara hukum diterima oleh warganegara asing tadi, tapi itu hanya nama saja…. Dan oleh orang Indonesia ini dana itu terus dibuatkan menjadi aset lain, perusahaan lain, juga di luar negeri. Dari waktu ke waktu, kekayaannya bertambah.
Karena ada keuntungan, maka ada dividen dari saham. Keuntungan ini secara hukum diterima oleh warganegara asing tadi, tapi itu hanya nama saja…. Dan oleh orang Indonesia ini dana itu terus dibuatkan menjadi aset lain, perusahaan lain, juga di luar negeri. Dari waktu ke waktu, kekayaannya bertambah.
Orang Indonesia ini
akan 'dibayari' oleh perusahaan asing yang didirikannya -- itu adalah biaya
operasional yang mengurangi laba. Tentunya sebagai 'pegawai' ia akan dikenakan
pajak penghasilan -- tetapi bukan dihitung dari segala kekayaan yang sebenarnya.
Pajak yang dibayarnya jauh lebih kecil daripada peningkatan kekayaan yang
dimilikinya. Perusahaannya terus bertambah, bertumbuh, berada di luar negeri.
Perusahaan Panama
itu menjadi penyedia jasa untuk membuat semua hal ini bisa terjadi.
Secara hukum, semua
ketentuan perpajakan dipenuhi. Tidak ada penggelapan pajak. Kekayaan, aset
perusahaan bertumbuh di negara yang tidak mengenakan pajak pada aset dan
kekayaan. Negara-negara ini hanya memungut sebagian kecil dari pendapatan laba
perusahaan, untuk menutupi biaya negeri yang kecil mungil dan berpenduduk tidak
sampai satu juta orang itu. Kalaupun mau melakukan 'pelacakan' kekayaan, nama
orang Indonesia tidak muncul dalam dokumen pemilik di akte. Perjanjian antara
orang Indonesia dan warga asing yang ditunjuk, itu adalah perjanjian khusus
berdua saja, yang tidak diumumkan.
Jadi….. Kalau tidak
ada pelanggaran hukum, maka tidak bisa dilakukan tindakan hukum. Namun secara
moral, hal ini mengganggu -- dan muncul usaha untuk mengambil kembali
'kekayaan' itu…. Masalahnya, secara politik, bagaimana menyelaraskan antara hak
individu dengan kebutuhan komunitas? Jika secara politik, demi popularitas
partai politik, dilakukan langkah-langkah represif, misalnya memenjarakan orang
kaya itu untuk memaksanya….. Apa dasar hukum untuk memenjarakan orang karena
melakukan penghindaran pajak, dan secara hukum memasang nama orang lain sebagai
pemilik yang sah?
Lebih jauh lagi,
tindakan represif hanya membuat orang-orang kaya itu terus pergi dari
Indonesia, dan menarik semua aset dan usaha mereka. Sebagai pemilik yang
sebenarnya, bukankah mereka bisa melakukan hal itu? Toh masih ada negara lain
di atas muka bumi ini. Pemerintah tidak bisa menjadi lebih pandai daripada
orang yang memikirkan cara untuk memperoleh kekayaannya.
Orang Indonesia
tidak harus punya aset di Indonesia.
Orang Indonesia
tidak harus berbisnis di Indonesia.
Orang Indonesia
tidak harus berbahasa Indonesia.
Orang Indonesia bisa
berubah menjadi bukan Indonesia.
Yang tertinggal
hanya orang Indonesia yang biasa-biasa saja, dan bisanya cari makan -- bukan
menyediakan pekerjaan. Jadi, siapa yang sebenarnya kehilangan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar