Cari Blog Ini

15 Oktober 2010

Diskusi Imaginer Dengan Ligwina Poerwo-Hananto

Bagian dari tulisan ini mengambil dari http://QMFinancial.com/content/view/140/36

Sebagaimana dilampirkan dalam buku Freddy Pieloor, "Jangan Beli Unit Link, bila Anda tidak paham benar!", hal 211

Ada teman-teman yg berbicara, dan menawarkan, tetapi sebagai Perencana Keuangan yang paham unit link, menarik untuk turut berdiskusi di sana.

Mbak, produk kami adalah produk unit link dari perusahaan ternama XYZ

Gak mau Mas, saya gak perlu unit link

Donny> Oh, memang betul, jarang orang merasa membutuhkan unit link. Produk ini bukan sesuatu yang dirasakan perlu, melainkan dipikirkan perlu.

Tapi kan perlu investasi Mbak

Sudah investasi dong Mas. Untuk investasi saya pakai beberapa reksa dana, beberapa bisnis, properti dan saham

Donny> Bagus sekali! Sebaiknya kita memang punya portofolio investasi dan asuransi. Unit link adalah produk unik yang menggabungkan investasi dengan asuransi, dengan cara yang tidak didapatkan pada produk lain. Tidak ada salahnya menambah diversifikasi dalam unit link, apalagi mengingat beberapa kelebihannya.

Tapi reksa dana kan ada risikonya Mbak.

Unit investasi dalam unit link itu kan reksa dana juga, Mas. Resiko investasinya sama saja, bergantung jenis instrumen di dalamnya.

Donny> Mbak, mungkin ada sedikit salah penjelasan. Yang jelas, produk reksa dana tidak dapat menanggung resiko hidup Mbak, bukan? Unit link menjadi investasi yang bukan saja memberi hasil, tetapi juga memberi perlindungan Asuransi Jiwa.

Unit link kan ada asuransinya dengan 1 juta/bulan. UP-nya besar loh Rp 280 juta.

No thank you. Rp. 280 juta gak cukup, Mas. Itu cuma seharga mobil suami saya. Masak nilainya suami saya disamain sama mobilnya? Kami sudah fully covered Mas, uang pertanggungannya Rp 1 M, cuma bayar Rp 4 juta/tahun. Uang Pertanggungan Rp 4 M, cuma bayar Rp 13 juta/tahun. Jauh, kan?

(FYI, asuransi jiwa term life 10 tahun untuk seseorang berusia sekitar 30 tahun, dengan uang pertanggungan di bawah Rp 400 juta, paling-paling preminya hanya Rp 750 ribu/tahun)

Donny> Nah, Mbak betul: memang Rp 280 juta nggak cukup. Kalau mobil Mbak Rp 280 juta, bisa diduga pendapatan per tahun sekitar Rp 400 juta, dan memang itu berarti butuh Asuransi Jiwa sebesar Rp 4 M. Unit link bisa memberikan Uang Pertanggungan sebesar itu lho, Mbak, bukan hanya Rp 280 juta.

FYI, sistem Asuransi dalam Unit Link sebenarnya serupa dengan Asuransi Jiwa Term Life. Bedanya, di sini Mbak tidak perlu bayar sendiri preminya yang Rp 13 juta/tahun, karena dana itu diambil dengan cara mencairkan unit di dalam investasinya – itulah sebabnya maka disebut unit link. Sementara itu, ada beberapa kelebihan lain Unit Link, yang bisa saya sebut minimal dua hal dibandingkan Asuransi Term Life.

Yang pertama, kalau orang berusia 30 tahun ambil Asuransi Term Life selama 10 tahun, di usia 40 tahun waktu perpanjangan, ia harus melakukan proses underwriting lagi. Kalau ia sudah tidak sehat, ia harus bayar premi jauh lebih mahal – bahkan mungkin ditolak. Lagipula, asuransi term life umumnya melindungi kurang dari usia 70 tahun.

Yang kedua, dalam asuransi unit link kita bisa menambahkan manfaat tambahan, seperti perlindungan terhadap penyakit kritis, atau perlindungan biaya rumah sakit – itu adalah hal-hal yang harus Mbak tambahkan sendiri kalau ambil Asuransi terpisah, lagipula berjangka pendek seperti Asuransi Umum lainnya. Begitu Nasabah kena penyakit berat seperti jantung atau kanker yang butuh banyak biaya RS, Asuransinya tidak dapat diperpanjang karena ditolak oleh Perusahaan Asuransi. Di Indonesia belum ada jaminan asuransi bisa diperpanjang.

Dalam unit link ada waiver dan rider yang sangat berguna loh, Mbak. Jadi kalau ada apa-apa dan tidak dapat membayarkan preminya lagi, perusahaan asuransi akan melanjutkan investasinya. Jadi di tahun ke-13, uang sekolah S1-nya dapat tetap tercapai.

UP Asuransi jiwa kami sudah sangat memadai. Jadi kalau ada apa-apa, justru UP ini yang harusnya langsung keluar, gak usah nunggu 13 tahun lagi dan kami investasikan kembali sekarang. (Money today is worth more than money 13 years from now!) Target dana S1 anak saya 13 tahun lagi Rp 1,5 M, kalau UP-nya 4 M artinya didepositokan juga sudah cukup.

Kalau sampai perusahaan asuransinya gak mau membayarkan klaim dengan UP jiwa ini pun, aset yang ada masih dapat dikelola agar menghasilkan nilai yang optimal.

Donny> Benar Mbak, seandainya "ada apa-apa" adalah meninggal dunia. Tetapi, resiko hidup ada yang lain, seperti mengalami cacat total tetap, atau menderita penyakit kritis. Asuransi Term Life memang besar dan bisa melindungi dari kematian dengan 'murah' (FYI, sebenarnya di Indonesia preminya masih tinggi, dibandingkan di negara maju), tetapi tidak melindungi dari resiko hidup.

Mbak pernah lihat orang yang tadinya makmur, lalu suaminya ternyata gagal ginjal dan tidak bisa bekerja lagi, sebaliknya tiap bulan harus cuci darah? Dalam waktu beberapa tahun, perawatannya menghabiskan seluruh tabungan dan aset keluarga. Dan celakanya, ia masih belum meninggal juga…sampai habis kontrak Asuransi Term Life-nya. Tentu saja perusahaan Asuransi tidak mau meneruskan perlindungan, dan akhirnya ia meninggalkan keluarga dalam keadaan sengsara.

Yang ini ada investasinya loh Mbak.

Unit investasi dalam unitlink itu sama saja dengan reksadana. Jadi investasinya langsung aja di reksadana Mas. Jadi kalau investasinya Rp 500ribu per bulan atau Rp 6 juta /tahun. Terus asuransinya dibeli terpisah dengan asuransi jiwa term life 10 thn (beserta asuransi kecelakaan), UP Rp 1 M, premi Rp 4 juta /tahun. Jadi dengan bayar Rp 10 juta / tahun saya dapat UP lebih besar, investasi saya di reksadana cuma dipotong 0% - 2% subscription fee. Tadi Mas kasih saya ilustrasi Rp 12 juta /tahun, UP cuma Rp 280 juta, unit investasi dipotong fee 5% dan tahun-tahun pertama gak langsung masuk ke unit investasinya.

Donny> Sebenarnya, ada dua perbedaan lho Mbak. Yang pertama, jika mau beli reksa dana, Mbak harus menyediakan dana awal yang cukup besar. Reksa dana kan bermacam-macam, ada yang baru sehingga resiko tinggi, ada juga yang dana kelolaannya sudah besar sehingga resiko lebih rendah. Reksa dana yang resikonya lebih rendah ini tidak dijual di semua bank, hanya di bank besar. Untuk mendapatkannya, Mbak harus menaruh dana puluhan juta. Kalau melalui unit link, Mbak bisa mendapatkan reksa dana yang sama, tetapi dengan dana setoran awal yang jauh lebih rendah, hanya ratusan ribu Rupiah saja.

Yang kedua, waktu masukin reksa dana memang hanya dipotong 0%-2% (dibandingkan 5% di unit link), tetapi untuk mencairkan reksa dana itu kelak, kena biaya 0,5% dari total dana yang dicairkan. Demikian juga kalau mau melakukan pemindahan dana (switching), di reksa dana dikenakan biaya 0,5% setiap kali melakukannya. Biaya penarikan dan pemindahan di unit link bisa gratis sampai batas tertentu.

Di tahun-tahun awal memang ada biaya pada unit link, tetapi itu bukan biaya investasi, melainkan biaya akuisisi asuransi. Biaya akuisisi selalu ada pada setiap produk asuransi; hanya dalam halnya unit link, seluruh biaya akuisisi asuransi dipungut di muka, setelah itu tidak ada biaya lagi. Kalau Mbak mengambil Asuransi Term Life, setiap kali Mbak membayar premi, setiap kali pula Mbak bayar biaya akuisisi, alias komisi agen.

Oh Term life, itu kan traditional Mbak. Kami udah gak jual itu.

Kenapa dong gak mau jual? Mau traditional atau modern gak masalah Mas. Yang penting produknya membuat Financial Plan saya efisien. Dengan mengeluarkan uang yang lebih sedikit, saya dapat lebih banyak coverage dan unit investasi yang saya dapatkan lebih banyak, gak dipotong-potong fee terlalu banyak. Ini belum ngomongin return lho.

Donny> Wah, sayang sekali kalau perusahaan Anda ngga jual itu lagi. Kalau perusahaan saya sih masih memasarkannya, sebagai bagian dari Perencanaan Keuangan yang baik. Soal fee, semua asuransi ada fee nya, yang besarnya kurang lebih sama saja. Hanya cara memungutnya yang berbeda, kalau Anda tahu bedanya…

Term life kan gak ada nilai tunainya Mbak? Terus kalau sudah tua, umur 55 misalnya, jadi mahal kan preminya Mbak.

Saya perlu asuransi jiwa untuk perlindungan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya tidak beli asuransi untuk cari nilai tunai. Semua nilai tunai tercapai dengan investasi yang sistematik. Saya membuat Financial Plan keluarga saya lengkap dengan Dana Darurat dan investasi dibagi berdasarkan tujuan. Jadi keperluan asuransi pun harus direview tiap tahun.

Umur 55 tahun harusnya sudah siap dengan dana pensiun dong. Jadi gak perlu lagi asuransi jiwa. Kalau pun belum punya dana pensiun, anak-anak harusnya sudah besar-besar. They should take care of themselves, gak perlu lagi nilai tunai atau Uang Pertanggungan asuransi jiwa dari kami. Umur segitu yang saya perlukan jadinya asuransi kesehatan untuk pensiunan dan Dana Pensiun dalam jumlah besar.

Donny> Sebenarnya, masalah dengan Asuransi Term Life bukan soal nilai tunai, melainkan kepastian kelangsungannya. Sayang belum banyak Agen Asuransi Jiwa yang menyadari masalah ini: Asuransi Jiwa seharusnya dapat melindungi sampai seumur hidup, bukan berjangka (term). Jika orang sudah mengalami suatu penyakit pada waktu ia mengambil asuransi berjangka, ia tidak bisa meneruskan asuransinya dan tidak bisa meminta asuransi jiwa ke manapun juga. Kecuali, kalau ia mengambil produk Asuransi Term Life kami yang dalam kurun waktu 10 tahun bisa dilanjutkan menjadi Asuransi Jiwa seumur hidup, tanpa perlu underwriting lagi.

Dalam Financial Planning, selain mengumpulkan dan memproteksi kekayaan, juga ada bagian yang disebut Wealth Distribution. Memang usia 55 sudah pensiun, tetapi justru di saat ini adalah waktu yang tepat untuk merencanakan bagaimana kekayaan yang sudah dikumpulkan dapat diteruskan kepada generasi berikutnya. Cara terbaik masih tetap Asuransi Jiwa, karena sangat mudah untuk membagi warisan tanpa kena pajak.
Kalau mau ambil Asuransi Kesehatan, bagaimana mungkin bisa mendapatkannya dari Asuransi Umum? Batas usianya jarang yang lebih dari 65 tahun. Tetapi kalau dari Unit Link, sekarang perlindungan kesehatan mencapai 75 tahun. Di perusahaan saya, perlindungan kesehatannya bisa memberi Sesuai Tagihan.

Betul Mbak, kesehatan penting sekali. Yang ini ada untuk penyakit kritisnya Mbak. 40 penyakit kritis yang dicover.

Permisi ya... coba deh periksa di polis asuransi yang sudah jadi. Asuransi penyakit kritis ini gak akan langsung keluar begitu kena diagnosa. Fungsi asuransi penyakit kritis ini fungsinya seperti asuransi kecelakaan : untuk menggantikan hilangnya penghasilan karena ketika kena penyakit kritis kita gak bisa bekerja normal lagi. Bukan untuk mengobati. Jadi kalo kena diabetes, masih bisa hidup 7 tahun lagi, ya gak keluar tuh UP penyakit kritisnya. Gagal ginjal kedua-duanya dan tidak bisa transplan lagi, baru keluar UP penyakit kritisnya. Stroke, keluar UP nya. Kanker, stadium 4 baru keluar UP nya.

Donny> Betul Mbak, perlindungan terhadap Penyakit Kritis memang dimaksudkan memberi sejumlah dana yang besar saat seseorang mengalami penyakit kritis, yang membuat produktivitasnya hilang walaupun ia masih hidup. Kalau untuk kesehatan, di sini ada Asuransi biaya Rumah Sakit, bukan Penyakit Kritis. Kalau kena diabetes, dia kan masih bisa bekerja dan produktif? Tentunya, dia belum bisa melakukan klaim. Tetapi, dalam penyakit kritis ada perlindungan terhadap kelumpuhan, ada perlindungan terhadap stroke yang merusak otak secara permanen. Penderitanya masih hidup, tetapi secara total tidak bisa bekerja dan harus hidup dari bantuan orang lain. Perlindungan Penyakit Kritis memastikan ada dana yang tetap tersedia. Celakanya, jaman sekarang penyakit kritis semakin sering terjadi. Kecenderungannya meningkat, karena perubahan gaya hidup dan lingkungan yang terpolusi. Dapatkah Mbak yakin bahwa Mbak terbebas dari resiko kesehatan ini?

Jadi kalau kena penyakit kritis gimana dong Mbak?

Harusnya Dana Daruratnya ada tuh Mas kalo cuma mau Rp 280 juta. Kalau kuatir dengan bagaimana mengobati penyakit kritis, kita perlu asuransi kesehatan yang bagus banget – yang mau bayarin biaya berobat rutin untuk penyakit kronis. Terutama yang ada guarantee renewability nya. Nah di Indonesia belum ada aturan yang mengharuskan guarantee renewability, jadi mending ambil asuransi kesehatan yang premium, udah ada kok dari luar negeri. Tinggal dibandingkan mana yang prioritas, beli asuransi premium ini atau investasi. Premi asuransi kesehatan premium itu berkisar antara US$700-US$7000, dengan benefit pembayaran jika sakit yang aduhai juga.

Donny> Dalam asuransi kesehatan pada prinsipnya ada 3 macam. Yang pertama adalah menggantikan biaya Rumah Sakit. Yang kedua adalah menggantikan produktivitas yang hilang karena masuk rumah sakit, semacam dana tunai harian rumah sakit. Yang ketiga adalah memberi uang pertanggungan karena mengalami penyakit kritis yang menghilangkan seluruh kemampuan produksi.

Kalau kena stroke, atau lumpuh, orang kan tidak dirawat seterusnya di rumah sakit. Kalau mengambil Asuransi Kesehatan, perawat di rumah hanya bisa diklaim untuk jangka waktu tertentu saja. Jadi sebagian besar waktu perawatan di rumah tidak bisa ditutupi oleh Asuransi biaya Rumah Sakit. Bahkan sekalipun Mbak ambil Asuransi Kesehatan yang dari luar negeri, tetap saja Mbak tidak bisa mengklaim biaya perawatan di rumah dalam jangka panjang. Mbak tidak bisa menggantikan asuransi Penyakit Kritis dengan asuransi biaya Rumah Sakit.

Yang syariah juga ada lho Mbak

(may be it's the jilbab thing hehehe)
Mas, bukan soal syariah gak syariahnya. Tapi struktur produk unitlink nya ini yang gak nyambung sama sekali dengan Financial Plan saya. Kalau mau cari produk syariah, reksadana juga banyak yang syariah.

Donny> Iya Mas, tidak tepat membawa penawaran berdasarkan ibadah ke dalam Financial Plan.

Return unitlink tinggi lho Mbak.

Kalau mau return tinggi, justru jangan di unitlink Mas. Reksadana Saham tuh resiko tinggi, return juga sekarang lagi tinggi. Sama kan unitlink juga punya kok reksadana saham, disebutnya equity fund, padahal sama aja. Jadi tinggal liat, hayo berapa return equity fund nya?

Donny> Sekali ini saya setuju banget dengan Mbak. Sebenarnya, karena unit link itu investasi, maka ada manajer investasi. Siapa Manajer Investasi dari unit link yang Mas tawarkan? Kalau yang mengelola adalah perusahaan asuransi jiwa, maka kompetensinya diragukan. Tetapi, perusahaan asuransi jiwa seperti yang saya wakili memakai Manajer Investasi yang berlisensi dari Bapepam-LK untuk memasarkan Reksa Dana. Bahkan, sebenarnya return Equity Fund dari unit link kami persis sama dengan return reksa dana saham yang dipasarkan ke publik. Inilah reksa dana saham yang mempunyai dana kelolaan terbesar di Indonesia, dan selalu mendapatkan Award sebagai Reksa Dana Saham jangka panjang terbaik di Indonesia.

Itu kan cuma urusan MI mana yang lebih jago aja. Jadi siapa MI nya?

Schroders, Fortis, Manulife, Trimegah, Danareksa? MI-MI itu semua jual reksadananya sendiri lho, beli langsung atau lewat bank juga bisa, subscription fee nya juga lebih rendah 0%-2%, di unitlink 3%-5% kan? Coba deh cek siapa MI nya. Kalau MI ini gak jual reksadananya (baca: unit investasi dari unitlink) kecuali lewat asuransi yang sister companynya, malah gawat dong. Artinya distribusinya terbatas sekali. Ya simple aja, bandingin performance nya dengan MI lain. Kita mempercayakan dana kita dikelola oleh MI, ya harus mau membandingkan MI-MI ini dong. Tapi, ngapain saya beli reksadananya Schroders, Manulife, Fortis atau Danareksa lewat asuransi kalo saya bisa beli langsung ke mereka atau lewat bank?

(FYI periksa performance MI di unitlink dan reksadana. Harusnya dalam 3 tahun terakhir equity fund dari unitlink dan reksadana dapat menghasilkan return > 40% per tahun. Jadi kalau ada MI yang equity fund nya di tahun 2005 hanya menghasilkan 14%.... tanya kenapa! Yang bener aja, diputerin ke mana tuh uangnya, ngaku aja equity fund, jangan-jangan isinya bukan saham. Gawat gak tuh?)

Donny> Kebetulan Mbak menyebut Schroders, merekalah yang menjadi Manajer Investasi dalam unit link yang kami sampaikan. Sampai sekarang Mbak bisa membandingkan NAB dari reksa dana Schroders yang dijual ke publik, dengan NAB dari unit link kami. Sama persis sampai seluruh angka di belakang koma. Jadi berapapun hasil investasinya, Mbak bisa mengikuti dengan cara melihat kinerja reksa dananya, misalnya Schroder Dana Prestasi Plus untuk Equity Fund kami.

Sekali lagi, tentu saja Mbak bisa mendapatkan Asuransi Jiwa yang berjangka panjang, lebih daripada Asuransi Term Life, bisa mendapatkan manfaat tambahan, Mbak tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk berinvestasi di reksa dana top seperti Schroders via bank, dan Mbak bisa melakukan penarikan dan pemindahan dana secara gratis. Itu alasan-alasan yang bagus untuk berinvestasi di unit link, bukan?

Ya diversifikasi aja Mbak. Kalau punya uang lebih, bisa ditaro di unitlink.

Mas, unit investasi dalam unitlink itu sama aja dengan reksadana. Jadi kalau mau diversifikasi bukan lewat unitlink, tapi di jenis instrument nya. Money Market, Fixed Income, Balance or Equity. Jadi diversifikasi bukan liat di struktur asuransi yang digabungkan dengan unit investasi reksadana dong. It doesn't make sense.

Donny> Sebenarnya, ada berapa reksa dana yang Mbak ambil sebagai diversifikasi? Apakah hanya 1 reksa dana dalam setiap kelas aset? Beda manajer investasi, beda hasil investasi, beda resikonya lho, Mbak. Kita melakukan diversifikasi pada kelas aset yang berbeda, juga pada kategori yang berbeda. Mbak ambil Fortis yang lebih agresif, mungkin baiknya Mbak juga ambil Schroder yang lebih konservatif. Tapi kalau semuanya ambil lewat Bank, berapa banyak dana yang Mbak harus tanamkan? Dengan unit link, Mbak bisa menaruh dengan nilai yang lebih rendah, lalu melakukan investasi terjadwal, seperti strategi dollar cost averaging. Bukankah dengan begitu Mbak lebih untung?

Ya tapi kan gak semua orang seperti Mbak Wina…

Lho, kenapa gak? Tell me : Why not?

Coba kasih alasan yang bener.

Kenapa kita semua gak bisa bikin Financial Plan yang komprehensif – yang lengkap – yang betul-betul memperhatikan semua kebutuhan keluarga kita? Kenapa kita semua gak bisa membuat diri lebih pintar supaya bisa mengerti semua isi dagangan produk-produk investasi atau asuransi yang sedang ditawarkan di depan mata kita?

Kenapa kita semua gak bisa membeli produk keuangan dengan lebih efisien, sehingga gak bayar fee kebanyakan, gak beli produk yang underperforming, dan bisa mencapai lebih banyak tujuan finansial dengan lebih cepat?

Gak ada kan alasan supaya kita gak bisa begitu?

Donny> Hahaha… di dunia ini, memang Mbak Wina hanya ada seorang. Jelas dan pasti, nggak perlu dijelaskan lagi 'kan?
Tetapi, kalau untuk Financial Planning, ada baiknya kita mendalami segala sesuatu lebih teliti sebelum menilai. Kalau ada Agen yang belum menjelaskan dengan benar, tidak berarti produk yang dibawanya itu secara esensial tidak berguna, atau tidak mempunyai manfaat yang unik dan dibutuhkan oleh kita. Saya percaya, ini adalah bagian dari "membuat diri lebih pintar supaya bisa mengerti semua isi dagangan produk investasi atau asuransi"

Mbak, menerima dengan sembrono asal turut omongan agen adalah kekeliruan, demikian juga menolak dengan semberono asal menuruti emosi itu salah. Semua produk ada biayanya, ada manfaatnya. Semua produk ada kelebihannya, juga ada batasannya. Kita tidak bisa berharap ada orang mau menjual produk keuangan, apapun juga, di manapun juga, tanpa memperhitungkan komisi dan keuntungan. Kalau kita sedemikian berhati-hati terhadap biaya dan komisi di Asuransi, apakah kita juga berhati-hati terhadap biaya dan komisi yang dikenakan oleh perbankan?

Bener Mbak, gak ada alasan supaya kita gak bisa begitu.

Peace… ^.^

1 komentar:

Anonim mengatakan...

B Ligwina ternyata kacau juga..masak UP unit link yang proteksinya sampe usia 99tahun dibandingin sama TL yang cuma 20 tahunan..kalo butuhnya mmg cuma proteksi temporer di unit link kan ada juga ridernya..hadeeh..