Bacaan: 1 Korintus 1:10-17
Coba pikirkan, betapa kita satu sama lain saling berbeda.
Ada yang suka makan nasi putih, ada yang suka makan nasi pakai kecap (favorit: nasi goreng). Ada yang suka pedas, ada yang tidak suka pedas. Ada yang suka pergi ke laut, ada yang suka pergi ke gunung. Ada yang suka beristirahat di desa, ada yang suka beristirahat dengan keliling mall besar di kota besar. Ada yang suka badan kurus, ada yang suka badan gemuk. Bila kita menggabungkan faktor-faktor ini, maka perbedaan menjadi semakin tajam kelihatannya. Ada yang suka rambut lurus-makan ice cream-pergi ke mall-istirahat di hotel bintang lima, ada pula yang suka rambut keriting-makan rujak cingur-pergi ke ladang sayur-istirahat di cottage yang jelas berbeda dari yang suka rambut keriting-makan rujak cingur-pergi panjat gunung-istirahat di tenda.
Orang sudah paham dengan perbedaan-perbedaan ini dan mereka tidak bermasalah dengan 'berbeda'. Bagaimana pun, tidak ada dua orang yang persis sama, bukan? Tapi ketika perbedaan itu menjadi dikelompokkan dan diberi identitas, mulailah jadi masalah.
Misalnya, sekelompok orang (di Gereja) yang senang pergi ke laut menamakan perkumpulan mereka "Pencinta Laut" sedang yang senang pergi ke gunung berkumpul sebagai "Pencinta Gunung". Pada saat hari libur tiba, biasanya kedua kelompok ini bersatu dan pergi ke gunung atau ke laut secara bergilir. Tapi kali itu, setelah kedua kelompok berdiri, dimulailah keributan. Gara-garanya adalah pemahaman bahwa: pertama, semua orang harus pergi bersama-sama ke satu tempat; kedua, kelompok pencinta laut mau ke laut; ketiga, kelompok pencinta gunung mau ke gunung; keempat, orang tidak bisa berada di dua tempat yang berbeda dalam waktu yang sama. Ributnya hebat, orang yang biasa berteman baik kini saling balas menyindir dan memaki, bahkan berkelahi.
Berkelahi untuk menjaga kotak kosong saja sebenarnya, sebab kedua kelompok ini tahu bahwa pada hari mereka mulai berkelahi, mereka tidak akan pernah dapat pergi berlibur bersama-sama lagi. Mereka tahu tidak akan pernah dapat saling bersenda gurau lagi. Mereka tahu tidak akan saling memperhatikan lagi, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada. Bahkan mereka tahu bahwa mereka telah gagal untuk mencapai tujuan mendasar pergi berlibur: bersenang-senang. Hanya demi kepentingan kelompok, demi menjaga bendera yang telah dikibarkan, apapun harus diterima. Biar Gereja bubar, tidak apa-apa, asal para pencinta laut bisa pergi ke laut dan pecinta gunung bisa pergi ke gunung. Padahal, kalau Gerejanya bubar, maka bubar pula acara berlibur bersamanya, bukan? Tapi mereka tidak peduli.
Jadi yang salah apa? Apalagi kalau bukan identitas! Ketika identitas kelompok menjadi lebih tinggi daripada identitas Kristus, terjadilah kekacauan. Ketika kepentingan kelompok lebih penting daripada kepentingan Kristus, terjadilah perkelahian. Identitas kelompok ini kemudian menjadi titik lemah Gereja, menjadi batu pengganjal yang merobohkan jalan dan jembatan kerja sama dan kasih persaudaraan.
Sebuah anekdot berkisah tentang dua orang Kristen yang bertemu sebagai turis di negara yang jauh. Kata yang seorang, "Hai! Kamu dari Gereja Protestan atau Katolik?" Lalu jawab yang seorang lain, "Wah, saya dari Gereja Protestan." "Hebat! Saya juga dari Gereja Protestan. Presbiterian atau Congregasional?" "Saya dari Presbiterian." "Okeh! Sama dong! Calvinis atau Wesleyan?" "Kalau saya sih Calvinis." "Luar biasa! Saya juga Calvinis. Dari GKI atau GKP?" "Ooh, kalau saya orang GKI." "Puji Tuhan! Kebaktian pagi atau sore?" "Hmm, saya sih kebaktian pagi-pagi." "Tak dapat dipercaya! Suka nyanyi pakai KJ atau NKB?"
Sampai di sini, orang yang satu lagi itu merenung sebentar, "Hmm... dipikir-pikir, saya lebih senang pakai buku nyanyian kidung baru (NKB) itu." "Ahh! Bodoh! Ternyata saya bertemu kelompok yang nyanyi pakai NKB! Pergi sana! Nyanyilah dengan NKB kamu itu jauh-jauh!"
Kalau identitas kelompok menjadi pengganjal, lebih baik hapus saja identitas itu! Kalau tidak bisa meletakkan identitas apa pun di bawah identitas pengikut Kristus, lebih baik tanggalkan saja identitas itu! Lebih baik identitas itu tidak ada, daripada membagi-bagi tubuh Kristus. Untuk apa identitas yang tidak memberi manfaat, malah sebaliknya jadi perusak jemaat?
Kita semua memiliki satu identitas: pengikut Kristus, orang Kristen. Itu sudah cukup. Mengenai perbedaan: baptis selam atau baptis percik, premillenialis atau amillenialis, misi sosial atau pelayanan penginjilan, serta sederet panjang perbedaan lain berikut kombinasinya, biarlah menjadi perbedaan yang memperkaya Gereja. Tidak perlu diberi identitas yang dibela berlebihan. Tidak usah diberi nama untuk dibela mati-matian.
Karena satu salib itu, dipanggul dan dinaikkan bagi semua. Terpujilah Nama Tuhan Yesus Kristus!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar