Agama adalah hak
asasi manusia yang pertama. Manusia bebas untuk beragama -- walau, tentunya,
tidak bisa bebas dari konsekuensinya. Sebagai hak, beragama adalah pilihan
manusia.
Di sisi lain, TUHAN
berhak untuk menilai, menghakimi, dan menghukum manusia. Keberadaan TUHAN
membuat ada hal-hal yang benar, dan ada hal-hal yang salah. Biasanya, kita akan
menyatakan sesuatu 'salah' karena tidak sesuai dengan kenyataan.
Ambil contoh ya?
Kebanyakan kaum muslim mengatakan bahwa ajaran Ahmadiyah itu salah. Ajaran itu
membuat orang tidak sesuai dengan ajaran Islam, yang diyakini berasal dari
Allah. Jadi, ajaran Islam Ahmadiyah itu salah; bahkan itu tidak boleh disebut
'Islam".
Nah, apakah orang
yang percaya Ahmadiyah, masih berhak beragama Ahmadiyah?
Ya, berdasarkan hak
asasi manusia, mereka berhak. Tetapi ada konsekuensinya, yaitu tidak lagi
diterima bersekutu dengan umat Islam lainnya. Itu dari sudut pandang umat Islam
pada umumnya.
Lihat dari sudut
pandang pengikut Ahmadiyah: mereka percaya apa yang mereka pegang ini benar,
sedang orang Islam lainnya tidak tepat, alias salah. Setiap usaha untuk
"meluruskan" adalah suatu paksaan untuk mengambil jalan yang salah.
Bayangkan bagaimana rasanya dipaksa demikian.
Jadi agama memang
suatu pencarian, dan penentunya adalah kebenaran kenyataan tentang kehidupan.
Adakah agama itu mendorong umat menjadi lebih baik, menjadi lebih sesuai dengan
standar kehidupan orang yang mempercayai Allah?
Kenyataan adalah
penentu. Mau contoh?
Lihat FPI. Mereka
mengaku sebagai pembela Islam. Apakah yang mereka lakukan membuat agama Islam
menjadi lebih mulia? Orang-orang ini percaya demikian. Tapi akan tiba satu saat
di mana mereka berada di hadapan Allah dan mendapati kenyataan penilaian Allah
sendiri. Tidak ada manusia yang bisa menyatakan, "dosamu diampuni".
Itu adalah haknya Allah.
Hanya Anak Allah
yang mampu mengatakan demikian. Yesus Kristus, yang dalam sejarah telah membuat
perubahan besar di atas muka bumi. Dialah yang membuka jalan kepada Allah di
Surga. Dialah yang menyatakan semua kata-kata Allah, Firman Allah, bagi dunia.
Maka dikatakan, Firman itu telah menjadi manusia.
Apakah kenyataan ini
dapat diterima manusia? Tidak, mereka yang menjadi Pemimpin Agama adalah
orang-orang yang menyalibkan Yesus. Pernyataan diri Yesus adalah suatu hujatan
di mata mereka, karena mereka tidak dapat menerima kenyataan bahwa Anak Allah
menjadi manusia. Mereka mengharuskan
Allah mengikuti aturan agama yang mereka percayai.
Lihatlah, bukankah
sekarang ini juga masih begitu juga?
Contoh yang sangat
ramai saat ini adalah Ahok kembali menjadi Gubernur. Lihat kenyataan, ada
begitu banyak yang telah dilakukan untuk Jakarta. Ada banyak pembersihan yang
telah dilakukan. Jakarta menjadi tempat yang lebih baik dan nyaman untuk hidup.
Melihat kenyataan ini, sangat masuk akal untuk kembali mengangkat Ahok menjadi
Gubernur Jakarta. Orang-orang lain, para pesaing dan penantangnya, mereka tidak
punya kenyataan apapun untuk dilihat sebagai karya sebagai seorang Pemerintah
Daerah.
Tapi, isu yang
kemudian muncul adalah Ahok bukan umat Islam. Orang-orang FPI itu mengharuskan
Ahok mengikuti aturan agama yang mereka percayai. Masa bodoh dengan kenyataan.
Tidak peduli apa kebenarannya. Pokoknya, tidak cocok aturan agama, tidak boleh
jadi Pemimpin. Mereka juga tidak peduli bahwa ini adalah Republik Indonesia,
yang berdasarkan Pancasila.
Dalam Pancasila,
seorang beragama Kristen sama layaknya dengan seorang beragama Islam.
Penentunya adalah kenyataan, kebenaran. Bukan seperti apa kalimat yang terucap,
atau cara ritual agamanya dijalankan, melainkan apakah orang itu melakukan
kehendak Allah, yang bisa dilihat buahnya oleh semua orang. Apakah orang itu
telah bekerja, membangun sesuatu yang hasilnya bisa disaksikan semua orang.
Pemerintahan yang
lebih bersih? Ruang hidup yang lebih baik? Pelayanan masyarakat yang lebih
profesional? Penegakkan peraturan yang lebih tegas? Kalau memilih Gubernur,
ingatlah bahwa hal-hal ini menjadi tujuan rakyat. Kita mau hidup lebih baik,
bukan?
Sedangkan bagi
orang-orang yang masih meributkan agama itu menjadi segala ukuran…. Satu
Pertanyaan: jika suatu hari bertemu dengan Allah secara langsung, seandainya
Dia bertanya "apakah yang sudah kamu lakukan atau kamu miliki untuk masuk
ke dalam Surga-Ku?"
Apakah jawaban Anda
kepada Allah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar